Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan efisiensi anggaran yang diambil pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berdampak ke berbaga sektor, tak terkecuali pariwisata. Asosiasi perhotelan sudah membunyikan alarm bahaya jika kebijakan tersebut terus berlanjut tanpa ada solusi yang pasti dari pemerintah.
Terkait hal itu, Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana mengakui keresahan yang dirasakan para pelaku industri. Namun, ia meyakini hal itu hanya sementara.
Baca Juga
Menpar Widiyanti Prihatin atas Penyegelan dan Pembongkaran Objek Wisata di Puncak Bogor: Jadi Preseden Buruk
Video Murid SMP di Raja Ampat Fasih Bahasa Inggris Curi Perhatian Menpar Widi
Efisiensi Anggaran, Menpar Widiyanti Putri Wardhana Terbang ke Jerman Resmikan Paviliun Wonderful Indonesia di ITB Berlin 2025
"Saya tahu ini adalah masalah yang kita hadapi sekarang, tapi saya pikir ini hanya dalam jangka pendek. Jika kita berkolaborasi untuk menjadikan industri ini lebih baik, saya pikir itu adalah penyelesaiannya," jawabnya menanggapi pertanyaan wartawan dalam bahasa Inggris di sela Jumpa Pers Bulanan Kemenpar, Rabu, 20 Maret 2025.
Advertisement
Ia menyebut salah satu strategi pemerintah untuk menyiasati dampak negatif efisiensi adalah dengan menggencarkan promosi wisata, terutama di lima destinasi super prioritas seperti yang tercantum pada RPJMN yang disusun Bappenas. Menurutnya, dengan promosi wisata yang gencar, hal itu akan membantu mendongkrak kunjungan wisata ke Indonesia.
"Dari pemerintah, kita selalu fokus pada promosi semua destinasi di Indonesia. Kita ini sangat besar dan banyak destinasi untuk dipromosikan, tapi kita fokus atau memprioritaskan lima destinasi," katanya.
Di sisi lain, ia menyebut bahwa sektor pariwisata domestik memiliki resiliensi tinggi dalam menghadapi situasi yang sulit, termasuk dengan pengetatan anggaran baik di pusat dan daerah. "Kita telah bertahan dari situasi COVID," ujarnya.
Insentif Pemerintah Dongkrak Sektor MICE
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenpar Vinsensius Jemadu menambahkan bahwa upaya yang bisa dilakukan Kemenpar saat ini dalam mengatasi dampak negatif dari efisiensi anggaran adalah melalui program incentive trip. Lewat program tersebut, pemerintah berusaha meningkatkan kunjungan wisata ke daerah-daerah dari para pekerja di berbagai korporasi dengan memberikan berbagai kemudahan, selain dana.
"Kalau dulu mungkin ada sekali dinner atau eprformance, tapi sekarang, kita dalam keadaan efisiensi, artinya kita memberikan sekadar suvenir eksklusif untuk pimpinan rombongannya," kata pria yang akrab disapa VJ.
Selain itu, pihaknya memfasilitasi rombongan karyawan perusahaan untuk masuk lebih mudah ke berbagai objek wisata. "Kita juga koordinasi dengan pihak airpot untuk berikan jalur khusus kepada mereka supaya tidak terlalu antre. Hal-hal seperti ini bisa kita lakukan karena kita enggak bisa lagi dengan keuangan segala macam," ujarnya.
Program itu, kata VJ, sempat dipaparkan dalam pertemuan dengan 50 CEO di Jakarta, beberapa waktu lalu. Ia merayu para pimpinan perusahaan untuk mengalihkan bujet perjalanan insentif karyawan mereka dari luar negeri ke berbagai daerah di dalam negeri, khususnya yang berada di lima destinasi super prioritas, seperti Labuan Bajo, Danau Toba, dan Borobudur atau Jogja.
"Tahun lalu ada sekitar 23 ribu karyawan atau pax dari beberapa perusahaan, seperti kosmetik, otomotif, asuransi... Mereka kirim ke luar negeri. Saya katakan kepada mereka, kalau ada program-program seperti itu di perusahaan bapak, ayo lakukanlah di Indonesia Aja, seperti Jogja, Bali, Toba, segala macam sehingga hotel-hotel bintang tiga bisa terisi oleh mereka," imbuhnya.
Advertisement
Kemas Produk Baru untuk Target Pasar Baru
Sementara, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Rizki Handayani Mustafa mengakui bahwa kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, khususnya terkait perjalanan dinas, berdampak pada sektor perhotelan di dalam negeri. Pihaknya mengaku sudah bertemu dengan asosiasi, seperti PHRI, untuk membahas jalan keluar dari situasi tak menyenangkan.
Salah satu usulannya agar mencari target pasar baru, yakni komunitas-komunitas. Untuk itu, pihak hotel diminta untuk menyesuaikan harga tanpa mengurangi kualitas layanan.
"Jadi biasanya paketnya itu Rp350 ribu, jangan, kamu jadikan Rp200 ribu. Makanan pun kita kurangi, kurangi bukan karena kualitasnya tapi karenan memang sekarang kita ngurangin food waste. Sekarang kan food waste di hotel masih banyak," urainya seusai jumpa pers bulanan Kemenpar di Jakarta, Rabu, 19 Maret 2025.
Hotel bisa menggiatkan kegiatan pada tiga jenis wisata andalan yang diprioritaskan Kemenpar untuk membuat pariwisata Indonesia naik kelas, yakni gastronomi, wellness, dan bahari. Operator bisa membuat paket bundling untuk lebih menarik minat pengunjung dari kalangan kounitas.
"Misal wellnes ini bikin yoga. Adakan di hotel, tiga hari dua malam paketnya. Malah kalau saya bilang, kita kan Muslim, coba bikin acara tadabur alam, 3 hari 2 malam. Diisi ceramah. Ini segmennya banyak, segmen ibu-ibu, segmen anak-anak, banyak lagi, kemudian jalan-jalan habis itu," usul Kiki lagi.
Keresahan Pengelola Hotel
Sebelumnya, Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) merilis survei awal terkait dampak efisiensi anggaran pemerintah terhadap sektor perhotelan di dalam negeri. Hasilnya menunjukkan bahwa kebijakan memperketat perjalanan dinas yang diambil pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ternyata memukul sektor yang menopang pariwisata Indonesia.
Wakil Ketua Umum IHGMA Garna Sobhara Swara menjelaskan, survei melibatkan sekitar 312 hotel yang didominasi hotel bintang tiga dan empat, sekitar 70 persen dari responden. Sisanya adalah hotel non-bintang, bintang lima, dan glamping.
Hotel-hotel yang paling terdampak adalah mereka yang bergantung pada tamu bisnis, terutama di segmen meeting dan conference. Ruang-ruang rapat hotel yang biasanya laris dipesan kalangan pemerintahan kini lebih banyak kosong dan menganggur. Akibatnya, rata-rata hotel bintang 3 mengalami penurunan pendapatan hingga 100 persen, sementara hotel bintang 4 berkisar 45--60 persen.
"Hasil penelitian ini menunjukkan kerugian pendapatan diperkirakan mencapai miliaran rupiah," katanya saat jumpa pers di Jakarta, 4 Maret 2025, seraya menyebut sekitar 60 persen hotel yang menjadi anggota IHGMA terdampak atas kebijakan efisiensi.
Kerugiannya berkisar antara Rp500 juta--Rp3 miliar per hotel per bulan. Pendapatan makin minus karena kebijakan efisiensi juga menurunkan tingkat okupansi kamar hotel sekitar 35 persen.
Advertisement
