Liputan6.com, Beijing - Di China, kehilangan hewan peliharaan tidak lagi dianggap sebagai akhir dari hubungan emosional.
Berkat kemajuan teknologi kloning, banyak pecinta hewan kini dapat memiliki versi baru dari sahabat berbulu mereka -- meskipun dengan biaya yang tidak murah.
Baca Juga
Mengutip SCMP, Kamis (20/3/2025), salah satu contoh adalah Liu Xing, seorang desainer dari Beijing, yang mengadopsi kucing jalanan bernama Tomcat lebih dari satu dekade lalu. Selama 15 tahun, Tomcat menjadi teman setianya, berpindah dari Shenzhen ke Beijing bersama Liu. Saat kesehatannya memburuk, Liu menghabiskan hampir 100.000 yuan (sekitar Rp220 juta) untuk biaya medisnya.
Advertisement
Ketika Tomcat akhirnya meninggal, Liu memutuskan untuk mengkloningnya melalui layanan kloning hewan peliharaan. Proses ini tidak berjalan mulus, dengan dua kali kegagalan menggunakan induk pengganti. Namun, akhirnya ia berhasil mendapatkan Little Tomcat -- kloning yang hampir identik dengan Tomcat asli.
"Setiap sen yang saya keluarkan sepadan dengan hasilnya," ujar Liu, yang menghabiskan sekitar 140.000 yuan (sekitar Rp308 juta) untuk layanan ini.
Industri Kloning Hewan yang Berkembang Pesat
China merupakan salah satu pasar hewan peliharaan terbesar di dunia. Pada 2023, jumlah hewan peliharaan di negara ini mencapai 124 juta, dengan nilai industri mencapai lebih dari 300 miliar yuan (sekitar Rp660 triliun). Popularitas kloning hewan peliharaan pun meningkat, dengan lebih dari 460 juta pencarian terkait topik ini di media sosial.
Teknologi ini mulai menarik perhatian sejak 2017, ketika ilmuwan China sukses mengkloning anjing pertama bernama Longlong. Dua tahun kemudian, lahirlah kucing hasil kloning pertama bernama Garlic, yang semakin memopulerkan layanan ini.
Saat ini, biaya kloning hewan peliharaan di China berkisar antara 150.000 hingga 380.000 yuan (sekitar Rp330 juta hingga Rp836 juta).
Prosesnya melibatkan pengambilan sampel kulit hewan, penggabungan dengan sel telur dari hewan lain untuk membentuk embrio, dan implantasi ke induk pengganti. Dalam waktu 12 hingga 18 bulan, pemilik akan menerima hewan kloning mereka, lengkap dengan laporan kesehatan dan perbandingan genetik.
Advertisement
Tantangan Kloning Hewan
Meskipun teknologi semakin matang, kloning hewan peliharaan masih menghadapi berbagai tantangan. Sejumlah kasus menunjukkan ketidaksempurnaan sistem ini, seperti kegagalan proses kloning, perubahan karakteristik hewan, hingga kesalahan dalam jenis kelamin.
Pada 2020, seorang wanita bernama Liang Xuan mengeluhkan bahwa perusahaan kloning yang ia gunakan melanggar kontrak. Setelah kegagalan pertama, perusahaan malah menghasilkan satu litter (satu kelompok anak anjing) hasil kloning, bukan hanya satu ekor seperti yang diharapkan.
Di tahun yang sama, seorang pemilik kucing di Beijing membayar 130.000 yuan (sekitar Rp286 juta) untuk mengkloning kucing kesayangannya, tetapi hasil kloning memiliki jenis kelamin berbeda dan mengalami masalah pencernaan kronis.
Timbulkan Kontroversi
Seiring meningkatnya tren ini, muncul pula berbagai perdebatan etis. Aktivis hak-hak hewan mengkritik praktik ini sebagai bentuk eksploitasi, dengan alasan bahwa hewan induk pengganti sering mengalami penderitaan.
Di sisi lain, beberapa pemilik hewan yang telah mengunjungi laboratorium kloning menegaskan bahwa induk pengganti dirawat dengan baik dan bahkan bisa diadopsi oleh pecinta hewan lainnya.
Namun, banyak yang tetap skeptis, dengan anggapan bahwa kloning tidak bisa benar-benar ‘menghidupkan kembali’ hewan yang telah mati.
Salah satu komentar populer di media sosial China mengatakan: "Manusia harus memahami siklus kehidupan: lahir, tumbuh, sakit, dan mati. Belajarlah menerima perpisahan dengan lapang dada."
Advertisement
