Wahai Muda-Mudi, Sudahkah Memakai Media Sosial Secara Cerdas?

Cara Cerdas Mencegah Penyebaran Hoax di Media Sosial

oleh Cahyu diperbarui 07 Nov 2017, 09:46 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2017, 09:46 WIB
Mudamudigital
Cara Cerdas Mencegah Penyebaran Hoax di Media Sosial

Liputan6.com, Jakarta Sebagai generasi milenial, seharusnya “kids zaman now” bisa menjadi pengguna media sosial yang cerdas dan sesuai tujuannya. Memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan fakta dan informasi yang berguna.

Namun, pada kenyataannya, media sosial banyak disalah gunakan untuk menyebarkan berita dengan konten negatif atau informasi yang tidak benar alias hoax.

Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Bidang Teknologi, Herry Abdul Azis, mengatakan bahwa internet telah membuat informasi berkembang lebih jauh. Dalam hitungan jam, satu topik bisa berkembang lebih luas.

“Misalnya saja, berita yang berkembang soal registrasi SIM Card telah berkembang sangat jauh. Dalam hitungan jam, berapa hari, berita berkembang luas, bahkan ada yang menjadi hoax. Masuk ke ranah-ranah lain, seperti untuk penyadapan dan lain-lain,” ujar Herry, dalam acara “Literasi Cerdas Bermedia Sosial” yang digagas Mudamudigital di Kota Bandar Lampung, Jumat (3/11/2017).

Berbagai pihak pun telah berupaya mengatasi permasalahan tersebut. Pemerintah, misalnya, telah mengeluarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengatur sanksi bagi pengguna internet yang menyebarkan konten negatif dan hoax.

“Menyebarkan atau memberikan informasi buruk di internet bisa terancaman pidana pasal 310 dan 311 KUHP dan Undang-Undang ITE. Cek dulu informasi yang ingin disebarkan, apa dapat merugikan orang lain, jangan sampai bersinggungan dengan hukum,” ucap Kanit V Subdi III Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Purnomo.

Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga ikut melakukan tindakan preventif dengan mengedukasi masyarakat tentang literasi digital. Salah satunya, melalui Mudamudigital.

Mudamudigital merupakan wadah bagi para generasi muda untuk berbagi ilmu dengan para pakar literasi digital Indonesia. Para peserta juga dapat ‘curhat’ kepada para pakar tentang apa saja yang mereka hadapi di dunia digital pada ‘zaman now’.Tujuan utama dari Mudamudigital ialah membentuk generasi muda Indonesia agar mempunyai kecerdesaan literasi digital yang tinggi, sehingga tidak gampang dipengaruhi oleh berita-berita hoax yang dapat melunturkan persatuan dan kesatuan bangsa.

“Muda mudi digital jangan mudah percaya dengan informasi yang berseliweran. Cek kebenarannya,” kata Herry Abdul Azis.

Selain itu, ia juga mengimbau agar tidak membaca sesuatu hanya sepotong-sepotong.

Dalam kesempatan yang sama, Septiaji Eko Nugroho, selaku Inisiator Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (MAFINDO) dan Ketua Masyarakat Indonesia Anti-hoax, menjelaskan bahwa orang Indonesia kerap percaya pada hoax kesehatan dan keuangan. Karena itu, tak mengherankan jika ribuan orang kerap jadi korban investasi bodong.

“Kejadian tersebut terjadi karena orang Indonesia kurang edukasi literasi digital. Kampanye publik dapat digalakkan untuk menangkal hoax,” ujarnya.

Menurut Septiaji, keluarga adalah garda terdepan mencegah hoax. Orangtua harus aktif saat anak mengakses media sosial. Di sisi lain, seluruh pihak juga terlibat aktif menangkal hoax, tak terkecuali para pemimpin agama.

Menyadari bahwa saat ini era e-commerce sedang bertumbuh, AKBP Purnomo tak lupa memberikan tips agar anak muda terhindar dari penipuan. Dia menyarankan, sebelum membeli sesuatu dari internet, sebaiknya kita memilih online shop yang terverifikasi dan bisa dipercaya.

“Walaupun harganya mungkin sedikit lebih mahal. Kalau ada yang menawarkan harga lebih murah, tapi reputasi belum teruji, harus diwaspadai,” kata dia.

Perlu diketahui, data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 132,7 juta.

Menurut The Jakarta Post, sejak 2008, 144 orang telah diproses hukum karena melanggar Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terutama terkait dengan berita palsu dan ujaran kebencian di media sosial. Lebih lanjut, hingga 2016, terdapat sekitar 773.000 situs yang diblokir oleh Kementerian Kominfo dan mayoritas situs ini merupakan situs pornografi. Tindakan pemblokiran ini menunjukkan bahwa masih terdapat konten negatif di internet.

Lalu, tindakan sederhana apa yang bisa kita lakukan agar tidak mudah percaya dengan hoax dan ikut menyebarkannya? Berikut tips dari Septiaji Eko Nugroho.

Hati-hati dengan judul provokatif

Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.  

Cermati alamat situs

Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Berita yang berasal dari situs media yang sudah terverifikasi Dewan Pers akan lebih mudah diminta pertanggungjawabannya. Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.

Periksa fakta

Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri?  Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh. Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita, sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.

Cek keaslian foto

Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.  

Ikut serta grup diskusi anti-hoax

Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti-hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci. Di grup-grup diskusi ini, warganet bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.

Jadi, sudah siap menjadi pengguna internet yang cerdas?

 

 

(*)

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya