Teleskop James Webb Ungkap Misteri Planet yang Jatuh ke Dalam Bintang Induk

Awalnya, para ilmuwan menyimpulkan bahwa ini adalah akibat dari fase akhir kehidupan sebuah bintang, yaitu ketika ia berubah menjadi raksasa merah dan melahap planet-planet di sekitarnya. Namun, seiring bertambahnya data dan kemajuan teknologi, terutama melalui pengamatan dari Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST), pemahaman terhadap peristiwa ini berubah drastis dan mengungkap fenomena yang jauh lebih kompleks.

oleh Switzy Sabandar Diperbarui 17 Apr 2025, 05:00 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2025, 05:00 WIB
Teleskop Milik James Webb Ungkap Rahasia Bintang Lahir
Memberikan wawasan baru mengenai proses lahirnya bintang, teleskop luar angkasa milik James Webb ungkap rahasia alam. Sumber: Nypost... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pada 2020, dunia astronomi dikejutkan oleh peristiwa langit yang langka dan dramatis, yakni sebuah bintang tampak menelan planet yang mengorbitnya. Kilatan cahaya terang terekam oleh Zwicky Transient Facility (ZTF), yang kemudian diberi label peristiwa ZTF SLRN-2020.

Awalnya, para ilmuwan menyimpulkan bahwa ini adalah akibat dari fase akhir kehidupan sebuah bintang, yaitu ketika ia berubah menjadi raksasa merah dan melahap planet-planet di sekitarnya. Namun, seiring bertambahnya data dan kemajuan teknologi, terutama melalui pengamatan dari Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST), pemahaman terhadap peristiwa ini berubah drastis dan mengungkap fenomena yang jauh lebih kompleks.

Melansir laman Live Science pada Rabu (16/04/2025), peristiwa ZTF SLRN-2020 terjadi sekitar 12.000 tahun cahaya dari bumi, di dalam galaksi Bima Sakti. Bintang tersebut tampaknya melahap sebuah planet seukuran Jupiter, yang mengorbit sangat dekat dengannya.

Bahkan lebih dekat dibandingkan orbit Merkurius terhadap matahari. Interaksi gravitasi yang intens antara keduanya menghasilkan fenomena yang mengejutkan.

Pada awalnya, para astronom berasumsi bahwa bintang tersebut sedang mengalami transisi menjadi raksasa merah, fase di mana bintang kehabisan bahan bakar hidrogen dan mengembang secara drastis. Proses ini diperkirakan juga akan terjadi pada matahari dalam waktu sekitar 5 miliar tahun dan dapat menelan planet-planet dalam, termasuk bumi.

 

Observasi Lanjutan

Namun, observasi lanjutan dengan instrumen Mid-Infrared dan Near-Infrared Spectrograph (NIRSpec) pada JWST membantah asumsi tersebut. Bintang tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda khas dari transformasi menjadi raksasa merah.

Tidak terdeteksi cahaya inframerah dalam jumlah besar menunjukkan bahwa bintang masih berada dalam tahap yang relatif stabil atau belum mencapai fase raksasa merah seperti yang diperkirakan sebelumnya. Ternyata, planet tersebut bukan ditelan oleh bintang yang mengembang, melainkan terseret perlahan-lahan akibat proses peluruhan orbit (orbital decay).

Hal ini terjadi karena planet itu berada sangat dekat dengan bintang, interaksi pasang surut (tidal interaction) menjadi sangat kuat. Gaya tarik ini menyebabkan orbit planet menyusut secara bertahap hingga akhirnya jatuh ke dalam bintang.

Ketika planet akhirnya tertelan, peristiwa ini melepaskan energi dalam bentuk kilatan cahaya optik dan gelombang inframerah, serta menghamburkan debu dan puing-puing ke angkasa. Kilatan cahaya ini yang tertangkap pada 2020 menjadi indikator utama peristiwa tersebut.

Puing-puing planet yang terlempar sempat membentuk lapisan debu panas di sekitar bintang, yang memperkuat kesan bahwa bintang sedang mengalami ekspansi besar, padahal sebenarnya tidak. Fenomena seperti ini sangat sulit dideteksi karena tidak menghasilkan ledakan sebesar supernova.

Namun, dengan kemajuan teknologi observasi seperti JWST, kita kini dapat menyaksikan momen-momen kosmik yang sebelumnya tersembunyi.

(Tifani)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya