Liputan6.com, Jakarta - Setelah lebih dari lima jam berada di kediaman Ketua DPR RI Setya Novanto, para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beranjak dari rumah mewah yang berada di Jalan Wijaya XIII, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pantauan Liputan6.com, sekitar pukul 02.48 WIB, para penyidik meninggalkan rumah tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP itu menggunakan iring-iringan mobil.
Ada sekitar 11 mobil yang membawa para penyidik, juga sejumlah anggota Brimob.
Advertisement
Sebelumnya terpantau, setidaknya ada tujuh penyidik KPK berpakaian bebas keluar dari dalam rumah sambil membawa tas punggung.
Selain itu, ada empat koper besar yang langsung dibawa masuk ke dalam mobil Innova yang diparkir di sebelah kiri kediaman Novanto.
Sebelumnya, para penyidik tiba di rumah Novanto sekitar pukul 21.38 WIB. Mereka datang dengan menunjukkan identitasnya sebagai petugas dari KPK dan berbekal surat perintah penangkapan.
Namun, Setya Novanto tak ada di rumahnya saat para penyidik KPK datang. Ia tidak diketahui keberadaannya.
Sebelumnya, KPK telah menerbitkan surat perintah penangkapan untuk Setya Novanto.
"KPK menerbitkan surat perintah penangkapan bagi SN," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kamis (16/11/2017) dini hari.
Febri menambahkan, tim KPK masih melaksanakan tugas, melakukan pencarian terhadap Setya Novanto.
"Kami harapkan kalau ada iktikad baik, masih terbuka bagi saudara SN untuk menyerahkan diri ke kantor KPK dan proses hukum ini akan berjalan baik," tambah dia.
Mantan aktivis ICW tersebut menambahkan, pihak KPK telah berkoordinasi dengan Kapolri, Wakapolri, dan pemimpin Brimob sebelum melakukan tindakan.
"Terima kasih pada Polri atas bantuannya untuk setiap upaya penindakan yang dilakukan KPK," kata dia.
Versi Pengacara Setya Novanto
Sebelumnya, pihak Setya Novanto memiliki alasan tak menghadiri pemanggilan KPK pada Rabu, 15 November 2017.
Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengatakan, alasan ketidakhadiran Setnov adalah lantaran pihaknya tengah menunggu hasil uji materi UU KPK.
"Betul. Sama juga kan. Agus (Ketua KPK Agus Rahardjo) kan juga menyatakan melalui media bahwa KPK tidak akan hadir panggilan Pansus (Angket KPK), menunggu (putusan) MK. Kan sama. Kita dalam posisi yang sama," kata Fredrich.
Terdapat dua pasal dalam UU KPK yang dipermasalahkan Fredrich. Dua Pasal tersebut adalah Pasal 12 dan Pasal 46 Ayat (1) dan (2).
Dalam Pasal 12, KPK dapat memerintahkan instansi terkait untuk melakukan pencegahan ke luar negeri maupun pencekalan. Menurut Freidrich, pasal itu bertentangan dengan putusan MK tentang gugatan Pasal 16 Ayat (1) huruf b UU Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian.
Sementara dalam Pasal 46 yang berkaitan dengan penyidikan, menurut Fredrich, telah bertentangan dan terkesan mengabaikan UUD 1945.
Advertisement