Liputan6.com, Jakarta - Intelijen Indonesia saat ini dituntut mampu beradaptasi terhadap berbagai dinamika dan perkembangan digital. Perang di era digital berlangsung begitu cepat, sunyi, dan senyap.
Jika dulu penyusupan yang dilakukan intelijen ke suatu negara dilakukan melalui jalur darat, di abad informasi seperti saat ini operasi intelijen telah dilakukan melalui dunia siber.
Baca Juga
"Telah muncul berbagai ancaman dalam bentuk dunia baru, seperti cyber war, proxy war, asymmetric wars, cyber terrorism, cyber espionage, dan lain-lain," ujar Ngasiman Djoyonegoro, penulis buku 'Intelijen di Era Digital: Prospek dan Tantangan Membangun Ketahanan Nasional' yang dibedah dan dilaunching di Menara Batavia, Jakarta, Rabu (10/1/2018).
Advertisement
Dalam buku yang ditulisnya, pria yang akrab disapa Simon itu mencatat 205.502.159 serangan siber yang menyerbu pertahanan digital Indonesia sepanjang 2017. Serangan itu antara lain berupa hoax, peretasan terhadap KPU, website pemerintah dan BUMN, hingga serangan ransomware.
"Kita bayangkan, kelompok teroris, perbankan hingga profiling terhadap orang dan perusahaan, melakukan aksinya dengan dukungan digital. Tak hanya itu, penyebaran informasi hoax bernada SARA yang dapat memperpecah bangsa sekarang juga berlangsung melalui perangkat digital," ucap Simon.
Â
10 Besar Pengguna Internet
Serangan siber yang sporadis ini tak lepas dari tingginya pengguna internet di dunia. Indonesia sendiri masuk peringkat 10 besar negara dengan penduduk terbanyak menggunakan internet.
Dalam satu dasawarsa pertama di abad 21, kata Simon, jumlah orang yang terhubung ke internet melesat jauh dari 350 juta pengguna menjadi 2 miliar pengguna. Di waktu yang sama, jumlah pengguna telepon seluler melambung dari 750 juta pengguna mencapai 5 miliar orang. Bahkan diperkirakan sudah mencapai 6 miliar lebih.Â
"Artinya, pada tahun-tahun mendatang, dunia sudah dalam genggaman digital. Siapa yang menguasai digital berarti menguasai dunia," kata dia.
Melihat kondisi tersebut, intelijen sebagai garda terdepan dalam menjaga keutuhan NKRI dituntut sepenuhnya memahami berbagai ancaman melalui dunia baru itu.Â
Peperangan yang dulunya identik dengan senjata, peluru, pembunuhan, pengeboman, dan sebagainya kini telah bergeser seiring dengan perkembangan teknologi. Kini, peperangan telah memiliki model baru yang jauh berbeda dengan peperangan konvensional.
"Karena itu, kehadiran buku ini diharapkan dapat memberikan gambaran jelas kepada insan intelijen Indonesia tentang bagaimana prospek dan tantangan membangun ketahanan nasional di era digital," ucap Simon.Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:Â
Advertisement