Liputan6.com, Bandung - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Bandung menyatakan prediksi adanya potensi tsunami di Pandeglang setinggi 57 Meter hanya bersifat teoritis. Alasannya sampai kini di seluruh dunia, belum ada ilmu serta teknologi yang bisa melakukan prakiraan waktu gempabumi akan terjadi.
Menurut Kepala BMKG Stasiun Bandung Toni Agus Wijaya, teori dari peneliti tsunami pada Balai Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dibenarkan soal adanya potensi gempa dan Tsunami di Pantai Selatan Jawa. Namun waktu dan ketinggian Tsunami yang disebutkan merupakan kemungkinan terburuk berdasarkan model teoritis yang tidak dapat diprediksi.
Baca Juga
"Yang perlu kita lakukan bersama adalah melakukan langkah mitigasi pengurangan resiko gempa dan Tsunami secara bertahap dan dimulai dari yang kecil disekitar kita," kata Toni Agus Wijaya dalam keterangan tertulisnya, Bandung, Rabu, 4 April 2018.
Advertisement
Toni Agus Wijaya mencontohkan mitigasi pengurangan resiko gempa dan Tsunami yang harus dilakukan, seperti menyusun rencana jalur evakuasi saat terjadi gempa yaitu ke tempat terbuka terdekat di halaman yang aman, memeriksa kekuatan bangunan dan menata interior agar benda tidak jatuh saat gempa. Hal itu kata Toni, Indonesia berada dikawasan rentan gempa dan Tsunami.
Agar terbiasa dengan potensi bencana tersebut, satu - satunya solusi dengan melakukan langkah mitigasi pengurangan resiko. Hal itu mencontoh negara lain yang memiliki ancaman bencana gempa tsunami yang lebih besar dari Indonesia.
"Tetapi negara tersebut dapat menjadi sejahtera dan maju dengan langkah mitigasi," ujar Toni.
Â
Edukasi Masyarakat
Serupa dengan BMKG, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM, Sri Hidayati menilai, edukasi mengenai bahaya Tsunami terhadap masyarakat lebih penting. Alasannya untuk mengurangi risiko bencana.
Sampai saat ini PVMBG belum bisa memprediksi secara akurat, kapan, dimana dan besarnya magnitudo gempa bumi yang akan terjadi. Namun hanya bisa melakukan analisis dan mengestimasi potensi bahaya gempa bumi dan tsunami berdasarkan data-data dari berbagai hasil penelitian.
"Seperti halnya dalam berita tersebut, potensi Tsunami diestimasi berdasarkan hasil pemodelan dengan berbagai skenario sumber pembangkit tsunami, termasuk dengan skenario terburuk," ujar Sri Hidayati kepada Liputan6.com.
Hasil pemodelan tersebut jelas Sri Hidayati masih perlu dilakukan verifikasi. Salah satunya dengan kajian paleotsunami atau mengkaji sejarah Tsunami yang pernah terjadi di wilayah Pandeglang.
Sri Hidayati menyebutkan, penelitian lebih detail soal serupa dianggap penting dengan tujuan ujung atau hilir dari semua riset untuk mengurangi risiko terburuk.
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Advertisement