Amnesty International Indonesia Kembali Desak Penghapusan Hukuman Mati

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid meminta pemerintah meninjau kembali dan memoratorium penerapan hukuman mati di Tanah Air.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Apr 2018, 07:13 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2018, 07:13 WIB
amnesty international indonesia hukuman mati
Amnesty International Indonesia meminta pemerintah menghapus hukuman mati. (Merdeka.com/Titin Supriatin)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid meminta pemerintah meninjau kembali dan memoratorium penerapan hukuman mati di Tanah Air. Permintaan ini merujuk pada data global Amnesty International yang menunjukkan angka eksekusi mati menurun drastis. 

Amnesty International mencatat, pada 2017, hanya ada 993 eksekusi mati yang diberlakukan oleh 23 negara di dunia. Turun 4 persen dari 2016 yang berjumlah 1.032 eksekusi. Merosot 39 persen jika dibandingkan pada 2015 yang mencapai 1.634 eksekusi mati.

"Data global itu jadi pengingat pemerintah untuk meninjau ulang hukuman mati. Setidak-tidaknya memoratorium atau tidak lagi mengeksekusi mati warga negara asing atau warga negara sendiri sebagai langkah awal menghapuskan hukuman mati," kata Usman di Kantor Amnesty International Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (12/4/2018).

Selain itu, ada dua kasus lain yang menjadi dasar desakan moratorium hukuman mati oleh Amnesty International Indonesia. Yakni pembatalan vonis mati Yusman Telaumbanua dan temuan Ombudsman RI menyangkut maladministrasi eksekusi Humphrey Jefferson Ejike.

Usman menyebut, pada 31 Januari 2017, Mahkamah Agung (MA) mengubah putusan hukuman mati terhadap Yusman atas kasus pembunuhan. Pembatalan vonis ini dilakukan lantaran Yusman terbukti masih di bawah umur, yakni 16 tahun saat menjalani persidangan pada 2013 silam.

Sementara, temuan pelanggaran administrasi oleh Ombudsman RI bermula saat Kejaksaan Agung mengeksekusi mati Humphrey, seorang warga negara Nigeria yang pada 2016 lalu tengah mengajukan permohonan grasi. Humphrey mendapat hukuman mati karena kasus perdagangan narkoba dan dijatuhi vonis mati pada 2004.

Menurut Usman, berdasarkan pengakuan Humphrey, dia disiksa berulang kali selama diinterogasi. Kemudian diancam akan ditembak jika menolak menandatangani dokumen yang mengharuskan Humphrey 'mengaku' memiliki heroin.

 

Lebih Bijak

Ilustrasi Eksekusi Mati
Ilustrasi Eksekusi Mati (Liputan6.com/Deisy Rika)

Karena itulah, Usman menginginkan pemerintah bersikap bijak dalam menerapkan hukuman mati. Eksekusi mati bukan media pencegah kejahatan yang lebih efektif daripada penjara seumur hidup.

"Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan bahwa jumlah kasus narkoba telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, bahkan ketika pemerintah telah mengambil garis keras dengan mengeksekusi terpidana karena kejahatan narkoba," pungkasnya.

 

Reporter: Titin Supriatin

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya