Liputan6.com, Jakarta Menghadapi era digital, tentu dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan pergerakan teknologi. Untuk mencetak tenaga kerja berdaya saing, sudah sewajarnya perusahaan memiliki lembaga pelatihan kerja sendiri.
Hal tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (PHI dan Jamsos), Ending Khaerudin, saat mewakili Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, memberikan sambutan di acara Tasyakuran Penandatanganan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ke-10 Periode 2018-2020 antara PT. Panasonic Gobel Energy Indonesia dengan SPPECGI-FSPPG, di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (18/4/2018).
"Karena program pelatihan dan pemagangan merupakan program pemerintah untuk mengeliminasi ketidaksesuaian antara lulusan pendidikan formal dengan kebutuhan dunia industri," ujar Ending.
Advertisement
Ia menjelaskan, data badan pusat statistik (BPS) Agustus 2017 menunjukkan bahwa angkatan kerja masih didominasi oleh lulusan SD-SMP. Lulusan usia SD ke bawah sebanyak 50,98 juta orang atau 42,13 persen.
"Lulusan SMP 21,72 juta orang atau 17,95 %, SMA sebanyak 21,13 juta orang atau 17,46 persen, dan SMK sebanyak 12,59 juta orang 10,40 persen," ucap Ending.
Sementara itu, lulusan Diploma 1, 2, dan 3, ada 3,28 juta orang atau 2,71 persen. Lulusan S1 sebanyak 11,32 juta orang atau 9,35 persen dari total jumlah angkatan kerja.
"Peran pemerintah, pengusaha, dan pekerja dibutuhkan untuk menyikapi kondisi tersebut," kata Ending.
Ke depan, imbuhnya, harus diupayakan bersama peningkatan kualitas, kuantitas, maupun penyebaran SDM kompeten. Pelatihan kerja dan magang harus bisa dimaksimalkan sebagai instrumen percepatan peningkatan kompetensi.
Â
Â
(*)