Pemerintah Didesak Usut Tuntas Misteri Kematian Marsinah 25 Tahun Silam

25 Perempuan Pembela Demokrasi mendesak pemerintah mengusut tuntas kasus kematian aktivis buruh Marsinah.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Mei 2018, 07:24 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2018, 07:24 WIB
25 Perempuan Pembela Demokrasi mendesak pemerintah mengusut tuntas kasus kematian aktivis buruh, Marsinah. (Merdeka.com)
25 Perempuan Pembela Demokrasi mendesak pemerintah mengusut tuntas kasus kematian aktivis buruh, Marsinah. (Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta - 25 Perempuan Pembela Demokrasi mendesak pemerintah mengusut tuntas kasus kematian aktivis buruh, Marsinah. Terhitung Mei 2018, kematian tokoh perempuan pejuang hak buruh ini memasuki tahun ke-25.

Pratiwi Febri dari LBH Jakarta, yang ikut tergabung dalam Perempuan Pembela Demokrasi mengatakan, peristiwa Marsinah menjadi salah satu gambaran penegakan hukum dan peradilan di Indonesia yang diwarnai dengan rekayasa dan kepalsuan.

Sebab dalam kasus yang menimpa Marsinah, para pelaku meski sudah dihukum 17 tahun, dalam tingkat kasasi mereka bebas dari segala dakwaan. Padahal fakta-fakta kematian Marsinah sudah terungkap jelas ketika dalam persidangan di pengadilan. Pratiwi menilai kasus Marsinah sama dengan kasus-kasus HAM lainnya, yang enggan diungkap pemerintah.

"Kami mendesak kepada legislatif, eksekutif, yudikatif untuk kembali mengungkap kasus Marsinah dan menemukan siapa pelaku sesungguhnya, dan siapa aktor intelektual pembunuhan Marsinah yang semata-mata bukan hanya pembunuhan saja tapi di balik kematian Marsinah ada perjuangan buruh," ujar Pratiwi di gedung LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (3/5/2018).

Indah Nurmasari dari Kontras mengatakan, momentum ini seharusnya menjadi tahun terakhir Presiden Jokowi menuntaskan janjinya untuk menyelesaikan kasus HAM.

"Saat ini, tahun terakhir bagi pemerintah untuk membuktikan niat baiknya yang selalu digadang-gadang dari awal sekali," ucapnya.

Peringatan 25 Tahun kasus Marsinah akan dilaksanakan dengan aksi di depan Istana Merdeka pada Selasa 8 Mei. 25 Perempuan Pembela Demokrasi menuntut Komnas HAM membuka kembali dan mengusut tuntas kasus Marsinah. Serta, pemerintah juga diminta untuk mengakui peristiwa kematian Marsinah sebagai kasus kejahatan Hak Asasi Manusia.

Adapun 25 perempuan yang tergabung adalah Sumarsih (Penggiat aksi Kamisan), Sukinah (Pejuang Kendeng), Melani Subono (Artis dan Penggiat Demokrasi), Saras Dewi (Penggiat HAM), Dewi Nova (Aktivis), Lita Anggraeni (JALA PRT), Dian Septi (Marsinah FM), Nining Elitos (KASBI), Dina Septi (LIPS), Leni Desinah (Sanggar Anak Harapan), Jumisih (FBLP dan KBPI), Vivi Widyawati (Permpuan Mahardhika), Ellena Ekarahendy (Serikat Sindikasi), Kartika Dewi (KPA), Tiasri Wiandani (SPN PT Panca Prima), Putri Kalua (Jaringan Muda Setara), Pratiwi Febri (LBH Jakarta), Gallyta Bawoel(FBTPI), Mutiara Ika (Permpuan Mahardhika), Luviana (Pekerja Media), Asfinawati (YLBHI), Yati Andriani (KontraS), Suciwati (Penggiat HAM), Khalisah Khalid (Walhi), Puspa Dewi (Solidaritas Perempuan).

 

Peristiwa Pembunuhan Marsinah

Puluhan Buruh Wanita Peringati  "Malam Marah Marsinah"
Para buruh yang tergabung dalam berbagai serikat menggelar aksi memperingati 22 tahun tanpa keadilan "Malam Marah Marsinah" di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Jakarta, Jumat (8/5/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Marsinah merupakan aktivis dan buruh pabrik PT Catur Putra Surya (CPS), di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Dia ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 silam, setelah tiga hari sebelumnya menghilang secara misterius. Kematiannya diduga karena keterlibatannya dalan aksi menuntut hak buruh, mulai dari kenaikan upah, upah lembur, fasilitas kerja dan cuti hamil untuk perempuan.

Marsinah kala itu aktif dalam perencanaan aksi unjuk rasa dan mogok kerja 2 Mei 1993 di Tanggulangin, Sidoarjo. Aksi tersebut dilandasi surat edaran Gubernur Jawa Timur tentang imbauan kepada pengusaha agar meningkatkan kesejahteraan buruh dengan menaikkan gaji hingga 20 persen gaji pokok.

Aksi dimulai pada 3 Mei. Sampai 5 Mei, 15 orang perwakilan karyawan termasuk Marsinah ikut dalam perundingan dengan perusahaan. Namun pada 5 Mei, 13 orang tanpa Marsinah digiring ke Kodim Sidoarjo karena dianggap sebagai penghasut dan dipaksa untuk mengundurkan diri.

Marsinah sempat mendatangi Kodim untuk mencari tahu keberadaan teman-temannya, namun malam itu dia menghilang. Jenazahnya baru ditemukan pada 8 Mei di hutan Dusun Jegong, Desa Wlangan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, dalam keadaan mengenaskan. Hasil otopsi forensik mengungkap alat kelaminnya ditimah panas.

Bos PT CPS, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, staf yang terlibat ikut divonis 12 tahun. Namun, dalam tingkat kasasi di MA, mereka ditetapkan bebas dari segala dakwaan. Dalam pengusutan kasus ini, tim khusus Polda Jatim dan Detasemen Intel Kodam Brawijaya, disebut menuduh dan memaksa bos CPS dan bawahannya mengaku sebagai tersangka. Bahkan, pengacara Yudi Susanto mengatakan ada bentuk rekayasa untuk mengkambinghitamkan pelaku sebagai pembunuh Marsinah.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi 

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya