Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari 152 juta penduduk di Tanah Air merayakan pesta demokrasi Pilkada 2018 pada hari ini, Rabu (27/6/2018). Pilkada kali ini merupakan pilkada serentak gelombang ketiga yang digelar di Indonesia.
Pemerintah pun memutuskan hari pemungutan suara sebagai hari libur nasional untuk memudahkan masyarakat mencoblos. Hal tersebut dikukuhkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2018.
Baca Juga
Meski melibatkan jumlah pemilih yang lebih masif ketimbang Pilkada 2017, yang diikuti 101 daerah, sejumlah pihak optimistis gelaran lima tahunan 2018 yang digelar di 171 daerah berjalan lancar.
Advertisement
Seperti diungkapkan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia optimistis Pilkada Serentak 2018 akan berlangsung lancar. Alasannya, pertama, tidak ada koalisi nasional. Koalisi antar parpol cenderung berbeda-beda dan cair hingga tidak ada poros nasional. Selain itu, adanya pengamanan para aparat kepolisian dan masyarakat dinilai sudah cerdas sehingga tidak terpengaruh dengan kampanye hitam.
Rohaniawan Romo Benny Susetyo juga menilai, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam pelaksanaan Pilkada 2018. Sebab, titik kerawanan tidak sehebat saat Pilkada Jakarta pada 2017.
"Jadi relatif sekarang ini pilkadanya damai, aman, karena kan isu SARA tidak terlalu kencang. Jadi pilkada yang putaran sekarang ini relatif bisa dikendalikan dan tidak banyak membawa energi ya," kata Benny kepada Liputan6.com, Selasa 26 Juni 2018.
Penasihat Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini mengatakan, potensi rusuh itu juga kecil dan 99 persen akan sulit. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhinya. Pertama, melihat situasi politik yang kondusif, kedua sentimen SARA tidak lagi, dan ketiga, antarkandidat sekarang ini lebih cair.
"Semua partai kan masuk ke dalam koalisi. Jadi relatif kalau dalam analisa saya relatif Pilkada yang sekarang ini lebih terkendali," kata dia.
Dia pun mengimbau warga yang sudah memiliki hak suara di pilkada untuk memilih pemimpin dengan rasional. Pilihlah pemimpin yang bisa bekerja, mengetahui tata kelola pemerintahan, mengelola anggaran, dan tahu kebijakan.
"Lah kalau pemimpinnya sama sekali tidak tahu, hanya janji-janji yang sebenarnya kemampuan daerah tidak mampu, tidak bisa terealisasi," kata dia.
Romo Benny mengimbau calon kepala daerah dalam masa tenang ini tidak melakukan politik uang, jangan provokasi, dan harus fair. Apapun, hasil pilkada harus diterima.
"Lebih baik para calon-calon kepala daerah punya jiwa satria dan legawa kalau kalau atau tidak. Karena itu demokrasi. Pendukungnya ya harus sama harus legawa juga. Kalah menang itu suatu bagian dalam proses demokrasi," kata dia.
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, ada lima daerah rawan Pilkada 2018, yaitu Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua. Polri pun telah melakukan antisipasi di wilayah-wilayah yang rawan tersebut.
Dia menyebutkan, ada beberapa kriteria yang sudah ditetapkan sebuah daerah termasuk rawan pilkada, salah satunya ancaman atau gangguan keamanan. "Dan selama ini kita juga lihat fluktuasi situasi daerah baik di media mainstream maupun medsos. Nah ini kita menentukan dari situ," kata dia di Mabes Polri, Selasa (26/6/2018).
Setyo mengatakan, total personel yang dikerahkan Polri untuk Pilkada 2018 mencapai 170 ribu lebih. Pihaknya akan melakukan patroli, penjagaan, dan akan menjamin masyarakat yang mempunyai hak untuk memberikan suaranya.
"Di kotak-kotak suara, kami jamin keamanannya. Kami lakukan upaya-upaya preventif, patroli segala besar, patroli bermotor, patroli tingkat Polsek, Polres maupun Polda," Setyo menandaskan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga memberikan imbauan mengenai Pilkada Serentak 2018. MUI meminta kepada pasangan calon, partai politik, dan tim sukses untuk menjauhkan diri dari praktik politik kotor seperti kampanye hitam, menyebarkan berita bohong (hoax), ujaran kebencian, fitnah, adu domba dan politik uang.
"Kepada tokoh agama dan aparat keamanan diimbau untuk ikut serta membantu menciptakan suasana yang kondusif, aman, damai dan tenang, agar masyarakat dapat menggunakan hak konstitusionalnya dengan pertimbangan yang sehat, jernih dan rasional dan dengan penuh rasa kegembiraan tanpa ada paksaan, intimidasi dan tekanan," ujar Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.
Ma'ruf juga meminta kepada seluruh masyarakat untuk dapat menerima hasil Pilkada tahun 2018 dengan sabar, lapang dada dan tawakkal. Siapa pun yang terpilih adalah putra terbaik bangsa Indonesia.
"Pilkada serentak tahun 2018 tidak boleh menjadi ancaman persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pilihan boleh berbeda tetapi semangat persatuan dan persaudaraan sesama anak bangsa harus tetap terpelihara dan terjaga," kata Rais Aam PBNU ini.
Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko menambahkan, kepada semua pihak agar mengawal jalannya Pilkada Serentak pada 27 Juni 2018. Sebab, pilkada seharusnya menjadikan masyarakat Indonesia semakin dewasa dalam berdemokrasi.
"Jangan sampai, karena Pilkada kita jadi pecah. Supaya tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa," kata Moeldoko di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/6/2018).
*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di liputan6.com.
Saksikan video terkait pilkada berikut ini:
Jangan Golput
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, persiapan Pilkada di 171 daerah pada Rabu 27 Juni 2018 mencapai 100 persen. KPU telah menyelesaikan hal mendetail, seperti daftar pemilih, kesiapan TPS, petugas pemantau, dan distribusi surat suara.
Pilkada serentak tahun ini digelar di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Terdapat 520 calon pasangan yang bertarung, dengan rincian diikuti 55 pasangan pada pilkada provinsi, 344 pasangan pada pilkada bupati, dan 121 pasangan pada pilkada wali kota.
"Kami sudah siap 100 persen, semua sudah sesuai rencana ya," kata Wahyu saat dikonfirmasi via telepon, Selasa (26/6/2018).
KPU pun meminta warga yang sudah memiliki hak pilih tidak golput. Masyarakat diimbau menggunakan hak politiknya untuk memilih calon kepala daerah.
"Jadi kami mengimbau kepada pemilih yang sudah terdaftar, maupun yang belum, untuk datang ke TPS untuk gunakan hak pilih. Kita berkomitmen menjamin suara hak politik pemilih untuk dapat digunakan di Pilkada 2018," jelas Wahyu.
Sementara itu, untuk melihat kesiapan Pilkada 2018, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terjun ke Jawa Tengah. Tjahjo direncanakan akan melakukan pemantauan pelaksanaan Pilkada di Jawa Tengah bersama Ketua Bawaslu RI Abhan.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar saat dikonfirmasi, Selasa (26/8/2018) menuturkan, pemantauan tersebut untuk melihat kesiapan penyelenggara Pemilu, yang dinilai sudah melaksanakan dengan baik.
"Pemerintah yakin penyelenggara pemilu sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, dengan menyiapkan pelaksanaan Pilkada serentak 2018 secara baik," tutur Bahtiar.
Mendagri juga berharap masyarakat bisa menggunakan hak suaranya dengan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Beliau berharap masyarakat berbondong-bondong ke TPS menggunakan hak pilihnya. Gunakan hak pilih secara Luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan Jurdil (jujur dan adil)," pungkas Bahtiar.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga meminta seluruh masyarakat khususnya umat Islam untuk menggunakan hak konstitusionalnya dengan penuh kesadaran, tanggung jawab dan dengan niat yang ikhlas karena semata untuk melaksanakan ibadah.
"Pilkada hakikatnya merupakan ikhtiar untuk memilih pemimpin di daerah yang akan melaksanakan tugas untuk menjaga nilai-nilai agama dan untuk membawa kesejahteraan bagi masyarakat," kata Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa (26/6/2018).
MUI juga meminta setiap warga menghormati dan menghargai perbedaan pilihan dengan sikap rendah hati, toleransi dan saling memuliakan. Harus mendahulukan kepentingan nasional di atas kepentingan kelompok dan golongan.
"Menjunjung tinggi semangat persaudaraan, baik persaudaraan keislaman (ukhuwah Islamiyyah), maupun persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathoniyyah)," kata dia.
Advertisement
Tata Cara Mencoblos
Saat hari H pencoblosan, 27 Juni 2018, KPU memberikan jadwal untuk pemilih dalam tiga kategori. Kategori yang pertama adalah Pemilih Daftar Pemilih Tetap (DPT), yakni pemilih yang sudah dicocokkan dan diteliti (coklit) dan terdata di DPT.
Waktu untuk memilih kategori ini adalah mulai pukul 07.00 sampai dengan 13.00 waktu setempat, dengan syarat menunjukkan e-KTP asli, atau C6 (pemberitahuan memilih).
Jika pemilih Pilkada 2018 membawa C6, tapi tidak membawa e-KTP asli, maka pemilih tetap diterima, dan jika pemilih membawa e-KTP asli atau identitas lain, tetapi tidak membawa C6, maka akan dicocokkan dalam DPT dan boleh mencoblos.
Kategori yang kedua adalah Pemilih Daftar Pemilih Pindahan (DPPH), yaitu pemilih yang sudah mengurus surat numpang memilih atau pindahan (A5) dari luar TPS, tapi masih di daerah pemilihan (provinsi untuk pemilihan gubernur, atau kabupaten atau kota untuk pemilihan bupati atau wali kota).
Syarat untuk kategori DPPH adalah membawa surat menumpang memilih atau pindahan (A5) dan e-KTP asli. Untuk waktu memilih kategori DPPH sama seperti kategori DPT yaitu, pada pukul 07.00 sampai dengan 13.00 waktu setempat.
Kategori terakhir adalah Pemilih Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), yaitu pemilih yang belum tercantum menjadi DPT. Untuk kategori DPTb ini dapat memilih mulai pukul 12.00 sampai dengan pukul 13.00 dengan catatan membawa KTP elektronik asli bagi yang memiliki, atau bisa dengan surat keterangan yang diterbitkan Dinas Dukcapil.
Jadwal pelayanan TPS hanya sampai dengan pukul 13.00 waktu setempat. Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akan KPPS melayani semua pemilih yang sudah masuk ke TPS dan untuk pemilih yang masih diluar dan belum menyerahkan C6 kepada petugas melebihi waktu yang ditentukan, maka KPPS tidak dapat melayani.
Cara Mencoblos
1. Tunjukkan formulir C6-KWK dan e-KTP ke Panitia KPPS di TPS
2. Tunggu di tempat yang telah disediakan hingga nama Anda dipanggil panitia
3. Panitia akan memeriksa jari Anda dan memberikan surat suara
4. Masuk ke bilik suara dan coblos foto calon pilihan Anda cukup satu kali saja
5. Lipat kembali surat suara dan masukan ke dalam kotak suara.
6. Celupkan jari Anda ke tinta ungu yang disediakan panitia, sebagai tanda sudah memilih
PNS dan Aparat Wajib Netral
Dalam perhelatan Pilkada 2018 ini, sejumlah pihak mempertanyakan netralitas aparat keamanan seperti TNI dan Polri . Bermula dari pernyataan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyebut dugaan tak netralnya aparat di pilkada.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun angkat suara. Dia menegaskan, netralitas aparat negara dalam pesta demokrasi bersifat mutlak.
"Netralitas TNI, Polri, BIN itu adalah bersifat mutlak dalam penyelenggaraan Pemilu maupun Pilkada," kata Jokowi usai meninjau Gelora Bung Karno (GBK), Senin 25 Juni 2018.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menambahkan, dia sudah menyampaikan kepada Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Kepala BIN Jenderal Polisi Budi Gunawan, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto agar terus menjaga netralitas dalam pesta demokrasi. Pesan netralitas ini harus diteruskan juga kepada jajaran TNI, Polri, dan BIN.
Jokowi juga mengajak rakyat untuk mengawasi jalannya Pilkada maupun Pemilu mendatang. Jika masyarakat menemukan indikasi ketidaknetralan aparat negara, maka segera melaporkan ke Bawaslu.
Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menegaskan, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sudah menyatakan bahwa seluruh anggota Polri netral. Kalau ada oknum yang tidak netral, maka akan ada hukuman.
"Ini tolong dipahami. Kita yakinkan pada seluruh masyarakat bahwa Polri netral. Itu sudah harga mati," kata Setyo di Mabes Polri, Selasa (26/6/2018)
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal menambahkan, masyarakat dapat langsung melapor ke Divisi Propam Polri jika menemukan oknum polisi yang tak netral.
Laporan bisa dilakukan dengan menghubungi hotline Divisi Propam Polri 021-7218615 atau mengirim email ke divpropam99@gmail.com.
"Sebagai media pengaduan masyarakat apabila menemukan oknum Polri yang tidak netral dalam Pilkada Serentak 2018 ini," ujar Iqbal, Selasa (26/6/2018).
Iqbal juga mengimbau agar laporan sebaiknya dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung. "Sebaiknya disertakan bukti foto atau video," katanya.
Selain masalah aparat keamanan, yang tengah menjadi sorotan adalah netralitas aparatur sipil negara (ASN). Bawaslu menyebut ada sekitar 500 pelanggaran ASN terkait Pilkada 2018. Ketua Bawaslu Abhan mengatakan pelanggaran ASN yang nakal tersebut telah ditindaklanjuti ke ranah hukum.
"Terkait dengan persoalan pelanggaran ASN, ada beberapa dan cukup banyak. Kurang lebih ada sampai 500-an pelanggaran ASN yang sudah kami tindak lanjuti," ujarnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin 25 Juni 2018.
ASN yang terlibat pelanggaran administrasi akan diproses oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Hal ini sesuai mekanisme undang-undang yang sudah mengatur, jika ada pelanggaran administrasi ASN akan ditindaklanjuti oleh KASN.
"Dan KASN saya kira sudah responsif, sudah banyak yang direkomendasi oleh KASN kepada PTK, yaitu di daerah masing-masing. Tinggal eksekutornya ada di PPK masing-masing provinsi," ungkap Abhan.
Sementara itu. Menteri Pembedayaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Asman Abnur mengaku belum menerima laporan terkait pelanggaran netralitas ASN pada penyelenggaraan Pilkada Serentak dari Bawaslu.
"Laporan dari Bawaslu belum ada," kata Asman di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/6/2018).
Meski belum dilaporkan oleh Bawaslu, Asman mengaku tak menutup kemungkinan ada ASN yang telah diproses oleh Bawaslu.
Advertisement