Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya yang juga calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun, didakwa jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima suap dari pengusaha kontraktor sebesar Rp 2,8 miliar. Uang ini awalnya akan digunakan untuk biaya kampanye pencalonan Asrun.
Jaksa KPK, Ali Fikri, membacakan surat dakwaan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (18/7/2018).
Selain Wali Kota Kendari dan ayahnya, dakwaan yang sama ditimpakan kepada mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Fatmawaty Faqih, yang menjadi perantara antara Asrun dan Adriatma dengan kontraktor Hasmun Hamzah. Hasmun Hamzah merupakan pemilik dan Direktur PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) yang sering mendapat proyek dari Pemkot Kendari.
Advertisement
"Terdakwa Adriatma Dwi Putra selaku penyelenggara negara bersama-sama dengan terdakwa Asrun dan Fatmawaty Faqih telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan menerima hadiah yaitu menerima uang sebesar Rp 2,8 miliar dari Hasmun Hamzah selaku Direktur PT Sarana Bangun Nusantara," kata jaksa Ali Fikri.
Adriatma yang baru menjabat sebagai Wali Kota Kendari sejak 2017 ini disebut menyetujui dan memenangkan PT SBN untuk melaksanakan proyek tahun jamak (multiyears) pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendari New Port selama 2018-2020.
Jaksa menyampaikan, Asrun menunjuk Adriatma dan Fatmawaty Faqih sebagai tim pemenangan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun-Hugua. Salah satu tugas mereka ialah mengurusi dan mengumpulkan dana kampanye.
Pertemuan-Pertemuan
Oktober 2017, Hasmun Hamzah menemui Fatmawaty di rumahnya. Pada pertemuan itu dibicarakan proyek yang telah maupun yang akan dikerjakan Hasmun.
Fatmawaty kemudian menyampaikan mahalnya biaya politik yang dibutuhkan Asrun di Pilkada Sulteng. Dia pun meminta bantuan Hasmun.
Pada 23 Januari 2018, Hasmun diumumkan sebagai pemenang lelang paket pekerjaan tahun jamak pembangunan Jalan Bungkukoto-Kendari New Port tahun anggaran 2018-2020 dengan nilai kontrak Rp 60,168 miliar.
Selanjutnya, Adriatma mengundang Hasmun datang ke rumah jabatan wali kota melalui aplikasi Telegram pada 16 Februari 2018. Dia lalu meminta bantuan Hasmun untuk membiayai kampanye ayahnya dan meminta uang Rp 2,8 miliar. Hasmun menyanggupi dan menyerahkan uang tersebut pada 26 Februari 2018.
"Setelah itu Hasmun Hamzah, terdakwa Adriatma Dwi Putra, terdakwa Asrun dan Fatmawaty Faqih ditangkap petugas KPK dan beberapa hari kemudian uang yang diterima terdakwa Adriatma Dwi Putra tersebut diserahkan Ivan Santri Jaya, Kisra Jaya Batari dan Sadam kepada penyidik KPK dalam bungkus kardus coklat dengan tulisan "Paseo", selanjutnya dihitung menggunakan mesin penghitung uang dengan disaksikan Rini Erawati Sila, Hidayat, Wahyu Ade Pratana, Kisra Jaya Batari, Ivan Santri Jaya dan Sadam ternyata jumlah seluruhnya hanya Rp 2.798.300.000," jelas Ali Fikri.
Asrun dan Adriatma didakwa melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Reporter: Hari Ariyanti
Sumber: Merdeka.com
Advertisement