KPU Sebut Belum Terima Undangan Mahkamah Agung soal Gugatan PKPU

KPU berusaha mempertahankan PKPU tersebut bila sewaktu-waktu dipanggil oleh Mahkamah Agung.

oleh Ika Defianti diperbarui 19 Jul 2018, 23:49 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2018, 23:49 WIB
Komisioner KPU Wahyu Setiawan
Komisioner KPU Wahyu Setiawan menjadi narasumber diskusi panel Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia di Jakarta, Jumat (23/2). Diskusi membahas Pilkada Serentak dan Pemilu dengan tema Pemilih Berdaulat, Negara Kuat. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan pihaknya belum mendapatkan surat undangan pemanggilan dari Mahkamah Agung atau MA terkait gugatan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten atau Kota.

"Belum ada (surat pemanggilan mengenai gugatan PKPU nomor 20 tahun 2018)," kata Wahyu di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis 19 Juli 2018.

Dia memastikan KPU berusaha mempertahankan PKPU tersebut bila sewaktu-waktu dipanggil oleh lembaga pimpinan Hatta Ali itu. Oleh karena itu, pihaknya akan mempersiapkan dokumen-dokumen penunjang.

"Jadi tentu saja KPU dalam hal ini posisi akan berupaya agar PKPU itu dipertahankan melalui mekanisme yang ada," jelas Wahyu.

Sebelumnya, sejumlah eks napi korupsi mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. Aturan itu mengatur soal larangan eks napi korupsi nyaleg.Seperti Sarjan Tahir, bakal calon legislatif DPR RI dari Sumatera Selatan; Darmawati Dareho bakal calon legislatif DPRD Manado Sulawesi Utara; Al Amin Nur Nasution, bakal caleg dari Provinsi Jambi; dan Patrice Rio Capella, politikus Nasdem.

Rio menjelaskan gugatan itu diajukan bersama-sama ke Mahkamah Agung (MA) pada Senin 9 Juli 2018.

"Kalau beliau tiga itu memang maju caleg. Yang tidak maju caleg hanya saya. Saya tidak niat maju, tapi saya melawan kesewang-wenangan KPU yang melanggar konstitusi, melanggar hak orang serta menghilangkan hak asasi seseorang untuk memilih dan dipilih," ujar Rio ketika dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa 10 Juli 2018.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya