Korupsi Berjemaah dari Malang

Hingga kini, dari 45 anggota DPRD Kota Malang, sebanyak 41 orang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka.

oleh RinaldoZainul ArifinLizsa Egeham diperbarui 04 Sep 2018, 00:08 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2018, 00:08 WIB
41 Anggota DPRD Kota Malang Ditahan KPK, Kota Malang Pasrah ke Kemendagri
Balai Kota Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 22 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Hingga kini, dari 45 anggota DPRD Kota Malang, sebanyak 41 orang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Lembaga antirasuah itu sebelumnya telah terlebih dahulu menetapkan 19 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka. Dengan demikian, hanya tersisa empat anggota di DPRD Kota Malang, Jawa Timur.

"Hingga saat ini dari total 45 anggota DPRD Kota Malang, sudah ada 41 anggota yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Senin (3/9/2018).

KPK menduga 22 tersangka itu menerima fee masing-masing Rp 12,5 juta hingga Rp 50 juta dari Wali Kota nonaktif Malang Moch Anton. Uang itu disinyalir terkait persetujuan penetapan RAPBD-P Malang tahun 2015.

"Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat, dan barang eletronik bahwa 22 tersangka diduga menerima fee masing-masing antara Rp 12,5 hingga Rp 50 dari Moch Anton," ucap Basaria.

Para anggota DPRD Kota Malang yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut, antara lain, Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, Suparno Hadiwibowo, Imam Ghozali, Mohammad Fadli, Asia Iriani, Indra Tjajyono.

Kemudian Een Ambarsari, Bambang Triyoso, Diana Yanti, Sugiarto, Afdhal Fauza, Syamsul Fajrih, Hadi Susanto, Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono, Choirul Amri, dan Ribut Harianto.

Atas perbuatannya, 22 anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 itu disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Mereka juga dijerat dengan Pasal 12 B UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang telah menjerat 21 tersangka, mulai dari Wali Kota Malang Moch. Anton, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan Jarot Edy Sulistiyoni, dan 19 anggota DPRD Kota Malang lainnya.

Anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 sendiri diisi sejumlah kader partai politik, di antaranya PDIP dengan 11 kursi, PKB dengan 6 kursi, Golkar dan Demokrat dengan 5 kursi, Gerindra dan PAN dengan 4 kursi, Hanura, PKS, dan PPP masing-masing 3 kursi, serta NasDem dengan 1 kursi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Sidang Tak Bisa Digelar

41 Anggota DPRD Kota Malang Ditahan KPK, Kota Malang Pasrah ke Kemendagri
Beberapa anggota DPRD Kota Malang usai diperiksa KPK di Mapolres Malang Kota beberapa saat silam (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Pembangunan di Kota Malang, Jawa Timur, terancam lumpuh setelah penyidik KPK menetapkan 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka kasus korupsi pembahasan APBD-P tahun 2015.

Awalnya, penyidik KPK menyeret 18 anggota DPRD Kota Malang sebagai terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Dalam perkembangannya, KPK menetapkan 22 anggota lainnya sebagai tersangka.

Sebanyak 22 anggota yang baru ditetapkan tersangka tersebut ialah Asia Iriani (PPP), Indra Tjahyono (Demokrat) Choeroel Anwar (Golkar), Moh Fadli (NasDem), Bambang Triyoso (PKS), Een Ambarsari (Gerindra), Erni Farida (PDI-P), Syamsul Fajrih (PPP), Choirul Amri (PKS) Teguh Mulyono (PDI-P), dan Imam Ghozali (Hanura).

Selain itu, ada Suparno (Gerindra), Afdhal Fauza (Hanura), Soni Yudiarto (Demokrat), Ribut Haryanto (Golkar), Teguh Puji Wahyono (Gerindra), Harun Prasojo (PAN), Hadi Susanto (PDI-P), Diana Yanti (PDI-P), Sugiarto (PKS), Arief Hermanto (PDI-P), dan Mulyanto (PKB).

Hasil penetapan KPK tersebut membuat kursi DPRD Kota Malang hanya tersisa lima orang. Kelima orang tersebut yakni Abdurrochman (PKB) selalu wakil ketua dan pimpinan dewan satu-satunya, Subur Triono (PAN), Priyatmoko Oetomo (PDI-P) dan Tutuk Haryani (PDI-P).

Kursi dewan diisi satu lagi anggota dewan hasil PAW dari Yaqud Ananda Gudban yang sudah menjadi terdakwa, yaitu Nirma Cris Desinidya (Hanura).

Wakil Ketua DPRD Kota Malang, Abdurrochman mengatakan akibat kasus ini, sejumlah agenda di DPRD Kota Malang terbengkalai. Salah satunya adalah sidang paripurna LKPJ akhir masa jabatan Wali Kota Malang 2013 - 2018, sidang paripurna pengesahan P-APBD tahun anggaran 2018 dan pembahasan APBD induk tahun anggaran 2019.

Agenda ini sangat penting, karena menyangkut tentang pembangunan Kota Malang pada 2019 nanti. "APBD-P baru saja kemarin dimulai dan belum sampai detil. Ini juga masih nunggu di-Bamus-kan, sudah dijadwalkan, akhirnya ditunda," kata Abdurochman, Senin (3/9/2018).

Ia mengatakan sebenarnya, menurut jadwalnya bulan ini APBD-P tahun anggaran 2018 harusnya sudah bisa disahkan. Pelantikan Wali Kota Malang terpilih yang dijadwalkan pada 22 September 2018 juga terancam gagal karena kasus tersebut.

"Terancam tidak bisa dilantik. Karena tidak kuorum," katanya singkat.

Pemerintahan Terancam Lumpuh

Bus Pariwisata Antar Anggota DPRD Kota Malang ke KPK
Anggota DPRD Kota Malang, Syamsul Fajrih (Peci Hitam) sebelum naik bus untuk memenuhi panggilan KPK (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Langkah KPK menetapkan 22 anggota DPRD Kota Malang, Jawa Timur, sebagai tersangka dugaan suap pembahasan APBD Perubahan 2015 membuat laju pemerintahan terancam lumpuh lantaran hampir semua anggota dewan terjerat kasus itu.

Mereka pun menyusul 19 anggota DPRD Kota Malang yang sudah lebih dulu ditahan komisi antirasuah. Sehingga dari total 45 anggota dewan, ada 41 anggota yang berurusan dengan KPK. Di antara mereka ada yang sudah divonis penjara, jadi terdakwa, maupun masih tersangka.

Ditahannya para wakil rakyat itu menyebabkan roda pemerintahan di Kota Malang sementara ini terhenti. Agenda pembahasan APBD Perubahan 2018, Rancangan APBD 2019 dan pengesahan sejumlah rancangan peraturan daerah tak bisa dilanjutkan.

Sekretaris Daerah Kota Malang, Wasto, mengatakan sudah ada pertemuan antara pemerintah kota dengan Pemprov Jawa Timur dan perwakilan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membahas permasalahan ini.

"Semua kebijakan yang memerlukan keterlibatan fungsi dewan sudah kami inventarisasi. Kami laporkan ke Pemprov dan Kemendagri," kata Wasto usai pertemuan di Balai Kota Malang, Senin (3/9/2018).

Pada Senin sore, ada pertemuan yang melibatkan Wali Kota Malang Sutiaji, Sekda Kota Malang Wasto, Kepala Bagian Pemerintahan Pemprov Jawa Timur Indah Wahyuni serta Refli Fatoni, Kasubdit Regional 2 Direktorat Fasilitasi Pemda dan DPRD Dirjend Otoda Kementerian Dalam Negeri.

"Mereka juga bertanya berapa anggota dewan yang jadi tersangka, terdakwa dan sekarang sisa berapa anggota dewan," ujar Wasto.

Setelah ini akan ada pertemuan lanjutan untuk membahas solusi yang akan ditempuh. Bisa jadi, akan ada keputusan diskresi dalam pengambilan kebijakan di Kota Malang. Sesuai UU nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

"Sekarang kami menunggu lebih lanjut seperti apa langkah yang akan diambil oleh pemprov dan Kemendagri," tutur Wasto.

Di Gedung DPRD Kota Malang saat ini hanya tersisa 5 orang anggota saja. Mereka adalah Subur Triono (PAN), Priyatmoko Oetomo (PDI-P), Tutuk Haryani (PDI-P), Nirma Cris Nindya (Hanura) serta Abdulrahman (PKB).

Abdulrahman baru duduk sebagai anggota dewan lewat pergantian antar waktu (PAW) menggantikan Rasmuji yang meninggal dunia. Sedangkan Nirma Cris menggantikan Ya’qud Ananda Gudban yang mundur saat maju sebagai calon Wali Kota Malang di pilkada 2018 lalu.

"Kami juga menunggu hasil pertemuan antara pemkot dengan Kemendagri, termasuk bagaimana fungsi dewan bisa kembali seperti semula," kata Abdulrahman yang juga Plt Ketua DPRD Kota Malang.

Selain dari legislatif, kasus suap pembahasan APBD-P 2015 Kota Malang ini juga menyeret pejabat Pemkot Malang. Wali Kota Malang periode 2013-2018 Moch Anton divonis 2 tahun penjara dan mantan Kepala Dinas PUPR Djarot Edi S divonis 2 tahun 8 bulan. Seluruh putusan hukum itu dari Pengadilan Tipikor Surabaya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya