Ribuan Guru Honorer di Bogor Demo Tolak CPNS

Massa yang tergabung dalam Persatuan Guru Honorer Kabupaten Bogor membawa serta spanduk, bendera dan poster untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada Bupati Bogor Nurhayanti.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 19 Sep 2018, 16:23 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2018, 16:23 WIB
Achmad Sudarno/Liputan6.com
Guru honoree di Bogor demo menolak pembukaan seleksi CPNS.

Liputan6.com, Bogor -- Ribuan guru honorer berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Bogor, Rabu (19/9/2018). Mereka menolak dibukanya tes CPNS untuk umum.

Mereka menuntut pemerintah memprioritaskan pengangkatan CPNS dari guru honorer yang telah mengabdi puluhan tahun. Massa juga menutut pemerintah mencabut Peraturan Menteri yang membatasi usia calon PNS.

Massa yang tergabung dalam Persatuan Guru Honorer Kabupaten Bogor membawa serta spanduk, bendera dan poster untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada Bupati Bogor Nurhayanti.

Ketua Persatuan Guru Honorer Kabupaten Bogor Halim Sahabudin mengatakan, adanya penerimaan CPNS oleh pemerintah dinilai tidak adil. Sebab, guru honorer yang sudah mengabdi puluhan tahun tidak bisa mengikuti tes CPNS lantaran terbentur usia.

"Padahal banyak honorer yang yang mempunyai kapasitas mumpuni bahkan dibayar dengan upah di bawah UMK," kata Halim.

Ia juga meminta Pemkab Bogor untuk menerbitkan surat keputusan (SK) sebagai payung hukum agar profesi guru honorer tidak disebut ilegal, seperti yang disebut Plt Dinas Pendidikan Kabupaten Garut.

"Sejak pertama kali kami melalukan aksi, sampai sekarang SK itu belum diterbitkan. Selama ini SK yang kami dapatkan hanya dari kepala sekolah," terang Halim.

26 Tahun Jadi Honorer

Sementara itu, Igo Riyanto mengaku sudah menjadi guru honorer selama 26 tahun. Meski puluhan tahun mengajar di SMP Negeri 1 Cigombong, namun statusnya masih honorer.

Setiap bulan, pria berusia 46 tahun ini hanya menerima upah sebesar Rp 700 ribu per bulan. Padahal, dia harus menghidupi istri dan keempat anaknya yang masih mengenyam pendidikan.

"Upah di tiap SMP beda-beda. Kalau saya 1 jam mengajar dibayar Rp 35 ribu. Kalau ngajar 20 jam berarti sekitar Rp 700 ribu," kata dia.

Untuk mendapatkan uang tambahan, terkadang dia ikut bersama rekannya menjadi keybordis di acara hajatan nikahan maupun khitanan.

"Iya kalau sabtu minggu ikut organ tunggal. Itu pun kalau ada job," ujar dia.

Kini, ia dan ribuan rekan seprofesinya hanya berharap adanya perhatian dari pemerintah agar segera mengangkat mereka menjadi PNS agar di hari tuanya mendapat hidup yang layak. 

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya