Basmi Hoaks Pascagempa Palu, BMKG Turun Langsung untuk Sosialisasi

Sosialisasi sudah dimulai sehari setelah gempa, tepatnya 29 September 2018.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Okt 2018, 06:03 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2018, 06:03 WIB
Nanda Perdana Putra/Liputan6.com
Warga Palu mengurus surat keterangan kematian keluarganya yang jadi korban gempa dan tsunami.

Liputan6.com, Jakarta - Gempa bumi dan tsunami yang melanda kota Palu dan sekitarnya pada Jumat 28 September 2018 menelan banyak korban jiwa dan kerugian materiil. Ditambah lagi maraknya hoaks seputar gempa dan tsunami juga menambah keresahan warga di tenda pengungsian. Untuk itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) turut campur tangan membasmi hoaks dan memulihkan trauma korban bencana.

"BMKG segera turun ke tempat-tempat pengungsian melakukan sosialisasi, menenangkan masyarakat agar tidak mempercayai berita prediksi gempa yang bermunculan paska gempa dan tsunami di Kabupaten Donggala, Sigi, dan Palu, 28 September 2018," ujar Kepala Stasiun Geofisika BMKG Palu, Cahyo Nugroho, Kamis (11/9/2018).

Menurut Cahyo, sosialisasi sudah dimulai sehari setelah gempa, tepatnya 29 September 2018. Seminggu setelahnya, petugas BMKG Pusat Jakarta juga datang membantu upaya sosialisasi ini.

Dalam kesempatan tersebut, masyarakat juga diedukasi terkait mitigasi gempa dan tsunami. Mereka diberi pengetahuan dan keterampilan mengenai apa yang harus dilakukan sebelum, sesaat dan sesudah terjadi gempa.

Cahyo menambahkan bahwa hal penting yang perlu diketahui warga pesisir pantai adalah literasi tanggap tsunami. Masyarakat harus tanggap jika merasakan gempa kuat atau berdurasi sekitar lebih dari 1 menit. Gempa tersebut bisa saja berpotensi menimbulkan tsunami. Apabila merasakannya, warga pesisir pantai harus segera berlari menjauhi pantai tanpa menunggu peringatan dini tsunami.

Masyarakat juga harus tanggap dengan peringatan dini tsunami. Bila wilayahnya mendapatkan peringatan dini tsunami, perlu diperhatikan apa status ancaman tsunaminya.

"Ada tiga status ancaman tsunami, yaitu awas (merah), siaga (oranye), dan waspada (kuning)", jelas Cahyo. "Tiga status ancaman tersebut berhubungan dengan rekomendasi arahan evakuasi," lanjutnya.

Penduduk suatu daerah yang terancam awas dan siaga harus melakukan evakuasi. Sementara bila status ancamannya masih dalam level waspada, penduduk cukup menjauhi dan tidak melakukan aktivitas di sekitar pantai.

Hal penting terakhir adalah tanggap evakuasi. Masyarakat daerah pantai harus memahami arti rambu evakuasi tsunami, jalur evakuasi dan tempat evakuasi. Sehingga jika terjadi gempa bumi potensi tsunami, masyarakat tahu persis ke mana harus berlari.

Pendekatan Personal

Kasie Data dan Informasi BMKG Palu Hendrik Leopatik mengatakan BMKG berusaha untuk melakukan pendekatan personal kepada korban gempa dan tsunami dalam kegiatan sosialisasi tersebut.

"BMKG juga memberikan edukasi kepada anak-anak korban melalui metoda joyful learning. Hal ini adalah bagian dari upaya trauma healing bagi para korban yang hingga saat ini masih merasakan ketakutan dan kekawatiran akibat merasakan gempa yang sangat dahsyat," ujar Hendrik.

Hingga saat ini, BMKG telah melakukan sosialisasi di pengungsian Balaroa, Masjid Raya Palu, Komplek Silae, RRI, Kantor Walikota, Masjid Agung, Desa Wani dan Pantoloan Kabupaten Donggala, Desa Jono dan Jono Oge Kabupaten Sigi.

BMKG juga merangkul media siar yakni RRI dan Nebula FM serta lembaga daerah dinas kominfo untuk ikut meneruskan pesan mitigasi gempabumi dan tsunami bagi masyarakat Sulawesi Tengah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya