Liputan6.com, Lombok Bencana gempa bumi di Nusa Tenggara Barat (NTB) rentan meninggalkan dampak psikologis yang cukup mendalam bagi anak-anak. Mereka rentan mengalami rasa sedih dan trauma.
Guna mengetahui hal tersebut secara utuh dan akurat, Menteri Sosial Republik Indonesia, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan bahwa Kementerian Sosial melakukan asesmen cepat perlindungan anak atau child protection rapid assessment kepada anak-anak pascabencana gempa bumi di Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Ini merupakan bagian dari tindak lanjut terhadap Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi di NTB dimana Kemensos memiliki tugas melaksanakan rehabilitasi sosial dan perlindungan sosial," ujarnya, di sela-sela mendampingi Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke NTB dan Sumbawa, Kamis (18/10/2018).
Advertisement
Agus menjelaskan, asesmen cepat perlindungan anak dilakukan di seluruh kabupaten/kota di provinsi NTB pada bulan ini. Kegiatan ini melibatkan Dinas Sosial, Runah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), Satuan Bakti Pekerja Sosial, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), Taruna Siaga Bencana (TAGANA), Organisasi Non Pemerintah di tingkat nasional dan lokal, serta sejumlah pihak lainnya. Hasil penjajakan ini diharapkan tuntas pada akhir November 2018.
"Hasil penjajakan mengenai situasi yang dihadapi anak-anak pasca bencana di provinsi NTB akan menjadi masukan yang berharga dalam rangka penyusunan rencana pemulihan serta rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi," ucapnya.
Selain itu, imbuh Agus, hasil penjajakan juga dapat mendukung penyusunan sistem layanan dan rujukan perlindungan anak.
"Sistem layanan dan rujukan perlindungan anak yang selama ini sudah berjalan di provinsi NTB akan diperkuat dengan hasil penjajakan serta pengalaman lapangan yang telah ada sebelumnya. Mekanisme ini diharapkan dapat menjamin perlindungan bagi anak, mulai dari tingkat dusun, desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi," kata dia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Edi Suharto, mengatakan bahwa sejak gempa Lombok, Kemensos telah melakukan tiga upaya rehabilitasi sosial anak. Tiga upaya ini adalah mendirikan Sekretariat Bersama Anak NTB di PSMP Paramitha Mataram serta mendirikan tempat layanan di Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Barat, Sumbawa Besar, dan Sumbawa Barat.
"Kami juga melakukan layanan bergerak (mobile services) yang hingga 15 Oktober 2018 telah melakukan di 122 titik lokasi dan menjangkau sebanyak 14.782 anak,"ujarnya.
One Day For Children
Di tempat terpisah, Ibu Menteri Sosial, Loemongga Gumiwang Kartasasmita, bersapa dan berbagi keceriaan bersama anak-anak korban gempa NTB. Kegiatan yang diberi nama "One Day For Children" ini dilaksanakan di Lapangan Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara. Sebanyak 1.200 anak-anak korban gempa NTB mengikuti kegiatan ini.
Ibu Menteri yang hadir bersama persatuan Ibu-Ibu Dharma Wanita Persatuan Kementerian Sosial mengajak anak-anak bernyanyi dan menari. Loemongga juga menyerahkan bingkisan untuk anak-anak, meluncurkan maskot Program Kesejahteraan Sosial Anak, dan menyerahkan Tabungan Sosial Anak (TASA).
"Anak-anak adalah masa depan kita, masa depan bangsa Indonesia. Setelah bencana gempa bumi lalu, kehidupan sosial anak-anak berubah. Mereka terpaksa tinggal di pengungsian, sekolah dilakukan di tenda darurat, mereka tak punya mainan dan seragam sekolah karena tertimpa bangunan saat gempa," ucapnya.
Kondisi tersebut, lanjut Loemongga, menimbulkan rasa sedih sekaligus keinginan agar keadaan mereka dapat kembali seperti semula.
"Oleh karena itu, hari ini saya ingin mengajak mereka bermain, bergembira, dan mengembalikan semangat mereka," kata dia.
Selain menghadiri acara One Day For Children, Loemongga juga mengunjungi Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) yang berada di Kota Mataram.
Balai ini sebelumnya bernama Panti Sosial Marsudi Putra Paramitha Mataram yang khusus melayani anak berhadapan dengan hukum (ABH), juga membuka layanan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) untuk anak-anak korban pembuangan bayi, korban kejahatan seksual, korban kekerasan, korban penelantaran, dan korban-korban anak yang memerlukan perlindungan khusus lainnya.
"Kehadiran RPSA ini penting sebagai wujud nyata hadirnya negara dalam perlindungan sosial terhadap anak-anak Indonesia. Di sini mereka dilindungi, dipulihkan kondisi dan hak-haknya, didampingi dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi bagi anak yang memerlukan perlindungan secara khusus sehingga anak dapat tumbuh kembang secara wajar," ujarnya.
(*)