KPK Siap Bidik Teman-Teman Taufik Kurniawan dalam Kasus DAK Kebumen

KPK yakin, ada pihak lain yang juga bermain dalam kasus DAK Kebumen. Sebab, pengurusan anggaran tersebut tak mungkin dilakukan oleh Taufik Kurniawan seorang diri.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Nov 2018, 09:33 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2018, 09:33 WIB
Ekspresi Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan Saat Penuhi Panggilan KPK
Wakil Ketua DPR Bidang Keuangan Taufik Kurniawan (kanan) berbincang saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/11). Taufik akan menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyidik kasus dugaan korupsi patgulipat Dana Alokasi Khusus (DAK), Kabupaten Kebumen tahun anggaran 2016 senilai Rp 100 miliar. Dalam kasus ini, Bupati Kebumen Muhammad Yahya Fuad dan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan jadi tersangka.

KPK yakin, ada pihak lain yang juga bermain dalam kasus tersebut. Sebab, pengurusan anggaran tak mungkin dilakukan oleh Taufik Kurniawan seorang diri.

"Karena proses anggaran pembahasan ini tidak mungkin dilakukan oleh satu orang," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat 2 November 2018.

Sementara Taufik, resmi ditahan kemarin setelah menjalani pemeriksaan selama 9 jam lebih. Saat keluar mengenakan rompi oranye, dia tak berkomentar banyak. Taufik ditahan di rutan cabang KPK di kantor KPK Kavling C-1 Jakarta.

KPK dalam perkara ini menduga bahwa Taufik menerima hadiah sebesar Rp 3,65 miliar dari Bupati Kebumen nonaktif Muhammad Yahya Fuad sebagai fee lima persen pengurusan anggaran DAK untuk kabupaten Kebumen, yang merupakan daerah pemilihan (dapil) Taufik Kurniawan. Dapil Taufik adalah Jawa Tengah VII yang terdiri dari Kebumen, Banjarnegara, dan Purbalingga.

"Satu hal yang ingin saya katakan secanggih-canggihnya rekayasa manusia, rekayasa milik Allah yang paling sempurna. Artinya, saya akan ikuti dan hormati proses hukum di KPK," kata Taufik di Gedung KPK Jakarta.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kronologi

Saat pengesahan APBN Perubahan Tahun 2015, Kabupaten Kebumen mendapat alokasi DAK tambahan Rp 93,37 miliar yang direncanakan digunakan untuk pembangunan jalan dan jembatan di Kebumen.

Dalam surat tuntutan Bupati Kebumen nonaktif Muhamad Yahya Fuad yang sudah divonis selama 4 tahun penjara, pada Senin 22 Oktober 2018 lalu, disebutkan Yahya Fuad pada Juni 2016 ditawari oleh Taufik Kurniawan yang merupakan wakil ketua DPR RI, bahwa ada Dana Alokasi Khusus Perubahan tahun 2016 untuk jalan sebesar Rp 100 miliar.

Taufik mengatakan, "Ini tidak gratis, karena untuk kawan-kawan,". Yahya saat itu tidak langsung menjawab. Sebelum akhirnya menyanggupi fee lima persen tersebut dan kemudian meminta fee tujuh persen pada rekanan di Kebumen.

Pada waktu pertemuan di pendopo pada 2016, Yahya dengan tim pendukungnya yaitu Hojin Ansori, Muji Hartono alias Ebung dan Khayub Muhammad Lutfi, membicarakan mengenai DAK yang belum turun.

Tim pendukung lalu mengusulkan dan mengatakan, 'Diambil saja Pak'. Yahya lalu menyampaikan untuk mendapatkan DAK itu tidak gratis. Namun mereka tetap mengatakan untuk mengambil saja kesempatan itu.

Waketum PAN itu meminta fee sebesar 5 persen atau Rp 5 miliar dari anggaran itu, tapi Yahya membujuk agar dibayar sepertiganya saja dulu yaitu sekitar Rp 1,7 miliar, di mana yang menyiapkan uang tersebut adalah Hojin dan Ebung.

Yahya lalu memerintahkan Hojin ke Hotel Gumaya untuk bertemu dengan utusan Taufik Kurniawan bernama Ato dan memberikan uang yang disebut rintisan DAK sebesar Rp 1,7 miliar, karena saat itu dana belum turun.

Beberapa hari kemudian setelah penyerahan uang sebesar Rp 1,7 miliar, Taufik meminta kekurangan komitmen 'unduhan' pengurusan DAK Tahun 2016 sebesar Rp 1,5 miliar.

Terhadap permintaan Taufik mengenai kekurangan dana unduhan DAK Tahun 2016, kemudian Yahya menghubungi Adi Pandoyo dan Adi meminta tolong ke Khayub Muhammad Lutfi yang kemudian Yahya meminta Khayub untuk menyiapkan dana tersebut.

Khayub M Lutfi lalu memberikan dana Rp 2,5 miliar dan Rp 500 juta untuk dana operasional, sehingga Rp 1,5 miliar oleh Adi Pandoyo diserahkan kepada utusan Taufik di hotel Gumaya.

Sebelum menyerahkan uang tersebut, Yahya berkomunikasi dengan Taufik untuk memberitahukan kamar berapa dan orang yang akan mengambil uang di hotel Gumaya, setelah itu Yahya memberitahukan hal tersebut kepada Adi Pandoyo.

Yahya lalu mengetahui setelah pemeriksaan di KPK bahwa ada uang sebesar Rp 1,48 miliar oleh Hojin untuk dana unduhan DAK termin ketiga sebesar Rp 40 miliar dan melunasi dana unduhan yang diminta Taufik, namun belum sempat diberikan sudah ada Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.

Saat sebelum lelang, dana DAK sebesar Rp 100 miliar dilakukan pembagian yaitu pembagian untuk Hojin Ansori dan Muji Hartono alias Ebung sebesar Rp 30 miliar, untuk Khayub M Lutfi anggaran sebesar Rp 30 miliar, dan untuk orang luar Rp 17 miliar, sisanya masih ada Rp 23 miliar untuk PT Tradha milik Yahya.

Dikutip dari Antara, Yahya juga mengaku pernah dipertemukan dengan orang Departemen Keuangan oleh Taufik Kurniawan.

Disebutkannya, untuk Kabupaten Kebumen saat Yahya dan Khayub merintis, Dana DAK bisa turun sebesar Rp 112 miliar, kemudian untuk DAK Perubahan 2016 yang dirintis melalui Taufik Kurniawan DAK turun sebesar Rp 93 miliar, kemudian pada 2017 DAK yang turun hanya Rp 23 miliar, sedangkan DAK Perubahan 2017 karena tidak ada yang merintis maka tidak ada yang turun atau nihil.

Jalan Berlubang

Dalam dakwaan itu disebutkan bahwa saat Yahya dilantik menjadi Bupati Kebumen kondisi jalan di Kebumen banyak yang berlubang, sampai-sampai di media massa ada julukan buat Kabupaten Kebumen yakni 'Selamat datang di kota Jeglongan Sewu' (seribu lubang).

Karena itulah kemudian Yahya mencari jalan dengan jalan formal ke hampir semua anggota DPR Pusat yang berasal dari Dapil Kebumen. Ia menemui Taufik Abdullah, Romahurmuzy, Utut Adianto, Bambang Soesatyo, Darori Ronodipuro, Amelia dan Taufik Kurniawan untuk dapat membantu pembangunan Kabupaten Kebumen.

Atas perbuatannya tersebut, Taufik Kurniawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Pasal itu memberi hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Reporter : Randy Ferdi Firdaus

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya