Liputan6.com, Jakarta - Plt Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Antonius Ratdomopurbo mengatakan erupsi Gunung Anak Krakatau merupakan tipe strombolian.
"Gunung Anak Krakatau merupakan tipe strombolian yang mengeluarkan pijar api, bukan awan panas besar. Oleh sebab itu potensi Gunung Anak Krakatau menimbulkan tsunami cukup kecil," kata pria yang disapa Purbo yang dilansir dari Antara, Sabtu (5/1/2019).
Sementara itu, erupsi yang baru-baru ini terjadi di Gunung Anak Krakatau merupakan letusan freatik, di mana erupsi terjadi akibat magma menyetuh air.
Advertisement
Pada Jumat 4 Januari kemarin, Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda kembali erupsi, pukul 14.21 WIB. Akibat letusan tersebut menimbulkan kolom abu setinggi kurang lebih 2.000 meter di atas puncak atau sekitar 2.110 meter di atas permukaan laut.
Rentetan Erupsi Gunung Anak Krakatau
Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), kolom abu dari Anak Krakatau mengarah ke utara dan timur laut. Kolom abu teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas tebal. Letusan terekam pada seismogram dengan amplitudo maksimum 14 milimeter dengan durasi kurang lebih 3 menit 7 detik.
Saat itu, suara dentuman letusan juga terdengar di Pos Pengamatan Gunungapi Anak Krakatau PVMBG.
Sebelumnya, pada Jumat pagi, pukul 09.39 WIB, Gunung Anak Krakatau meletus. Kolom abu yang teramati berwarna putih hingga kelabu dengan ketinggian mencapai 1.500 m di atas puncak gunung.
Selama Kamis, gunung itu juga meletus 37 kali, melontarkan lava pijar, abu vulkanik dan pasir. Saat ini Gunung Anak Krakatau berada pada Status Level III (Siaga) dengan rekomendasi masyarakat atau wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius 5 km dari kawah Gunung Anak Krakatau.
Saksikan Video pilihan di bawah ini:
Advertisement