Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap suap yang diterima anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso akan dijadikan serangan fajar pada Pemilihan Umum (Pemilu) 17 April 2019. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 400 ribu amplop disiapkan Bowo untuk serangan fajar.
Amplop-amplop tersebut berisi pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang sudah di siapkan di dalam 84 kardus. Berdasarkan penghitungan sementara, jumlah uang yang ada di amplop tersebut Rp 8 miliar.
Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, amplop-amplop tersebut akan digunakan Bowo Sidik untuk serangan fajar dirinya yang akan kembali mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024.
Advertisement
"Berdasarkan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan (Bowo), amplop tersebut untuk serangan fajar pada pemilihan legislatif (Pileg), tak ada kaitannya dengan Pilpres," ujar Basaria di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (28/3/2019) malam.
Namun ada kejanggalan di balik 400 ribu amplop yang akan dijadikan serangan fajar untuk kepentingan Bowo di Pileg 2019. Bowo Sidik kembali maju sebagai calon legislator Senayan daerah pemilihan Jawa Tengah II.
Kejanggalan makin menguat saat tim Satgas KPK mengambil beberapa amplop dalam kardus dan memperlihatkannya kepada awak media. Terlihat cap jempol berwarna hijau di ujung amplop tersebut.
Kata KPK
Awak media kemudian meminta kepada pihak KPK, dalam hal ini Basaria Panjaitan dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah untuk kembali memperlihatkan amplop-amplop tersebut untuk menegaskan bahwa cap jempol tersebut tidak ada.
"Apa ada cap jempol? Kita pastikan tidak ada," kata Basaria.
Basaria mengatakan hal tersebut setelah berunding terlebih dahulu dengan Febri. Entah apa yang dibahas Basaria dan Febri usai awak media meminta tim Satgas kembali memperlihatkan amplop tersebut.
"Mungkin besok kalau sudah diperlukan, tapi seizin penyidik. Hasil pemeriksaan tim kita, dia katakan uang sama tujuan untuk serangan fajar, itu pengakuan dari dia untuk kepentingan dia karena ingin mencalonkan diri lagi jadi anggota DPR," kata Basaria.
Senada dengan Basaria, Febri pun menolak membuka satu dari ratusan ribu amplop tersebut. Menurut Febri, ada prosedur hukum yang harus dilakukan jika harus membuka meski hanya satu amplop.
"Amplop-amplop di dalam kardus yang ada tadi dalam posisi dilem (perekat). Untuk mengubahnya dibutuhkan berita acara karena ada prosedur mengubah barang bukti. Nanti kalau majelis hakim di persidangan membutuhkan untuk dibuka, maka akan dilakukan," kata Febri.
Advertisement