Jejak Eks Kapolda Metro Sofjan Jacoeb Terbelit Pasal Makar

Laporan kasus dugaan makar terhadap Sofjan Jacoeb semula diterima Bareskrim Mabes Polri. Namun, laporan tersebut dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

oleh Andrie Harianto diperbarui 10 Jun 2019, 18:29 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2019, 18:29 WIB
Borgol
Ilustrasi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan mantan Kapolda Metro Jaya, Komisaris Jenderal Purnawirawan Mohammad Sofjan Jacoeb sebagai tersangka dugaan makar. Status hukum tersebut diberikan usai penyidik memiliki dua alat bukti dan gelar perkara.

"Sudah tersangka, kasusnya pelimpahan dari Bareskrim Polri," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, di Jakarta, Senin (10/6/2019).

Laporan kasus dugaan makar terhadap Sofjan Jacoeb semula diterima Bareskrim Mabes Polri. Namun, laporan tersebut dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

Sofjan Jacoeb merupakan kelahiran Tanjungkarang, Lampung, 31 Mei 1947. Dia mengenyam pendidikan kepolisian di Akabri Kepolisian tahun 1970.

Mei 2001, Sofjan dipromosikan sebagai Kapolda Metro Jaya setelah sebelumnya bertugas sembilan bulan sebagai Kapolda Sulawesi Selatan.

Catatan Liputan6.com, purnawirawan polisi jenderal bintang tiga itu sempat terkejut saat Kepala Polri Jenderal Bimantoro menghubunginya via telepon genggamnya. Kala itu, Kapolri meminta Sofjan menggantikan Irjen Mulyono Sulaeman yang memasuki masa pensiun. Sedianya, Sofjan akan dilantik sebagai Kapolda Metro Jaya pada 30 Juli mendatang.

"Pengangkatan saya tak istimewa," kata Sofjan kala itu merespons soal promosinya tersebut.

Bagi Sofjan, pengangkatan itu adalah sebuah tantangan tugas. Sebagai pusat kegiatan politik dan keamanan, langkah pengamanan di Jakarta tentu lebih kompleks.

Sebulan menjabat, Sofjan langsung menuai polemik dengan Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur. Dia dianggap membangkang atau insubordinasi terhadap presiden. Hingga akhirnya Gus Dur geram dan memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan Agum Gumelar dan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Chaeruddin Ismail untuk menangkapnya.

Tidak hanya Sofjan, perintah penangkapan pun dilayangkan kepada Kapolri saat itu, Jenderal Surojo Bimantoro. Keduanya dinilai telah melakukan tindakan insubordinasi, tidak mematuhi perintah atasan.

"Untuk itu, Presiden perintahkan Menko Polsoskam Agum Gumelar dan Wakapolri untuk mengambil tindakan tegas secara hukum terhadap pelaku-pelaku insubordinasi," kata Juru Bicara Kepresidenan Yahya Cholil Staquf dalam jumpa pers di Bina Graha Jakarta, Kamis 12 Juli 2001.

Presiden Gus Dur menyesalkan pernyataan Kapolda Sofjan yang akan menangkap Presiden dan Wakapolri. Gus Dur juga menyayangkan rapat-rapat yang dihadiri sejumlah jenderal Polri di rumah dinas Bimantoro.

Lantas, apa respons Sofjan kala itu?

"Saya jawab ha ha ha, ketawa aja," kata Sofjan di tempat terpisah.

Bahkan, Sofjan sempat berkelakar dengan beberapa jenderal polisi terkait keputusan presiden kala itu.

"Tolong dibawakan sikat gigi dan ayam goreng, bila saya mendekam di tahanan," kata Sofjan setengah terkekeh, seusai acara penutupan sekolah calon bintara (Secaba) di Sekolah Kepolisian Negara Lido, Sukabumi, Jawa Barat.

Menurut Sofjan, dia siap menghadapi tindakan tersebut asalkan semuanya sesuai prosedur hukum. "Silakan saja. Dengan senang hati saya ingin bekerja sama," kata Sofjan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Bintang Tiga Sofjan Jacoeb

Ilustrasi borgol
Ilustrasi borgol (Abdillah/Liputan6.com)

Meski didera polemik, Desember 2001 Sofjan dinaikan pangkatnya menjadi jenderal bintang tiga atau Komisaris Jenderal. Namun, dia tidak masuk dalam struktur pejabat kepolisian, tetapi menjadi Inspektur Utama Lembaga Ketahanan Nasional. Sedangkan jabatan yang ditinggal Sofjan diserahkahterimakan kepada Wakil Kapolda Metro Jaya Brigjen Makbul Padmanagara.

Menurut Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar, kenaikan pangkat sekaligus kepindahan Sofjan adalah hadiah atas keberhasilan menangkap Tommy Soeharto. Kapolri juga memastikan mutasi itu bukan sebagai misi pembersihan angkatan tahun 70-an di tubuh perwira tinggi Polri. Menurut dia, penempatan itu semata-mata terkait dengan posisi lowong orang ketiga di Lemhannas.

Tindak tanduk Sofjan Jacoeb yang kerap menuai polemik tidak berhenti di situ. 2011, nama tersebut kembali menjadi buah bibir, namun bukan karena perkara politik tapi karena perkara mengumbar tembakan senjata api di muka umum, Desember 2011.

Perkara itu bermula kala Sofjan mengancam petugas keamanan perumahaan Taman Resor Mediterania, Jakarta Utara, Sugeng, dengan pistolnya. Tidak terima, petugas tersebut melaporkan aksi koboi Sofjan ke kepolisian. 

Langkah tersebut berbalas oleh Sofjan yang juga melaporkan Sugeng ke kepolisian karena telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan karena melarang tamu masuk ke dalam gedung olahraga di dalam kompleks. Kejadian itu dilaporkan ke Polsek Penjaringan, Jakarta Utara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya