Perdebatan soal Kerusuhan 22 Mei Mencuat di Rapat Paripurna RAPBN

Dalam rapat RAPBN 2020 itu diwarnai interupsi soal pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Kerusuhan 22 Mei.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jun 2019, 08:30 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2019, 08:30 WIB
sidang paripurna
Rapat paripurna DPR masa persidangan IV tahun sidang 2016-2017, Rabu (15/3/2017). (Liputan6.com/Taufiqurrohman)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat paripurna pada Selasa, (11/6/2019). Rapat itu untuk membahas tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi atas Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) RAPBN Tahun 2020. Namun, dalam rapat itu diwarnai interupsi soal pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Kerusuhan 22 Mei.

"Kami usul bentuk Pansus Kerusuhan 22 Mei, anggota keluarga mengalami kebuntuan proses hukum serta mereka yang mengalami akses hukum dan informasi," kata Anggota Fraksi PKS Aboe Bakar Al-Habsyi, Selasa (11/6/2019).

Anggota Fraksi PKS yang lainnya, Refrizal menilai pansus ini perlu dibentuk. Dia pun menegaskan pembentukan pansus tersebut juga tidak bertentangan dengan Undang-Undang.

"Saya sampaikan kita harus memperjelas, baik itu melalui angket atau interpelasi, dan hak itu tidak melanggar Undang-Undang. Ini adalah UU MD3. DPR punya hak untuk itu. Saya ingin hak ini digunakan sehingga rakyat tahu peristiwa tanggal 21-22 (Mei) ini berapa orang yang dibunuh. Jangan mengentengkan nyawa manusia," ujar Refrizal.

Sedangkan dari Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun tidak sependapat dengan usulan tersebut. Dia menyarankan kasus itu diserahkan sepenuhnya pada pemerintah.

"Pandangan saya kurang tepat, kita berikan kepercayaan kepada pemerintah secara sungguh-sungguh, masyarakat bisa menilai, media juga bisa mengungkap, apa yang terjadi di balik semua ini," ungkapnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Serahkan ke Polisi

Politikus PDIP, Arteria Dahlan juga mengatakan hal yang sama. Menurut dia, selama ini polisi tengah menangani kerusuhan dan sudah melakukan tugasnya dengan baik.

"Kami melihat yang dilakukan aparat kepolisian yang dilakukan TNI, polisinya rakyat, TNI adalah tentara rakyat, yang dilakukan kemarin sekadar melindungi eksistensi negara melindungi segenal tupah darah Indonesia, melindungi bawaslu melindungi KPU. Polisi diberikan bom molotov, rumah polisi dibakar, itu simbol negara," ucap Arteria.

Reporter: Sania Mashabi

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya