BNP2TKI Telah Menempatkan Sebanyak 1.598.522 PMI Sejak Tahun 2014

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid mengungkapkan bahwa BNP2TKI telah menempatkan sebanyak 1.598.522 Pekerja Migran Indonesia (PMI) sejak tahun 2014 hingga 31 Mei 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jul 2019, 21:27 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2019, 21:27 WIB
BNP2TKI Telah Menempatkan Sebanyak 1.598.522 PMI Sejak Tahun 2014
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid mengungkapkan bahwa BNP2TKI telah menempatkan sebanyak 1.598.522 Pekerja Migran Indonesia (PMI) sejak tahun 2014 hingga 31 Mei 2019.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid mengungkapkan bahwa BNP2TKI telah menempatkan sebanyak 1.598.522 (satu juta lima ratus sembilan puluh delapan ribu lima ratus dua puluh dua) Pekerja Migran Indonesia (PMI) sejak tahun 2014 hingga 31 Mei 2019.

“Jumlah penempatan PMI sektor formal mencapai 836.329 PMI atau 52,32 persen, sedangkan informal sebanyak 762.193 atau 47,68 persen,” demikian diungkapkan Nusron Wahid pada saat pembahasan rapat dengar pendapat (RDP) BNP2TKI dengan Komisi IX DPR-RI (08/07/19).

Diungkapkan Nusron Wahid, bahwa trend penempatan PMI ke luar negeri terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan penghentian penempatan PMI pada pengguna perseorangan ke kawasan Timur Tengah yang diberlakukan pemerintah melalui Peraturan Menteri Nomor 260/2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan.

Juga mengenai tren pengaduan yang semakin lama semakin menurun. RDP yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IX, Saleh Partaonan Daulay, didampingi Ichsan Firdaus bersama anggota Komisi IX lainnya menanggapiapa yang disampaikan Kepala BNP2TKI.

Dalam RDP dengan agenda Penyempurnaan Alokasi Anggaran tersebut, disimpulkan bahwa Komisi IX DPR RI menyetujui pagu indikatif BNP2TKI tahun Anggaran 2020. Nusron Wahid juga mengungkapkan permintaan tenaga kerja oleh Jepang untuk tiga tahun ke depan, yaitu dari 2019 hingga 2022, adalah sebanyak 350.000 di 14 sektor.

Untuk sektor kesehatan ada sekitar 60.000, dan Indonesia bersaing dengan negara-negara lain untuk memenuhinya.

“Saya yakin PMI kita bisa menang, namun untuk itu dibutuhkan kemampuan bahasa Jepang yang baik. Diperlukan koordinasi dengan Kemenkes dan Kemnaker, karena termasuk tupoksi kementerian tersebut,” jelas Nusron.

 

(*)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya