Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) tahun 2007-2012 Hadinoto Soedigno tersangka kasus dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.
"KPK melakukan penyidikan dengan menetapkan tersangka HDS (Hadinoto Soedigno), Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2007-2012," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (7/8/2019).
Penetapan ini merupakan pengembangan kasus yang lebih dahulu menjerat mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo yang juga pendiri PT Mugi Rekso Abadi.
Advertisement
Syarif mengatakan, Hadinoto diduga menerima suap bersama Emirsyah Satar dari Soetikno. Hadinoto menerima suap dari Soetikno Soedarjo sebesar USD 2.3 juta dan EUR 477.
"Suap diberikan Hadinoto melalui rekening Hadinoto di Singapura," kata Syarif.
Atas perbuatannya, Hadinoto disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
KPK Jerat Emirsyah
Selain menetapkan Hadinoto sebagai tersangka suap, KPK juga menjerat Emirsyah dan Soetikno tersangka TPPU. Emirsyah dan Soetikno diduga tidak hanya menerima suap dari perusahaan Rolls-Royce, akan tetapi juga berasal dari pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.
Syarif mengatakan, untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008 hingga 2013 dengan nilai miliaran USD.
Yakni kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce, kemudian kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.
Kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Syarif mengatakan, selaku konsultan bisnis dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Seotikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
"Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan SS dalam membantu tercapainya kontrak antara PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut," kata Syarif.
Menerima uang dari empat pabrikan itu, Soetikno kemudian memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada ESA dan Hadinoto selaku Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2007-2012.
"Pemberian sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan," kata Syarif.
Syarif merinci pemberian suap dari Soetikno yang diterima Emirsyah Satar dan Hadinoto. Soetikno memberi Rp 5.79 miliar kepada Emirsyah untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, USD 680 ribu dan EUR 1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan SGD 1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.
Sedangkan untuk Hadinoto, Soetikno memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.
Advertisement