Ragam Tanggapan Pro dan Kontra Pin Emas DPRD DKI Jakarta

Dari anggota dewan yang terpilih, ada yang setuju atau pun dengan rencana pembuatan serta pembagian pin emas DPRD DKI Jakarta.

oleh Devira PrastiwiLiputan6.com diperbarui 23 Agu 2019, 14:28 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2019, 14:28 WIB
Banner Infografis Heboh Pin Emas Wakil Rakyat Jakarta
Banner Infografis Heboh Pin Emas Wakil Rakyat Jakarta. (Liputan6.com/Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 106 anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 bakal dilantik pada 26 Agustus mendatang. Para wakil rakyat itu bakal mendapat pakaian dinas berikut atribut yang di antaranya berupa pin emas.

Ada dua pin emas yang akan dibagikan kepada setiap anggota DPRD DKI Jakarta. Masing-masing seberat lima dan tujuh gram dengan kadar emas 22 karat. Total anggaran yang dibutuhkan adalah Rp 1.332.351.130.

Rencana pembagian pin emas ini pun sudah mulai ramai diperbincangkan. Dari anggota dewan yang terpilih, ada yang setuju atau pun dengan rencana tersebut.

Salah satunya adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menolak pembagian pin emas. PSI menilai, anggaran tersebut merupakan suatu pemborosan.

"Kami menolak adanya penganggaran dan kami nanti secara teknis terutama saya siap mengembalikan pin emas tersebut," jelas Anggota DPRD DKI Jakarta terpilih dari PSI, August Hamonangan.

Berikut ragam tanggapan pro dan kontra tentang rencana pembagian pin emas kepada anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

PSI Menolak

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie. (psi.id)
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie. (psi.id)

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menolak anggaran pin emas ini yang dinilai terlalu besar. Padahal, masih banyak kebutuhan prioritas warga DKI Jakarta yang harus jadi perhatian.

"Kami menolak adanya penganggaran dan kami nanti secara teknis terutama saya siap mengembalikan pin emas tersebut," jelas Anggota DPRD DKI Jakarta terpilih dari PSI, August Hamonangan saat dihubungi.

"Itu bukan sebagai bentuk yang layak kami terima. Selain masih banyak warga DKI yang belum mendapatkan kesejahteraan sebagaimana layaknya. Kami juga harus menunjukkan dulu gimana kinerja kami dan emas bukanlah suatu bentuk penghargaan kepada kami. Kami perlu prestasi emas. Jadi bukan pinnya yang emas," lanjutnya.

August mengatakan, di tata tertib anggota DPRD, pin tersebut memang berfungsi sebagai tanda pengenal. Namun menurutnya, pin tak harus terbuat dari emas, tapi ada bahan lain seperti kuningan yang harganya lebih murah.

"Alangkah baiknya menurut kami tidak dibuat dari emas karena itu sama dengan pemborosan, sama dengan kita menunjukkan sesuatu yang berlebihan, yang mewah tapi ternyata warga DKI belum mendapatkan pelayanan sebagaimana layaknya," tuturnya.

Selain itu, menurut Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI DKI Jakarta, ada persoalan yang lebih substantif dibandingkan pemberian pin emas kepada para anggota legislatif.

"Pengadaan pin emas untuk anggota legislatif tidak berpengaruh secara substantif kepada kinerja DPRD ke depan. Anggaran yang ada lebih baik digunakan ke arah yang bermanfaat, seperti peningkatan program pelayanan masyarakat," ujar anggota DPRD Terpilih PSI, Idris Ahmad.

Menurut Idris, tidak ada aturan yang mewajibkan pembuatan pin yang menjadi simbol keanggotaan legislatif harus berbahan dasar emas.

"Bila fungsinya sebatas simbol, bahan kuningan tembaga atau lainnya yang lebih murah bisa menjadi alternatif selain emas. Di Medan, Magetan, dan Ponorogo saja sudah mulai mengganti pin emas jadi berbahan kuningan. Berarti tidak wajib kan?" kata Idris.

 

Pro dan Kontra PDIP

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Caleg terpilih dari PDIP Imah Mahdiah menyuarakan hal yang sama seperti PSI. Hanya, jika memang pin emas tersebut tidak bisa dikembalikan, dia akan menyimpannya.

"Saya lihat dulu peraturannya, apakah bisa jadi hak milik atau tidak. Kalau jadi hak milik, saya akan sumbangkan ke Jangkau-nya Pak Ahok," ucap Imah.

Ke depan, pihaknya akan mendorong peraturan penggunaan pin emas sebagai bentuk penghargaan anggota DPRD cukup dengan menggunakan bahan yang lebih murah saja, misalnya berbahan kuningan.

"Kuningan harganya jauh lebih murah," jelasnya.

Hal berbeda dinyatakan Ketua Fraksi PDIP DKI Jakarta Gembong Warsono. Menurutnya, Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta tak bermasalah dengan anggaran pembelian pin emas untuk 106 anggota DPRD DKI terpilih periode 2019-2024.

"Tapi pertanyaannya, apakah ini hal yang berlebihan? Ini sepertinya tidak juga berlebihan karena ini hal yang biasa. Setiap pelantikan anggota baru memang akan mendapatkan dua pin itu. Dari zaman dulu seperti itu," kata Gembong.

Gembong mengatakan, pengadaan pin telah berlangsung sejak sebelum pemilu demokratis dilaksanakan pada 1999. Dan sejak dulu anggota dewan mendapatkan pin yang berbahan emas.

Dia mengatakan, pin akan diberikan kepada semua anggota dewan terpilih tanpa terkecuali walaupun ada anggota dewan petahana yang terpilih kembali dan telah mendapatkan pin pada periode sebelumnya.

"Sama semua. 106 jumlahnya sama, dapatnya sama. Dia enggak bicara incumbent atau baru, tidak. Semua anggota terpilih berdasarkan hasil pemilu mendapatkan dua pin," ujarnya.

Jika ada fraksi yang menolak menerima pin, Gembong mengatakan tak masalah. Itu menjadi hak setiap fraksi.

"Kalau fraksi lain enggak setuju itu ya monggo saja. Saya kira kalau dikatakan berlebihan enggak terlalu berlebihan lah. Dibandingkan dengan alokasi anggaran kita DKI Jakarta sekian puluh triliun saya kira dua pin itu tidak terlalu berlebihan," kata dia.

 

Kata Demokrat

Yusron Fahmi/Liputan6.com
Anggota DPRD DKI Fraksi Demokrat Mujiyono.

Bukan penolakan yang diucapkan justru Mujiyono, anggota DPRD terpilih dari Partai Demokrat. Ia menyatakan penolakan pin emas sebagai aksi yang lebay dan norak.

"Itu pencitraan yang lebay dan norak. Pin emas itu kan hanya simbol," ujarnya kepada Liputan6.com.

Mujiono menyatakan, pin emas yang diberikan kepada anggota DPRD terpilih nantinya, hanya simbol semata. Emas, menurut Mujiyono adalah simbol sukses setelah melalui proses perjuangan panjang di pileg. Terlebih, hal ini sudah ada aturan dan lazim dilakukan pada anggota DPRD periode sebelumnya.

"Jangan dilihat dari nilai yang dikeluarkan. Jelas tidak sebanding dengan yang kita keluarkan selama masa kampanye di pileg," ujarnya.

Mujiyono yang juga anggota DPRD DKI terpilih 2019-2024 ini menyatakan, pin emas yang diberikan nanti adalah dua buah dengan masing-masing beratnya 2 dan 5 gram dengan kualitas emas 22 karat.

"Itu kalau dirupiahkan hanya Rp 7 jutaan. Rp 7 juta untuk lima tahun pemakaian apa bisa itu dibilang pemborosan?. Kalau mau kritis mbok ya yang cermat. Banyak tuh hal lain yang memang benar-benar pemborosan. Silakan nanti dikritisi jika sudah masuk," ujarnya Mujiyono.

Lebih jauh menegaskan, membicarakan pin emas bukan hal krusial saat ini. Menurutnya, yang terpenting adalah bagaimana sebagai anggota dewan nantinya bisa berkontribusi dan keberadaannya bisa dirasakan masyarakat secara langsung.

"Prestasi, kerja. Itu yang utama. Jangan cuma sibuk urusin yang remeh kaya gitu," tegasnya.

 

Sindiran Partai Gerindra

20150817-Bersama Ribuan Kader KMP, Prabowo Subianto Laksanakan Upacara HUT RI ke-70-Bogor
Ketum Partai Gerindra, Prabowo Subianto melakukan pengecekan peserta upacara pengibaran bendera HUT RI ke-70 di Lapangan Nusantara Polo Club, Bogor, Jawa Barat, Senin (17/8/2015). Ribuan kader dari seluruh nusantara hadir.(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Delapan kader PSI yang berhasil lolos ke DPRD DKI Jakarta juga akan menolak pin emas tersebut. Menanggapi hal itu, Fraksi Partai Gerindra meminta agar para kader partai PSI banyak baca khususnya terkait aturan.

"Banyak baca dulu lah, baca aturan, banyak belajar dulu daripada sekarang koar-koar begitu, di dalam malu nanti langgar-langgar aturan," jelas Wakil Ketua DPRD yang juga dari Fraksi Partai Gerindra, M Taufik.

Pengadaan pin untuk anggota dewan, lanjut Taufik, ada aturannya. Hal itu juga telah berlangsung lama dan bukan hal yang aneh. Pin tersebut juga bukan atas permintaan anggota dewan.

"Enggak aneh. Itu biasa. Itu kan lima tahun pakainya," ujarnya.

Pengadaan pin untuk anggota dewan, lanjut Taufik, ada aturannya. Hal itu juga telah berlangsung lama dan bukan hal yang aneh. Pin tersebut juga bukan atas permintaan anggota dewan.

"Enggak aneh. Itu biasa. Itu kan lima tahun pakainya," ujarnya.

Terpisah, Ketua Fraksi Partai Gerindra DKI Jakarta Abdul Ghoni menyatakan, permasalahan pin emas untuk anggota DPRD yang baru tidak krusial untuk jadi polemik.

"Kalau PSI tidak mau, ya sudah kembalikan. Kalau mau sekalian jangan nanggung, tolak juga yang lain-lainnya. Gaji, tunjangan-tunjangan yang lain. Kalau mau pencitraan harus total," ujarnya.

Ghoni menyatakan, pemberian pin emas sudah sesuai aturan Permendagri yang tertuang dalam turunan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.

"Pin itu simbol lembaga, bukan untuk gaya-gayaan," tukasnya.

Dia mengaku tak masalah jika pin tersebut tak terbuat dari emas. Esensi pin tersebut adalah pada lambang sebagai bentuk representasi lembaga.

"Tak masalah kalau diganti kuningan. Tapi jangan ini dijadikan alasan pemborosan. Sudah ada aturan mainnya dan jelas," ungkapnya.

Berdasar pengalamannya, pin yang dipakai anggota DPRD DKI sangat berguna sebagai identitas saat kunjungan, terlebih waktu kunjungan ke luar negeri.

"Pengalaman saya waktu dinas ke luar negeri seperti Jepang, Korea atau Malaysia, mereka sangat menyukai pin yang kita kenakan. Bahkan banyak yang meminta untuk cinderamata," jelasnya.

 

Sekwan DPRD Tak Masalah

Sandiaga Uno Mengundurkan Diri di Hadapan DPRD DKI Jakarta
Suasana rapat paripurna pengunduran diri Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (27/8). ).(merdeka/ Iqbal S. Nugroho)

Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD DKI Jakarta, M Yuliadi, tidak mempermasalahkan apabila ada fraksi atau anggota di DPRD yang menolak pin emas untuk anggota dewan. Termasuk PSI Jakarta yabg sudah menegaskan menolak pin emas untuk anggota dewan.

Yuliadi menyatakan, pihaknya akan menyimpan pin emas tersebut untuk sewaktu-waktu ada pergantian anggota DPRD DKI Jakarta.

"Eggak masalah, nanti kita simpan. Sewaktu ada PAW (pergantian antara waktu) anggota dewan kita enggak perlu bikin lagi. Persiapan kalau ada PAW, kan kita simpan," kata Yuliadi ketika dihubungi, Rabu (21/8/2019).

Terkait rencana PSI yang akan membuat pin sendiri, Yuliadi mengatakan tidak ada larangan hal tersebut.

"Yang penting harus koordinasi dengan kita bentuknya, jangan sampai salah," ucap Yuliadi.

Yuliadi mengklaim, pembuatan replika pin emas anggota dewan tak mudah dijumpai. Berbeda halnya dengan dengan pin anggota Korpri PNS.

"Pin itu (emas) enggak ada yang bikin. Nggak kayak pin Korpri, di pinggir jalan juga banyak di toko-toko," kata dia.

 

Tanggapan Mendagri

Mendagri Tjahjo Kumolo
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendatangi Gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/8/2019). Kedatangannya untuk rapat lintas kementerian dan lembaga membahas pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk perbaikan basis data pemberian bantuan sosial (Bansos). (merdeka/com/Dwi Narwoko)

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pengadaan atribut anggota DPRD seperti pin emas memang menjadi hak setiap pemerintah kota.

Namun demikian, dia meminta jangan terlalu dipaksakan dan harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan.

"Kalau soal pin itu masing-masing daerah disesuaikan saja lah sama kemampuan daerah. Jangan dipaksakan lah, apa sih pin kalau sekedar kenang-kenangan apa perlu emas, tidak wajib lah," ujar Tjahjo Kumolo di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta.

Tjahjo melanjutkan, sejauh ini tidak ada aturan dari pemerintah pusat yang melarang daerah mengalokasikan uang untuk pengadaan atribut tertentu. Pihaknya juga belum berencana memanggil DPRD DKI untuk meminta penjelasan pengadaan pin emas.

"Tidak ada, masing-masing daerah saja mampunya gimana, kalau dianggap dri sisi keuangan belum bisa dianggarkan, saya rasa tidak perlu wajib lah. (Bakal panggil DPRD DKI?) tidak perlu lah itu mah interen saja," tandasnya.

 

(Jagat Alfath Nusantara)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya