Liputan6.com, Jakarta - Teka-teki di mana lokasi ibu kota baru RI akhirnya terjawab. Presiden Jokowi mengumumkan langsung bahwa ibu kota pindah ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutainegara Provinsi Kalimantan Timur.
"Pemerintah telah melakukan kajian-kajian negara lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah sebagian di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur," kata Jokowi di Istana, Senin (26/8/2019).
Jokowi mengaku punya sejumlah alasan mengapa ibu kota dipindah ke kedua wilayah tersebut.
Advertisement
Pertama, dua lokasi tersebut memiliki risiko bencana minimal. Baik banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi, dan longsor.
"Kedua, lokasinya strategis berada di tengah-tengah Indonesia," jelasnya.
Ketiga, dekat dengan wilayah kota yang berkembang, yaitu Balikpapan dan Samarinda. Dan terakhir, infrastruktur di daerah tersebut lengkap. "Di sana juga telah tersedia lahan pemerintah 158 ribu hektare," kata Jokowi.
Jokowi menyatakan, pemindahan ibu kota sudah lama menjadi isu yang ramai dibicarakan. bahkan sejak era presiden pertama, Sukarno, wacana pemindahan sudah mengemuka.
"Sebagai bangsa yang besar, 74 tahun merdeka, Indonesia belum pernah merancang sendiri ibu kotanya," tambahnya.
Jokowi juga membeberkan alasan kenapa harus meninggalkan Jakarta sebagai ibu kota. Pertama, beban Jakarta saat ini sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, keuangan, perdagangan, dan pusat jasa.
"Bandara dan pelabuhan terbesar di Indonesia ada di sini," ungkapnya.
Kedua, beban Pulau Jawa semakin berat dengan penduduk sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia dan 58 persen PDB di Jawa.
"Beban ini akan semakin berat jika (ibu kota) dipindah ke Jawa," jelasnya.
Jokowi mengaku, pemindahan ibu kota, perlu dana kurang lebih Rp 466 triliun. "Nantinya 19 persen APBN dengan skema kerja sama aset dengan DKI," jelasnya.
Butuh 4 Tahun
Menteri Perencanaan Pembanguan (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, usai diumumkan oleh presiden, Bappenas akan segera menyiapkan dokumen terkait pembangunan dan pemindahan ibu kota.
"Kami akan siapkan naskah akademis untuk RUU ibu kota tersebut," ujar dia di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Kemudian, pada tahun depan akan langsung masuk fase persiapan sampai finalisasi dokumen yang diperlukan seperti masterplan, building design, sampai dasar UU. Pemerintah juga bersiap, mulai dari penyiapan lahan, pembangunan infrastruktur yang akan dimulai pada akhir 2020.
"Itu sudah mulai konstruksi paling lambat akhir 2020. Sudah dimulai proses pembangunannya," ungkap dia. Bambang memastikan paling lambat pada 2024 ibu kota sudah dipindahkan.
Bambang melanjutkan ibu kota baru bakal memerlukan lahan kurang lebih 180 ribu hektare. Namun untuk keperluannya awal lahan yang diperlukan baru 40 ribu hektare.
"Sebagian besar lahan lahan dipegang oleh pemerintah. Ada pihak ketiga yang sedang membangun, tetapi pemerintah ada hak menarik sesuai kebutuhan," jelas dia. Penguasaan sebagian besar lahan oleh pemerintah ini bisa meminimalisasi ganti rugi.
Hal senada diungkapkan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional Sofyan Djalil. Menurutnya, tanah di Kalimantan Timur sudah banyak yang dikuasai pemerintah. Kementarian yang Sofyan pimpin pun siap mengambil langkah khusus mencegah spekulan.
"Begitu nanti penetapan lokasi dilakukan maka kita akan lakukan land pricing supaya jangan jadi spekulasi tanah di tempat ibu kota baru tersebut," ujar Sofyan.
Proses pemindahan ibu kota pun dijamin tak mengalami kendala dari segi pertanahan. Meski demikian, pembebasan lahan tetap harus dilakukan untuk menunjang konektivitas. Pasalnya, lokasi ibu kota baru dekat dengan Samarinda dan Balikpapan.
"Jadi pekerjaan tanah relatif lebh mudah, walaupun nanti untuk konektivitas lain-lain perlu pembebasan lahan sesuai UU yang ada," ujar Sofyan.
Menteri PUPR Basuki Hadimoeldjono menegaskan, infrastruktur yang bakal dibangun lebih awal tersebut adalah infrastruktur dasar mulai dari jalan raya, bendungan hingga sarana air bersih.
"Mungkin design and build kita selesaikan pertengahan 2020 dan untuk konstruksinya sendiri butuh waktu 3-4 tahun menyelesaikan konstruksi infrastruktur dasar itu tadi," tegas Basuki.
Mengenai anggarannya, Basuki menegaskan, pembangunan infastruktur dasar di ibu kota baru ini lebih banyak berasal dari APBN. Adapun porsi APBN dalam pemindahan ibu kota ini sebesar 19 persen dari total perkiraan anggaran sebesar Rp 466 triliun.
"Tidak semua 19 persen anggaran itu untuk ini, tapi ini salah satunya," tegas Basuki.
"Sehingga target 2023-2024 akan ada pergerakan ke sana masih masuk. Dengan jadwal ini mudah-mudahan masih bisa kita tangani," Basuki memungkasi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Di Kecamatan Samboja dan Sepaku Semoi
Gubernur Kaltim Isran Noor menyatakan, lokasi persis ibu kota baru berada di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kecamatan Sepaku Semoi, Kabupaten Penajam Pasir Utara.
"Kecamatan Samboja dan Kecamatan Semoi Sepaku," ujar Isran Noor di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (26/8/2019).
Dua kecamatan itu lebih dikenal dengan Kawasan Bukit Soeharto, Kalimantan Timur. Bukan tanpa alasan, Kecamatan Samboja dan Sepaku Semoi dipilih berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Bappenas.
"Itu adalah keputusan daripada hasil kajian. Saya ndak tahu persis. Tapi kita di daerah itu, gubernur, aparat di daerah, bupati, wali kota yang ada di sekitar situ, memberikan data ke pemerintah pusat sehingga menjadi objek kajian," kata Isran.
Luas tanah di kawasan yang akan dijadikan ibu kota pengganti Jakarta yaitu, sekitar 180 ribu hektare. Isran menjelaskan bahwa Buktit Soeharto merupakan kawasan hutan lindung.
"Kawasan Bukit Soeharto itu adalah bukit produksi, hutan lindung, dan sebagian digunakan untuk hutan riset. Kemudian di selatannya ada namanya kawasan konservasi yaitu pengembangan dan kepentingan orang utan," jelasnya.
Menurut dia, lahan yang digunakan untuk pembangunan ibu kota pastinya memakai tanah hutan industri, bukan hutan lindung. Isran meyakini pemindahan ibu kota ke Kaltim akan berdampak positif ke Pulau Kalimantan lainnya.
"Iya di situ (hutan produksi) dan tidak ada orang yang tinggal di sana. Ini akan berdampak positif bukan untuk kepentingan Kaltim, namun semua yang ada provinsi di Kalimantan dan ini berbatasan langsung dengan Sulawesi bagian barat," tutur Isran.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut Jakarta akan tetap menjadi pusat perekonomian, meski ibu kota dipindahkan ke Kalimantan Timur.
Bahkan, Anies mengaku akan mendorong Jakarta menjadi simpul kegiatan perekonomian global.
"Jakarta kita dorong menjadi simpul perekonomian global. Jakarta akan tetap jadi pusat perekonomian, tidak ada pergeseran," ujar Anies di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (26/8/2019).
Anies mengatakan telah melaporkan kepada Presiden Jokowi mengenai kebutuhan investasi untuk percepatan pembangunan Jakarta. Menurut dia, biayanya sebesar Rp 571 triliun.
"Sejak Februari lalu kami sudah membahas di level ratas bahwa pembangunan Jakarta harus dilakukan percepatan," kata dia.
Mantan Mendikbud itu menyebut pembangunan Jakarta akan dipercepat dan ditargetkan selesai pada 2030. Percepatan pembangunan akan dilakukan swasta, APBD, APBN, serta dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Adapun fokus pembangunan yang dilakukan, antara lain perumahan, transportasi umun, baik itu KRL, LRT, MRT, maupun jaringan bus seluruh Jakarta, utilitas, pembuangan air, dan jaringan air bersih.
Anies mengaku tak khawatir dengan keputusan pemerintah memindahkan ibu kota atau pusat pemerintahan ke Kalimantan Timur.
"Jakarta, rencana pembangunan, tetap jalan dengan atau tanpa pusat pemerintahan di Jakarta, itu jalan terus," jelasnya.
Advertisement
Waspada
Pengusaha Jakarta mendukung langkah pemerintah memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Namun, Jakarta diharapkan tetap memiliki status khusus meski sudah tidak jadi ibu kota.
Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, para pelaku usaha mendukung kebijakan pemerintah untuk memindahkan ibu kota. Terlebih tujuannya untuk meratakan pembangunan ekonomi.
"Karena ini merupakan kebijakan pemerintah kita pelaku usaha tentu mendukung. Apalagi tujuannya adalah dalam rangka pemerataan pembangunan ekonomi. Kita pelaku usaha tentu menunggu grand design ibu kota tersebut dari sisi tata kotanya sehingga pelaku usaha dapat berperan serta atau berinvestasi di sana," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Para pengusaha juga siap membantu pemerintah dalam membangun ibu kota baru. "Karena untuk membangun ibu kota baru tentu ada yang menjadi tanggung jawab pemerintah, ada yang memang menjadi peluang bagi swasta seperti fasilitas pendukung misalnya hotel, kafe dan restoran, pusat perbelanjaan, perumahan, transportasi dan lain-lain," jelas dia.
Namun, lanjut Sarman, ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam proses pemindahan ibu kota, khususnya terkait dengan munculnya para spekulan tanah di lokasi ibu kota baru. Hal ini dinilai akan sangat merugikan para pengusaha dan investor yang ingin berkontribusi membangun ibu kota baru.
Sedangkan Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia (EconAct) Ronny P Sasmita memaparkan ada beberapa hal yang harus diwaspadai pemerintah jika pemindahan ibu kota mulai dilaksanakan.
Pertama, secara ekonomi, Indonesia sedang menghadapi ancaman stagnasi ekonomi domestik dan ancaman perlambatan ekonomi dunia.
Kedua, peningkatan belanja proyek infrastruktur di lokasi ibu kota baru akan meningkatkan kuantitas belanja modal yang diimpor. Selama ini, proyek-proyek infrastruktur dinilai telah membuktikan itu. Dengan demikian, pemindahan ibu kota akan ikut memperlebar defisit transaksi berjalan.
Ketiga, peningkatan proyek infrastruktur ibu kota baru dengan mayoritas anggaran non-budgeter akan memperlebar peluang pembiayaan dari pihak ketiga, dalam bentuk utang, yang akan membebani anggaran nasional di masa depan.
"Beban anggaran di masa depan akan mengurangi daya gedor fiskal nasional untuk melakukan kebijakan countercylical di masa depan, untuk menggenjot laju ekonomi nasional. Artinya, kemampuan pemerintah dalam menangkal ancaman perlambatan ekonomi di masa depan akan semakin berkurang," ungkap ungkap Ronny kepada Liputan6.com.
Keempat, imbasnya, pembangunan ibu kota baru berbasiskan pembiayaan pihak ketiga, secara politik dan moral, akan membebani kemandirian pusat pemerintahan nasional alias memperbesar pengaruh kreditor atau pihak ketiga di ibukota baru. Kebijakan-kebijakan ke depannya, dinilai akan berbasis kepada kepentingan penyelamatan pembiayaan pembayaran utang negara, ketimbang kepentingan rakyat banyak.
Sementara untuk kewaspadaan kelima, secara lingkungan. Secara lingkungan, diperkirakan akan terjadi proses deforestasi besar-besaran di Kalimantan nantinya, yang akan mengurangi kawasan hijau nasional.
Keenam, alasan pemerataan bukanlah alasan yang tepat untuk pemindahan ibukota. Baginya, pemerataan adalah soal keberpihakan kebijakan, bukan soal pemindahan ibukota.
"Di mana pun letak ibu kota, pemerataan bisa dilakukan dengan berbagai kebijakan yang pro terhadap pemerataan. Sebaliknya, sekalipun ibu kota dipindakan ke mana pun, jika kebijakan-kebijakannya tidak pro pemerataan, maka hasilnya tetap akan nihil," tegas pria yang juga sebagai Tim Ahli Ekonomi Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) itu.
"Jadi saya kira, boleh jadi pemindahan ibukota adalah kebutuhan, tapi bukan kebutuhan mendesak saat ini. Jangan sampai kebijakan pemindahan ibukota justru menjadi pengalih perhatian publik atas berbagai beban dan ancama ekonomi yang sedang kita hadapi," pungkas Ronny.