Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan Timur. Adapun lokasi persisnya, akan berada di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kecamatan Sepaku Semoi, Kabupaten Penajam Pasir Utara.
"Kecamatan Samboja dan Kecamatan Semoi Sepaku," ujar Gubernur Kaltim Isran Noor soal Ibu Kota baru di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (26/8/2019).
Baca Juga
Dua kecamatan itu lebih dikenal dengan Kawasan Bukit Soeharto, Kalimantan Timur. Bukan tanpa alasan, Kecamatan Samboja dan Sepaku Semoi dipilih berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Bappenas.
Advertisement
"Itu adalah keputusan daripada hasil kajian. Saya ndak tahu persis. Tapi kita di daerah itu, gubernur, aparat di daerah, bupati wali kota yang ada di sekitar situ, memberikan data ke pemerintah pusat sehingga menjadi objek kajian," kata Isran.
Luas tanah di kawasan yang akan dijadikan Ibu Kota pengganti Jakarta yaitu, sekitar 180 ribu hektare. Isran menjelaskan, Buktit Soeharto merupakan kawasan hutan lindung.
"Kawasan Bukit Soeharto itu adalah bukit produksi, hutan lindung, dan sebagian digunakan untuk hutan riset. Kemudian di selatannya ada namanya kawasan konservasi yaitu pengembangan dan kepentingan orang utan," jelasnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pakai Tanah Hutan Industri
Menurut dia, lahan yang digunakan untuk pembangunan Ibu Kota pastinya memakai tanah hutan industri, bukan hutan lindung. Isran meyakini pemindahan Ibu Kota ke Kaltim akan berdampak positif ke Pulau Kalimantan lainnya.
"Iya disitu (hutan produksi) dan tidak ada orang yang ditinggal di sana. Ini akan berdampak positif bukan untuk kepentingan Kaltim, namun semua yang ada provinsi di Kalimantan dan ini berbatasan langsung dengan Sulawesi bagian barat," tutur Isran.
Sementara itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro mengatakan tahap awal pembangunan Ibu Kota menggunakan tanah seluas 40 ribu hektare dari total yang dikuasai pemerintah 180 ribu hektare. Dia memastikan pembangunan Ibu Kota akan dilakukan di ruang terbuka hijau.
"Separuhnya adalah ruang terbuka hijau, termasuk hutan lindung, hutan lindung tidak akan diganggu. Bahwa ada pihak pihak yang sedang mengerjakan sesuatu, pemerintah punya hak untuk menarik hak itu sewaktu-waktu sesuai kebutuhan. Kami akan meminimalkan ganti rugi lahan," ucap Bambang.
Advertisement