MPR Gelar Diskusi Evaluasi Pelaksanaan UUD di Festival Konstitusi dan Anti Korupsi

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menggelar diskusi panel dengan tema "Evaluasi Pelaksananaan UUD NRI Tahun 1945" di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

oleh Gilar Ramdhani pada 11 Sep 2019, 16:06 WIB
Diperbarui 11 Sep 2019, 16:36 WIB
Festival Konstitusi dan Anti Korupsi, MPR Gelar Diskusi Evaluasi Pelaksanaan UUD
Sekretaris Jenderal MPR Dr. H. Ma'ruf Cahyono.

Liputan6.com, Yogyakarta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menggelar diskusi panel dengan tema "Evaluasi Pelaksananaan UUD NRI Tahun 1945" di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Selasa (10/9/2019). Diskusi panel ini merupakan rangkaian kegiatan Festival Konstitusi dan Anti Korupsi yang melibatkan MPR, Mahkamah Konstitusi (MK), KPK, dan UGM berlangsung 10 - 11 September 2019.

Sekretaris Jenderal MPR Dr. H. Ma'ruf Cahyono membuka secara resmi diskusi panel ini. Narasumber diskusi panel adalah Bambang Sadono (anggota Badan Pengkajian MPR), Prof Dr Kelian ( Guru Besar Filsafat UGM), Prof Dr Ratno Lukito (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga).

Dalam pengantar diskusi panel, Ma'ruf Cahyono mengatakan MPR diberi tugas untuk melakukan kajian dan evaluasi. Setidaknya ada tiga hal yang dievaluasi dan dikaji MPR. Pertama, apakah sistem ketatanegaraan sudah sesuai dengan Pancasila. Kedua, apakah konstitusi UUD NRI Tahun 1945 sudah sesuai dengan kebutuhan. Ketiga, bagaimana pelaksanaan dan implementasi dari konstitusi.

Ma'ruf menjelaskan gagasan dan pikiran untuk penataan sistem ketatanegaraan sudah ada sejak MPR periode 2009 - 2014. Gagasan dan pemikiran itu tertuang dalam rekomendasi MPR periode 2009 - 2014. Misalnya pemikiran tentang penataan sistem ketatanegaraan melalui perubahan UUD.

"Perubahan harus berlandaskan Pancasila dan kesepakatan dasar, yaitu tidak mengubah Pembukaan UUD, masih tetap dengan sistem presidensial, dan tidak mengubah NKRI," katanya.

Juga pemikiran untuk melakukan reformulasi perencanaan sistem pembangunan nasional model GBHN. "Ini juga merupakan aspirasi masyarakat. Suara terbanyak menghendaki adanya haluan negara. Aspirasi itu muncul dari suara rakyat bukan dari MPR. Survei menunjukkan 85 persen mengatakan perlunya GBHN," katanya.

Terkait dengan tema diskusi panel ini Ma'ruf menyebutkan banyak implementasi atau pelaksanaan UUD yang harus dikaji karena ada hal-hal ideal dalam UUD belum dilaksanakan.

"Apakah UUD telah diimplementasikan dengan baik sesuai konsepsinya. Apakah dalam kenyataannya UUD sudah kita lakukan dan implementasikan," ujarnya.

"Perlu dilihat sejauh mana pelaksanaan UUD agar konstitusinya bagus, pelaksanaannya juga bagus. UUD NRI Tahun 1945 menjadi living constitution atau konstitusi yang mampu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat," imbuhnya.

Dia berharap lahirnya gagasan dan pemikiran analitis dari diskusi panel ini. Melalui Badan Pengakajian dan Lembaga Pengkajian MPR akan menelaah secara akademik gagasan dan pemikiran itu.

"Ini bagian-bagian pikiran masyarakat, pikiran akademik, sehingga tatanan negara tidak hanya baik di sistem tatanegara, tidak hanya baik dalam konstitusinya tapi juga baik dalam pelaksanaannya," pungkasnya.

 

(*)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya