BNPB: Telah Terjadi Pemerkosaan Terhadap Gambut

Gambut sendiri merupakan fosil batubara muda. Layaknya batubara, gambut memiliki daya bakar yang cukup tinggi bila ia mengalami pengeringan.

oleh Yopi Makdori diperbarui 09 Okt 2019, 05:00 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2019, 05:00 WIB
Pemadaman kebakaran lahan gambut yang dilakukan TNI dan Manggala Agni.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Pemadaman kebakaran lahan gambut yang dilakukan TNI dan Manggala Agni.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo mengatakan saat ini telah terjadi pemerkosaan terhadap lahan gambut. Pasalnya, lahan gambut yang kodratnya basah, berair dan berawa di paksa kering.

"Ketika hari ini kita memaksa kawasan gambut itu menjadi kering, saya katakan telah terjadi pemerkosaan lingkungan. Telah terjadi pemerkosaan terhadap gambut," kata Doni dengan nada yang cukup tinggi di hadapan para pengusaha kelapa sawit dan pejabat daerah di Kantor BNPB, Jakarta, Selasa (8/10/2019).

Oleh karenanya, Doni meyampaikan jangan salahkan gambut bila saat ini lahan gambut yang kering itu terbakar. Dan telah membuat berbagai pihak kewalahan. 

Menurut Doni, gambut sendiri merupakan fosil batubara muda. Layaknya batubara, gambut memiliki daya bakar yang cukup tinggi bila ia mengalami pengeringan. Hal itu terkonfirmasi juga dalam catatan sejarah. Kata Doni, gambut pernah digunakan oleh Adolf Hitler sebagai bahan bakar dalam industri militernya.

"Dan tadi malam saya ketmu sama seseorang yang menjelaskan tentang bahwa ke depan gambut ini akan menjadi bahan bakar untuk pesawat terbang. Wallahualam Bisshawab, saya tidak tahu ilmunya seperti apa," ungkap Doni.

Karena sudah mengetahui karakter gambut, Doni meminta seluruh pihak untuk memperlakukan gambut sebagaimana sifat dasarnya. Hal ini agar tidak terjadi kebakaran yang begitu menyita energi dan meteri.

"Apa kodrat gambut? Kodrat gambut adalah basah, berair dan berawa," terangnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pendapatan Negara Terbesar dari Kelapa Sawit

Pemadaman yang dilakukan terpadu antara Manggala Agni dan aparat penegak hukum di Kolaka Timur.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Pemadaman api di lahan gambut Kolaka Timur oleh tim gabungan.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Di hadapan para pengusaha kelapa sawit, Doni menjelaskan bahwa pendapatan negara terbesar sampai dengan tahun kemarin berasal dari kelapa sawit. 

"Bukan dari minyak dan gas, tetapi sawit," ujar Doni di Kantor BNPB.

Kendati begitu, menurut Doni, kita harus mengakui bahwa sawit telah memberikan kontribusi yang luar biasa bagi penerimaan negara. Salah satunya penyumbang devisa bagi negera yang cukp signifikan. 

Pada 2017 lalu mencapai angka Rp 263 triliun. Sedangkan tahun kemarin cenderung menurun.

"Kita tahu, pendapatan negara terbesar sampai dengan tahun kemarin itu dari sawit. Bukan dari minyak dan gas, tetapi sawit," ujar Doni di Kantor BNPB.

Sebelumnya di hadapan para pengusaha sawit, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) menepis tudingan berbagai pihak, termasuk media yang menduga kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia demi membuka lahan perkebunan kelapa sawit.

Menurut Penasihat Kemenko Perekonomian Li Chen We, narasi seperti itu tidak terkonfirmasi dengan fakta yang sesungguhnya. Ia menunjuk bukti terkait moratorium Indonesia terhadap pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit.

"(Dalam) Perpres Nomor 8 Tahun 2018," kata Li Chen We di Kantor BNPB, Jakarta, Selasa (8/10/2019).

Selain itu, lanjut Li, saat ini harga sawit pun dalam keadaan memprihatinkan. Kata Li, harga kepala sawit saat ini hanya di bawah Rp 500 perkilogramnya.

Hal itu ditujukan dari keengganan para petani sawit untuk memupuk tanamannya. "Jangan membakar, yang sudah ada saja tidak mau memelihara," papar Li.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya