SKB 11 Menteri Soal Radikalisme, Gerindra: Ini Sebuah Kemunduran

Dia menilai ada gejala pemerintahan Jokowi menuju ke rezim orde baru.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Nov 2019, 12:51 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2019, 12:51 WIB
Anggota Fraksi Gerindra MPR RI Sodik Mujahid
Anggota Fraksi Gerindra MPR RI Sodik Mujahid dalam diskusi Empat Pilar MPR yang bertajuk "Rekonsiliasi Untuk Persatuan Bangsa" di media center Gedung DPR RI. (Liputan6.com/Moch Harun Syah)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR Fraksi Gerindra Sodik Mudjahid melihat gejala menuju orde baru dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hal itu terlihat dari surat keputusan bersama (SKB) 11 menteri yang mengatur pencegahan radikalisme di kalangan aparatur sipil negara dengan aduan melalui situs portal aduanasn.id.

"Saya jadi teringat pegawai negeri zaman orde baru. Nanti jangan jangan, nanti pemilu pun dilaksanakan di kantornya. Sekarang sudah ada gejala begitu," ujar Sodik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2019).

Anggota Komisi II itu mengatakan, semangat reformasi adalah kebebasan berpendapat, kebebasan menentukan sikap, dan kebebasan sikap politik. Dia melihat, ada kemunduran terkait munculnya SKB 11 menteri tersebut.

"Ini sesuatu yang harus kita waspadai sebuah kemunduran dari rezim ini menuju ke rezim yang selama ini dengan kata katanya kita gulingkan," kata Sodik.

Dia menilai, dengan ketatnya pengawasan terhadap ASN itu akan mengganggu kinerja mereka karena adanya pembatasan. Sodik melihat SKB 11 menteri ini bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi.

"Reformasi birokrasi yang ingin kita lakukan itu adalah membuat birokrasi menjadi simpel. Mereka lebih profesional tapi mereka juga lebih berani untuk menentukan sikap pendapatnya dalam koridor ASN," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

SKB 11 Kementerian

Sodik menilai terlalu jauh pemerintah melakukan pencegahan radikalisme di kalangan dengan kelembagaan formal. Seharusnya, kata dia cukup penguatan intelijen.

"Jadi harus dibedakan antara pendekatan formal, pendekatan demokratis penegakan aturan dengan penegakan intelijen, diperkuatlah geraka gerakan intelijennya, langkah langkah intelijennya tanpa harus ada dengan pendeketan formal ini yang kemudian masyarakat jadi gaduh dan kemudian itu tadi hak asasi manusia kebebesan berpendapat, kebebasan menentukan hak poliktik itu menjadi terganggu," jelasnya.

Sebelumnya, 11 kementerian dan badan menandatangani SKB penangangan ASN di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (12/11/2019).

Menteri yang terlibat dalam SKB ini adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.

Selain itu ada pula Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, Pelaksana tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono, dan Ketua Komisi ASN Agus Pramusinto.

Pemerintah menyediakan portal aduan ASN bagi melanggar beberapa hal. Mulai dari larangan ujaran kebencian terhadap pemerintah, Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI, larangan menyebarkan ujian kebencian dan SARA, menyebarkan berita menyesatkan dan sebagainya.

 

Reporter: Ahda Baihaqi

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya