Warga Segel Perumahan di Bekasi karena Banjir

Sejak 2017-2020, warga mengaku telah mengalami 5 kali kebanjiran dengan ketinggian air 60 sentimeter sampai 1,5 meter.

oleh Bam Sinulingga diperbarui 01 Mar 2020, 07:03 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2020, 07:03 WIB
Warga Segel perumahaan
Warga menyegel perumahan Spring Garden Residence (SGR) di Jatimurni Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Bam Sinulingga)

Liputan6.com, Jakarta - Ratusan warga menyegel perumahan mewah Spring Garden Residence (SGR) di Jatimurni, Kota Bekasi, Jawa Barat. Aksi ini dilakukan akibat kekesalan warga menyusul tidak adanya upaya penyelesaian masalah banjir oleh pihak pengembang.

Sejak 2017-2020, warga mengaku telah mengalami 5 kali kebanjiran dengan ketinggian air 60 sentimeter sampai 1,5 meter. PT Pasific Exintraco selaku pengembang dituding tidak merealisasikan janji untuk penyelesaian banjir, sebagaimana yang telah dimediasikan sebelumnya bersama warga.

Beberapa tuntutan warga SGR di antaranya ganti rugi sebesar Rp 5 miliar (untuk banjir tanggal 1 Januari dan 25 Februari 2020), kejelasan sertifikat tanah, fasos fasum yang belum tersedia, dan menghentikan penjualan unit sampai masalah banjir terselesaikan.

"Dari tahun 2017 sampai 2020 kita sudah 5 kali adukan ke developer. Tapi nyatanya janji-janji terus, tidak ada upaya penyelesaian yang terealisasi," kata Muzahid Akbar Hayat, perwakilan warga SGR kepada Liputan6.com, Sabtu (29/2/2020).

Menurutnya, banjir disebabkan buruknya sistem drainase perumahan. Dalam hal ini, kata dia, pihak pengembang telah menjanjikan pembebasan tanah belakang untuk membuat saluran air, dan menutup aliran air masuk dari warga sekitar.

"Tapi belum juga direalisasikan. Sampe banjir itu tingginya 1,5 meter," ujarnya.

Selain itu, lanjut Akbar, beberapa permasalahan lain seperti posisi gardu listrik yang dinilai terlalu dekat dengan kediaman warga, bahkan pernah meledak, ketiadaan sertifikat rumah dan minimnya penerangan jalan, juga tak pernah ditindaklanjuti pihak pengembang.

Belum terbentuknya RT dan RW membuat warga SGR sulit mengadukan masalah ini ke Pemkot Bekasi. Warga hanya menyerahkan ke pihak pengembang agar secepatnya ditindaklanjuti.

"Tapi kalau tidak ada tindak lanjut, kami akan bawa ke jalur hukum untuk diproses," tegasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tanggapan Pengembang

Agus Salim selaku pihak pengembang membantah pernyataan warga yang menyebut tidak ada upaya penyelesaian masalah banjir. Menurutnya, selama ini pengembang telah berusaha menindaklanjuti dengan mendatangi langsung dinas terkait, untuk segera dibuatkan gorong-gorong yang mampu menampung lebih banyak air.

"Saya pernah sampaikan sebelumnya kepada Pemda dalam hal ini Dinas PUPR dan Bappeda untuk merevitalisasi saluran, karena korbannya kami dan warga. Akibatnya, kita dianggap perumahan yang tidak peduli dengan itu," kata Agus saat dikonfirmasi.

Menurutnya, dua buah polder air yang berada di perumahan SGR tidak mencukupi untuk menampung debit air hujan yang turun dengan intensitas tinggi. Sehingga air yang seharusnya mengalir, menjadi berbalik arah dan menyebabkan banjir hingga merendam rumah-rumah warga.

"Saya mencoba arahan dari Pemkot untuk menaikkan utilitas, saya naikkan. Itu tidak satu hari selesai, harus koordinasi dengan PLN, seluruh yang memasang di situ. Tapi Insyaallah sekarang sudah selesai. Mungkin itu kabel ada yang belum motong, nanti dikerjakan orang PLN," akunya.

Banjir yang terjadi, lanjut Agus, tak semata dari internal perumahan, tapi ada pula kiriman dari perumahan dan lingkungan lain di sekitarnya. Posisi Perumahan SGR yang menjadi salah satu perlintasan air serta adanya peristiwa bottle neck, membuat wilayah tersebut terus-menerus kebanjiran.

"Di Kampung Sawah diameter untuk gorong-gorongnya itu cuma sekitar 1,2 meter, tidak memenuhi syarat. Padahal secara sistematis kita sudah buat 2 polder, tidak bisa menampung waktu banjir parah. Air ke sana ngantre, tambah kiriman pula. Begitu hujan reda, air tetap ngalir tapi pembuangannya enggak ada," jelasnya.

Namun demikian, ia tak memungkiri jika penanganan masalah banjir yang melibatkan otoritas pemerintah, tak semudah membalikkan telapak tangan. Semuanya dilakukan secara bertahap dan butuh waktu. Terlebih, kata dia, Pemkot Bekasi harus berkoordinasi juga dengan Kelurahan Jatimelati dan Jatimurni, Kecamatan Pondok Melati yang berwenang di wilayah tersebut.

"Tentang perubahan itu adalah domainnya Pemkot, karena itu punya Pemkot. Kalau saya langsung ngeruk, saya melanggar hukum karena tak punya izin. Tapi warga tidak mau tahu, yang penting menuntut" ujar dia.

Selaku pengembang, Agus mengaku pihaknya tak tinggal diam saat banjir melanda Perumahan SGR. Sejumlah bantuan dikerahkan untuk membantu para warga yang terjebak banjir.

"Saat banjir tanggal 1 Januari kami membantu membersihkan rumah warga, itu bentuk kepedulian kami. Kami sediakan 5 mobil tangki, 3 tangki air bersih alfatah, 2 tangki dari Cimangu," ungkapnya.

Terkait aksi penyegelan oleh warga, Agus menilai hal itu seharusnya tak perlu dilakukan. Mengingat pihak pengembang telah membuat surat pernyataan yang menegaskan akan terus berada di perumahan sampai masalah banjir terselesaikan.

"Itu cukup bukti bahwa kami tanggung jawab. Tapi ya tidak bisa langsung, ada by teknis bagaimana cara menanggulangi itu. Jangan kita hari ini hujan, langsung saya gerak, tidak mungkin," ucapnya.

Agus berharap warga dapat lebih bijak menyikapi permasalahan banjir yang diakuinya sebagai kejadian alam yang tak bisa selalu menyalahkan sepihak. Ia juga ingin warga lebih berserah dan memohon dalam doa agar banjir tak lagi melanda permukiman mereka.

"Pertama selesaikan secara teknis, kedua, tentunya kita punya kekuatan dari Tuhan supaya terhindar dari banjir. Ketiga, warga jangan ada hal seolah-olah developer tidak peduli. Mudah-mudahan ada segera penyelesaian secara bertahap. Tapi kembali bahwa itu adalah ranah Pemkot Bekasi," tandasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya