Liputan6.com, Jakarta Deputi II Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Abetnego Tarigan mengatakan, salah satu yang membedakan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) terkait virus corona atau Covid-19 dengan kondisi sebelumnya yakni penegakan hukum.
Setelah PSBB corona diterapkan di wilayah DKI Jakarta, masyarakat yang melanggar aturan tersebut dapat dikenai sanksi denda hingga pidana.
Abetnego mengatakan, pemberian sanksi pada PSBB seharusnya tidak malah kontraproduktif dengan upaya pencegahan virus corona di dalam rutan dan lapas. Sebab jika sanksi pidana diberikan, konsekuensinya ada orang yang akan masuk lapas.
Advertisement
“Ini yang memang harus dipikirkan, kalau dari kami, diskusi kami di dalam. Jangan sampai upaya-upaya penegakan hukum bisa kontraproduktif dengan upaya kita mengurangi tekanan di penjara, malah kitakita menjaring banyak orang (masuk penjara),” kata dia dalam diskusi virtual bertema 'PSBB, Jurus Tanggung Istana Hadapi Corona?' Minggu (12/4/2020).
Dia menyatakan, bahwa tujuan utama dari PSBB yakni membatasi penyebaran virus corona Covid-19, bukan memenjarakan orang.
“Ini kan perlu pemikiran mendalam terkait dengan itu supaya benar efektif. Karena kan niat kita itu bukan penjarakan orang atau menegakkan hukum, tapi memang lagi-lagi bagaimana pembatasan sosial berskala besar itu yang tujuan kita menahan gerak laju penyebaran (Covid-19) itu bisa tercapai,” ungkapnya.
Abetnego menjelaskan, bahwa aturan terkait sanksi pidana hingga denda memang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Namun, perlu banyak pertimbangan dalam pelaksanaannya. Karena itu pengaturan secara lebih detail dalam aturan turunan perlu dibuat.
“Iya, Mulai dari UU-nya, terus ke PP, terus ke Permenkes, memang aturan soal pemidanaan itu kan di Undang-Undang ya. Jadi melihatnya itu ke Undang-Undang. Ini memang nanti yang lagi-lagi menjadi perhatian perlu diatur lebih detail itu supaya pertama tidak berlebihan atau interpretasi oleh aparat" katanya.
"Kedua, masyarakat yang mendukung upaya pembatasan ini juga cukup banyak, jangan sampai bereaksi salah karena ketidakjelasan interpretasi di lapangan. Contohnya kita ngumpul, ada kegiatan yang sebenarnya dibolehkan terus masyarakat itu marah dan melaporkan atau ambil tindakan sendiri. Hal-hal seperti ini yang perlu diantisipasi. Tapi kalau pengaturannya memang kembali ke Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan," imbuhnya.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
2 Fokus Pelaksanaan PSBB
Istana, kata dia, memiliki dua titik fokus terkait pelaksanaan PSBB di DKI Jakarta. Poin pertama soal penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat. Terutama masyarakat yang bukan warga DKI Jakarta.
“Kami ikut terus proses ini dengan Pemda DKI karena yang menjadi menarik sekaligus menantang, yaitu bahwa ada banyak juga warga DKI yang bukan warga DKI secara administrasi. Tetapi secara riil kan mereka harus kita kelola di DKI. Kalau tidak, sama saja kita menyuruh mereka mudik. Ini yang nanti jadi sangat menantang di dalam prosesnya,” ungkapnya.
Poin yang juga menjadi perhatian yakni terbentuknya konsentrasi masyarakat di sejumlah titik di ibu kota. Terutama di wilayah permukiman yang padat penduduk.
“Kedua, secara riil di lapangan kita tahu bahwa ada banyak saudara kita tinggal di kawasan-kawasan padat (penduduk) bahkan ada yang kawasan kumuh. Dengan pembatasan ini juga ini justru perlu perhatian kita terkait terjadinya konsentrasi di perkampungan atau di RT RW yang padat sekali. Hal-hal seperti ini memang menjadi PR di Pemerintah termasuk juga di Pemerintah Daerah dan aparat keamanan di dalam PSBB ini,” tandasnya.
Advertisement