Liputan6.com, Jakarta Direktur Smeru Research Institute, Widjajanti Isdijoso, menduga salah satu hambatan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) yang tepat sasar berkaitan dengan data. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTSK) yang saat ini digunakan, kata dia, tidak diperbaharui sejak 2015.
"Kita tahu bahwa data itu di-update secara memadai di tahun 2015 kemudian tidak ada updating secara besar-besaran," kata dia, dalam diskusi virtual 'Ngobrol Tempo', Kamis (30/4).
Baca Juga
Dampaknya tentu saja pada keakuratan data. Lima tahun tidak diperbaharui membuat keakuratan data pasti turun. Padahal sementara objek data yang dihimpun yakni kemiskinan, perkembangannya fluktuatif.
Advertisement
"Kalau dibuat 2015, kita hitung keakuratannya sekitar 85 persen. Karena kemiskinan itu fluktuatif. Tentunya kalau ini tidak diupdate secara memadai tentu keakuratannya akan turun. Sekarang ini kalau dengan ketepatan sasaran saat ini, ini lebih rumit lagi. Karena ada kemungkinan orang-orang bahkan yang di atas 40 persen. DTKS ini kan isinya 40 persen orang termiskin. Ada orang yang tidak termasuk 40 persen ini yang tiba-tiba jatuh miskin. Ini yang memang menjadi rumit," terang dia.
"Misalnya orang kerja di Cafe dulu mereka mungkin tidak sampai masuk 40 persen itu. Bahkan mungkin sekarang sama sekali tidak punya penghasilan. Jadi ini yang tentunya, kami menyatakan dalam kondisi krisis seperti ini membutuhkan treatment yang istimewa," imbuh dia.
Tanggung jawab untuk melakukan pembaharuan data kemudian diserahkan kepada pemerintah daerah (Pemda). Di saat yang sama, pemda juga mengalami hambatan dalam melakukan pembaruan data.
"Nah membangun satu sistem yang baru ini cukup rumit juga. Karena tidak semua daerah melakukan update secara memadai. Mungkin untuk beberapa daerah, khususnya di kota itu sumber daya orang di Dinas Sosialnya cukup bagus. Tapi di beberapa kabupaten yang masih kurang begitu maju, mereka kesulitan sebetulnya melakukan pendataan," ungkapnya.
"Kita tahu bahwa dari tahun 2015-2019 tentunya keakuratan data ini semakin berkurang. Misalnya di tahun 2019 kami mendapatkan data ada sekitar 60 kabupaten yang tidak melakukan updating. Dari kabupaten kota yang updating juga, ternyata mereka juga tidak melakukan updating-nya tidak terlalu akurat. Karena sumber daya keuangan maupun orang memang sangat terbatas," lanjut dia.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Diakui Kemensos
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial (Kemensos), Hartono Laras, mengakui sudah hampir 5 tahun tidak terjadi pemutakhiran basis data terpadu secara besar di tahun 2015. "Memang ini sudah 5 tahun ya. Kita sudah mengusulkan juga untuk dilakukan suatu pemutakhiran data secara menyeluruh," ungkapnya.
"Tapi sambil menunggu itu, ya sejak tahun 2015 kita telah membangun satu sistem informasi kesejahteraan sosial, tetap kita gunakan itu. ada yang digunakan untuk program PKH, ada yang BPNT dan sebagainya," katanya.
Pihaknya juga terus mendorong pemda untuk melakukan pemutakhiran data tersebut. Sebab basis data yang akurat amat dibutuhkan dalam penyaluran bansos. Apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang.
"Kita terus mendorong pada daerah untuk terus melakukan update data ini. Data ini sangat penting. Ketika kita menghadapi situasi seperti ini. Ini kita juga sangat beruntung masih ada data yang kemudian ada dalam DTKS dan untuk implementasi programnya silakan daerah yang lebih tahu tentu saya yakin akan hati-hati untuk menentukan siapa yang layak untuk mendapatkan bantuan," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement