Kisah Pilu Amin Tercekik Wabah Corona, Tanpa Uang dan Obat untuk Bertahan Hidup

Pandemi Corona semakin mencekik Amin dan keluarganya. Alih-alih dapat uang untuk beli obatnya, pria 35 tahun itu kini kesulitan untuk makan.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 13 Mei 2020, 07:20 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2020, 07:20 WIB
Gubuk yang menjadi istana bagi Amin dan keluarga di Serang, Banten. (Liputan6.com/Yandhi Deslatama)
Gubuk yang menjadi istana bagi Amin dan keluarga di Serang, Banten. (Liputan6.com/Yandhi Deslatama)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Corona semakin mencekik Amin dan keluarganya. Alih-alih dapat uang untuk beli obatnya, pria 35 tahun itu kini kesulitan untuk makan. 

Sejak Corona mewabah, dia mengungsikan istri dan anaknya ke rumah mertuanya. Sebab, Amin kesulitan mencari nafkah.

Apalagi, dia sering merasakan sakit pada kakinya. Ya, kaki kirinya bengkak berwarna kemerah-merahan saat Liputan6.com bertandang ke gubuknya. Kulitnya pun mengelupas.

Amin tak tahu tengah sakit apa, lantaran tak memiliki biaya maupun fasilitas BPJS untuk berobat.

Kini, dia lebih banyak berdiam di gubuknya yang berukuran 2x2 meter di Kampung Wedas Nenggang, Desa Sindangsari, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Banten.

Gubuk tersebut dibangun menggunakan bahan bekas seadanya. Dindingnya terbuat dari seng, terpal dan karung bekas. Atapnya dari anyaman daun kelapa. Tak ada dapur ataupun kamar mandi. Untuk mandi, cuci, kakus, Amin dan keluarga biasanya pergi ke tempat pemandian umum di kampungnya.

"Istananya" itu dibangun dengan kedua tangannya di atas tanah milik sebuah perusahaan. Letaknya bersebelahan dengan empang, kebun kangkung dan pohon bambu.

"Tadinya istri tinggal di sini (gubuk), sekarang dititip ke rumah mertua karena enggak ada beras," kata Amin, ditemu di kediamannya, Selasa (12/5/2020).

Selama ini, Amin merupakan buruh serabutan. Dia kadang menjadi kuli panggul di Pasar Petir dengan penghasilan paling besar Rp 50 ribu per harinya.

Sebagai sampingan, dia menjadi petani singkong. Namun, dia tidak bercocok tanam di tanah miliknya.

Tanah yang ditanaminya itu adalah milik orang lain. Biasanya, daun singkong tanamannya dijual ketika tidak punya uang atau ada yang membutuhkan daun tersebut.

Senin 11 Mei 2020 kemarin, dia menuturkan, ada yang memesan daun singkong. Namun, saat dikirim ke rumahnya, sang konsumen batal membeli. Karena daun sudah layu, terpaksa dia buang.

"Kemarin jual daun singkong untuk beli obat, pas dibawa enggak diterima sama yang mesen," kata Amin nasibnya di tengah wabah Corona.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tak Pernah Dapat Bantuan

Amin dan keluarga di Serang, Banten terhimpit kebutuhan ekonomi di tengah pandemi Corona. (Liputan6.com/Yandhi Deslatama)
Amin dan keluarga di Serang, Banten terhimpit kebutuhan ekonomi di tengah pandemi Corona. (Liputan6.com/Yandhi Deslatama)

Entah sudah berapa tahun lamanya, keluarga Amin, Kesih (35) dan sang anak Ahmad (2,5) tak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Baik Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (Jamsosratu), Program Keluarga Harapan (PKH) hingga Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang khusus diberikan bagi masyarakat terdampak wabah Corona.

"Encan menang (belum dapat) bantuan, PHK Jamsosratu, Corona (JPS). Bantuan dari ABRI (TNI), Polisi, relawan enggeus (sudah dapat). Bantuan beras," kata Amin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya