Akademisi Kritisi Draf Perpres Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme

Alasan penolakan disahkannya Perpres itu lantaran bertentangan dengan UU di atasnya, seperti UU TNI dan UU Anti Terorisme.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Jun 2020, 02:34 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2020, 02:34 WIB
Pasukan Khusus TNI latihan penanggulangan terorisme
Prajurit TNI Batalyon Raider 112/Dharma Jaya melihat keluar dari helikopter ketika berpartisipasi pada latihan penanggulangan anti teror di Banda Aceh, Sabtu (11/5/2019). Latihan ini untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas operasi yang bersifat khusus. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Draf Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme mendapat kritikan dari sejumlah pihak. Satu di antaranya Dosen FISIP UI Nur Iman Subono. Ia menilai, pemerintah seharusnya fokus dalam penanganan Covid 19.

"Ada kesan seperti memanfaatkan situasi yang ada. Iya betul (fokus pemerintah harusnya ke penanganan wabah Covid 19). Masalahnya, masyarakat umum apa pedulinya, apalagi dalam masa pandemi seperti ini," Nur Iman, Senin (1/6/2020).

Sebagai salah seorang akademisi yang bereaksi atas kemunculan Perpres itu dengan menandatangani Petisi Bersama Tokoh Masyarakat dan Masyarakat Sipil’, Nur Iman menyampaikan, alasan penolakan disahkannya Perpres itu lantaran bertentangan dengan UU di atasnya, seperti UU TNI dan UU Anti Terorisme.

"Salah satu hal yang bertentangan itu di antaranya menuurut UU TNI Pasal 7 ayat 2, pelibatan TNI untuk operasi militer selain perang salah satunya atasi aksi terorisme baru dapat dilakukan kalau sudah ada keputusan politik negara," papar Nur Iman.

“Keputusan politik negara yang dimaksud dalam UU TNI adalah keputusan presiden dengan konsultasi DPR. Sementara di dalam Perpres, pengerahan militer dalam penindakan cukup hanya dengan perintah presiden. Jadi perintah itu bisa tertulis dan bisa tidak dan tanpa ada konsultasi DPR sebagai bentuk check and balances. Karenanya Perpres bertentangan dengan UU TNI," imbuhnya.

Seperti halnya tokoh yang menolak Perpres tersebut, dirinya menilai bila aturan tersebut melenggang bebas dan diberlakukan, pengaturan kewenangan TNI yang terlalu berlebihan sehingga akan mengganggu mekanisme criminal justice sistem, mengancam HAM dan kehidupan demokrasi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Deretan Tokoh Akademisi

Ia mengutarakan hal lain yang menjadi perhatian serius di dalam petisi adalah persoalan dari Perpres itu seperti mekanisme akuntabilitas untuk tunduk dalam sistem peradilan umum serta penggunaan anggaran daerah dan sumber lain di luar APBN yang dapat digunakan oleh TNI dalam penanganan terorisme.

Para tokoh yang menandatangani petisi tegasnya, sepakat mendesak parlemen untuk meminta pemerintah memperbaiki draft peraturan presiden karena secara substansi memiliki banyak permasalahan.

Sejumlah tokoh lain yang menandatangani petisi diketahui antara lain Guru Besar Fisipol UGM Prof Mochtar Mas'oed, guru besar FH UGM Prof Sigit Riyanto, Alissa Wahid (putri mendiang Gus Dur), dosen FISIP UI Nur Iman Subono, mantan legislator Nursyahbani Katjasungkana, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Direktur Riset di Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar, Usman Hamid, dan dosen Universitas Paramadina Dr. Phil Shiskha Prabawaningtyas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya