Liputan6.com, Jakarta Dedi merasa kecewa anaknya tak lolos masuk salah satu SMA favorit di Jakarta saat penerimaan peserta didik baru (PPDB). Dia heran mengapa pertimbangan sekolah di ibu kota disandarkan pada umur bukan zonasi atau letak jarak sekolah dengan tempat tinggal calon siswa.
"Heran saja saya kok katanya jalur zonasi dan umur, kenyataannya justru umur yang diutamakan. Ini sama artinya anak-anak yang beberapa kali nggak naik kelas lebih diutamakan diterima ketimbang anak yang sekolahnya lancar dan mungkin dia punya prestasi akademiknya baik, justru dikalahkan oleh umur," keluh Dedi kepada Liputan6.com, Jumat (26/6/2020).
Dedi melihat hal itu dapat membunuh semangat belajar siswa yang orangtuanya telah pontang-panting membiayai anaknya mengikuti bimbingan belajar. Jika kriterianya disandarkan pada umur maka semua perjuangan anak dan orangtua tidak ada artinya.
Advertisement
"Permendikbud-nya (Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019) sudah jelas tertuang bahwa jalur zonasi jarak menjadi prioritas utama. Jika jarak sama, baru diadu dari sisi umur," papar Dedi.
Dedi menilai, kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah jelas melakukan kesalahan, serta mengambil keputusan sendiri dengan mengeluarkan aturan yang bertentangan dengan Permendikbud.
Tak hanya dialami anak Dedi, menurutnya anak-anak lain juga mengalami hal serupa. Mereka merasa terpuruk karena tak diterima di sekolah impian mereka hanya gara-gara umur mereka lebih muda dibanding saingannya.
"Orangtua pun menjerit karena mereka sudah berupaya agar anaknya dapat nilai bagus ternyata dikalahkan oleh aturan yang tidak bertanggung jawab seperti ini," tegas Dedi.
Jika seperti itu, menurut Dedi anak-anak yang berprestasi di sekolahnya justru dikalahkan oleh anak-anak yang mungkin semasa sekolahnya sering tidak naik kelas.
Dia menilai, jika alasan memprioritaskan anak dari segi umur tersebut dengan tujuan guna mengakomodir anak dari keluarga kurang mampu, maka hal itu bisa dialihkan ke jalur afirmasi Kartu Jakarta Pintar atau KJP.
"Kalau mau mengakomodir seperti yang disampaikan Kepala Disdik DKI buat dong sekolah khusus buat anak-anak yang tidak mampu. Kan sudah ada juga kejar Paket C jangan korbankan ribuan anak-anak yang capek-capek sekolah formal lalu saat injury time mereka harus kalah hanya karena usia," sambung Dedi.
Sementara itu, orangtua siswa lainnya, Jasmarni juga mengaku kecewa karena anaknya tidak bisa masuk ke SMP di kawasan terdekat dari rumahnya karena aturan PPDB. Permasalahan umur mengakibatkan, sang anak tidak bisa diterima sekolah negeri.
"Saya kecewa jarak rumah ke sekolah hanya 300 meter mental gara-gara umur," kata dia.
Dia merasa, dengan adanya kebijakan umur tersebut, prestasi dan waktu belajar anaknya selama menempuh pendidikan SD seperti tidak dihiraukan. Kalah saing hanya karena masalah umur.
"Akhirnya sekolah di swasta. Biayanya lebih lagi," keluh perempuan yang tingggal di Jakarta Selatan ini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Banyak Siswa Tersingkir karena Usia, Disdik DKI Sarankan Ikut Jalur Prestasi
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Nahdiana menyarankan agar calon peserta didik baru yang tidak diterima melalui jalur zonasi atau jarak dan afirmasi dapat mendaftarkan diri melalui jalur prestasi.
"Mereka yang belum diterima karena usia maka dapat melakukan atau diberikan kesempatan lagi di jalur prestasi," kata Nahdiana saat konferensi pers daring di Gedung Dinas Pendidikan DKI, Jumat (26/6/2020).
Dia menjelaskan dalam jalur prestasi terbagi menjadi dua yakni 5 persen untuk non akademis atau harus menggunakan sertifikat. Selanjutnya yakni 20 persen kuotanya untuk jalur prestasi akademis atau menggunakan nilai rapor sekolah.
Nahdiana juga menyatakan untuk jalur prestasi tersebut calon peserta didik baru dapat memulai pendaftaran pada 1 Juli 2020.
"Ini menggunakan nilai rapor dan nilai akreditasinya, yang kami tarik dari data sekolah. Sudah selesai tinggal daftar aja, dilihat akademisnya, ketika daya tampungnya 200, maka diurutkan dari 1 sampai 200," papar dia.
Sebelumnya, ratusan orang tua protes kriteria usia menjadi prioritas dalam seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Mereka mendatangi Gedung Balai Kota DKI Jakarta, dan menuntut Gubernur Anies Baswedan untuk menghapus syarat usai jadi prioritas di metode PPDB.
Polemik, kriteria usia pada PPDB pertama kali mencuat saat Saguh, orangtua dari calon murid kelas 7 mengaku keberatan dengan proses tersebut. Ia merasa penerimaan murid berdasarkan usia tidak adil dari segi kompetensi. Ketimbang berdasarkan usia, ia lebih menyetujui sistem zonasi.
Keluhan itu pun telah disampaikan kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. Saguh mengatakan, Riza terkejut dengan adanya sistem penerimaan murid baru tingkat SMP/SMA berdasarkan usia.
"Kriteria yang digunakan usia, artinya siapa yang lebih tua di zonasi tersebut, padahal kita tahu terbatas kan misalnya di daerah Jakarta Timur ada berapa sekolah, tapi peminatnya pasti lebih banyak itu yang didahulukan yang tua-tua dulu, jadi ini enggak relevan," keluh Saguh.
Dia mengungkapkan, skema seperti itu setidaknya akan berdampak terhadap psikis anak-anak yang bersungguh-sungguh dalam mencapai target akademis namun dikalahkan dengan kriteria usia.
Advertisement