Luncurkan Buku Bersama Kemenag, KPK Sebut Sedekah Bukan Gratifikasi

Ghufron menyampaikan, dalam agama apapun gratifikasi tidak diperbolehkan. Dengan peluncuran bukun tersebut, masyarakat bisa membedakan bentuk gratifikasi dan sedekah.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 08 Jul 2020, 17:46 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2020, 17:46 WIB
KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). Pemprov Papua merupakan daerah yang memiliki risiko korupsi tertinggi dengan. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi KPK bersama Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan buku gratifikasi dalam perspektif agama. Kegiatan peluncuran dilakukan secara daring oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi, Rabu (8/7/2020).

Ghufron menyampaikan, dalam agama apapun gratifikasi tidak diperbolehkan. Dengan peluncuran bukun tersebut, masyarakat bisa membedakan bentuk gratifikasi dan sedekah.

“Prinsipnya hadiah antar anak bangsa boleh, dan dianjurkan saling memberi, sepanjang tidak ada kaitannya dengan jabatan. Kami berharap buku ini memberi kepastian, bahwa yang disebut infaq, sedekah, hadiah, itu berbeda dengan gratifikasi,” ujar Ghufron dalam keterangannya, Rabu (8/7/2020).

Ghufron menjelaskan pula gratifikasi berbeda dengan suap dan pemerasan. Kalau gratifikasi, inisiasinya dari pemberi. Sedangkan, suap inisiasinya antara pemberi dan penerima bertemu (meeting of mind).

"Sementara, pemerasan inisiasinya dari penerima," kata Ghufron.

Senada dengan Ghufron, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi berharap dengan buku tersebut masyarakat dapat memahami substansi gratifikasi dengan benar.

Zainut sepakat komitmen pengendalian gratifikasi merupakan hal yang sangat penting dilaksanakan. Karena itu, Kementerian Agama menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengendalian Gratifikasi pada Kementerian Agama.

Diatur dalam PMA, pegawai wajib menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas. Sedangkan, kategori gratifikasi dibedakan menjadi gratifikasi yang wajib dilaporkan dan yang tidak wajib dilaporkan.

Zainut berharap, Aparatur Sipil Negara pada Kementerian Agama tidak memberikan suatu yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.

"Kedua, senantiasa menolak pemberian gratifikasi yang dilarang serta tidak menggunakan fasilitas dinas di luar aktifitas kedinasan. Dan yang ketiga, menurut Zainut berusaha menjadi contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat dengan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tugas dan kewajiban,” kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Perspektif Agama Lain

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, yaitu Plt. Inspektur Jenderal Kemenag M. Thambrin; Plt. Dirjen Bimas 5 Agama, Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha; Inspektur di lingkungan Itjen Kemenag, Rektor atau Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN), Kakanwil Kemenag Provinsi/Kabupaten/Kota, serta para Pembimbing Masyarakat (Pembimas) dan Penyuluh Agama.

Dalam waktu dekat, KPK bersama Kemenag akan melengkapi seri buku gratifikasi dalam perspektif agama lainnya, yaitu Konghucu, pada tahun ini juga.

Versi digital buku dapat diunduh di website KPK dengan tautan https://www.kpk.go.id/id/publikasi/kajian-dan-penelitian/papers-antikorupsi/1395-gratifikasi-dalam-perspektif-agama

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya