Liputan6.com, Jakarta Pengacara terpidana kasus BLBI terkait pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra, Otto Hasibuan mengatakan penahanan kliennya batal demi hukum.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono menjelaskan, pria bernama lengkap Djoko Soegiarto Tjandra bukanlah ditahan. Djoko Tjandra dijebloskan ke balik jeruji besi lantaran dieksekusi usai putusan kasusnya inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Menurut dia, jaksa eksekusi menjalankan perintah yang tercantum dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung. Salah satu amar berbunyi, "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra dengan pidana selama 2 tahun."
Advertisement
Oleh karena itu, kata Hari, setelah tertangkap Djoko Tjandra pada Kamis 30 Juli 2020 lalu, jaksa eksekutor melaksanakan eksekusi terhadap putusan MA dalam perkara PK Djoko. Eksekusi itu dilaksanakan sehari kemudian Jumat 31 Juli 2020.
"Jadi pelaksanaan eksekusi dilakukan oleh jaksa di Bareskrim Polri ketika Bareskrim menyerahkan Djoko Soegiarto Tjandra maka pada hari itu juga jaksa langsung melakukan eksekusi dan dituangkan dalam Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi yang ditandatangani oleh terpidana Djoko Soegiarto Tjandra kemudian Jaksa eksekutor dan Kepala Rutan Kelas 1 Jakarta Pusat,” papar Hari saat konferensi Pers di Jakarta Selatan, Selasa (4/8/2020).
Dia menerangkan, eksekusi itu berdasar putusan PK Nomor 12 Tahun 2009. Sebagaimana diketahui Putusan PK ini adalah upaya hukum luar biasa dalam tingkat akhir sudah tidak adalagi upaya hukum.
Hari pun mengutip Pasal 270 KUHAP yang menjelaskan, pelaksanaan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa.
"Jadi bukan lagi penahanan. Tapi itu adalah eksekusi," ujar Hari soal Djoko Tjandra.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Batal Demi Hukum
Hari sekaligus ingin menampik pendapat Otto Hasibuan selaku penasihat Djoko Soegiarto Tjandra yang menyatakan putusan PK terkait kliennya batal demi hukum. Otto memperkuat pendapatnya dengan mengutip Pasal 197 KUHAP.
Pasal 197 ayat (1) huruf “k” menyatakan surat putusan pemidanaan harus memuat antara lain mengenai perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan. Sedangkan ayat (2) KUHAP menentukan jika tidak dipenuhi ketentuan tersebut maka mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Hari menegaskan, tidak adalagi yang namanya penahanan dalam kasus Djoko Tjandra. Penahanan itu hanya ada dalam ranah penyidikan dan penuntutan. Yang berwenang adalah penyidik, penuntut umum maupun hakim.
"Tidak ada istilah penahanan jadi yang dilakukan adalah eksekusi. Kalaupun ada yang berpendapat bahwa putusan itu tidak memenuhi syarat ketentuan di dalam Pasal 197 ayat 2, maka ranahnya menjadi berbeda," ujar Hari.
Dia menampik pernyataan Otto yang mengutip Pasal 197 dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No 69 Tahun 2012. Dia menuturkan, sebuah putusan pemidanaan tanpa memuat perintah terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan tidak menjadikan sebuah putusan pemidanaan batal demi hukum.
"Sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi No 69 Tahun 2012 bahwa terhadap putusan yang tidak memenuhi Pasal 197 ayat 1 huruf K tidak menjadikan batal hukum. Jadi putusan MK terbit tahun 2012. Sementara putusan PK-nya adalah Tahun 2009," papar Hari.
Hari mengaku siap jika dalam perjalanan penasihat hukum Djoko Soegiarto Tjandra melakukan perlawanan.
"Kalaupun ada yang berpendapat bahwa itu tidak sah ataupun batal demi hukum maka kami siap jika hal tersebut akan dipermasalahkan dalam tataran ranah hukum," ujar dia.
Advertisement