Liputan6.com, Jakarta - LBH Jakarta mengecam keras penyerangan dan perusakan Polsek Ciracas serta fasilitas umum di Ciracas, Jakarta Timur. LBH Jakarta menuntut kasus ini diusut secara independen transparan dan akuntabel.
"Tidak boleh ada keistimewaan, perlindungan, dan kekebalan hukum untuk kelompok tertentu di republik ini karena hal tersebut adalah diskriminasi dalam penegakan hukum. Semua harus diperlakukan sama di depan hukum," kata Direktur LBH Jakarta Arif Maulana dalam keterangannya, Senin (31/8/2020).
"Kalau memang bersalah, apakah sipil, anggota TNI atau Polri harus ditangkap dan diajukan ke pengadilan. Jika tindakan di luar hukum seperti penyerangan ini tidak diungkap dan dibiarkan, ini menunjukkan ada yang salah dalam hukum kita dan kasus serupa akan kembali terjadi di masa depan," sambung dia.
Advertisement
LBH Jakarta mengingatkan kepada pimpinan TNI dan Polri untuk serius dan transparan dan bertanggungjawab untuk pengungkapan kasus penyerangan Polsek Ciracas ini.
Pengungkapan tindak pidana, kata Arif, adalah urusan publik karena menyangkut kepentingan umum. Terlebih kasus ini menyangkut kredibiltas institusi penegakan hukum dan keselamatan masyarakat terlebih yang menjadi korban penyerangan.
"Panglima TNI dan Kapolri harus memastikan kasus ini diusut hingga tuntas dan tidak menguap begitu saja sebagaimana terjadi dalam kasus yang sama pada Desember 2018. Harus terungkap siapa yang bertanggungjawab secara hukum. Kasus ini harus diungkap secara mendalam dan tuntas untuk menyelesaikan akar persoalan serta mencegah hal serupa kembali terjadi," ucap Arif.
Sementara itu, polisi mendata jumlah korban penyerangan dan perusakan di Polsek Ciracas, pada Sabtu 28 Agustus 2020 dini hari. Selain di polsek, perusakan juga terjadi di beberapa titik lainnya di Ciracas, Jakarta Timur.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus menerangkan, perusakan yang dilakukan sekitar 100 orang tersebut mengakibatkan sembilan orang terluka.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Desakan LBH Jakarta
Arif pun menilai, kasus ini semakin menegaskan pentingnya segera melakukan revisi terhadap peradilan militer yang memiliki berbagai kelemahan dan ini bagian dari mandat reformasi TNI yang gagal untuk dilaksanakan. Jika terjadi tindakan kriminal yang dilakukan oleh anggota TNI, kata dia, mestinya juga diadili melalui mekanisme peradilan umum.
LBH Jakarta pun mendesak dilakukan penyidikan kasus secara independen oleh Kepolisian dengan melibatkan Kejaksaan maupun kelompok masyarakat sipil dalam sistem peradilan pidana umum.
Kemudian, mendesak Panglima TNI dan Kapolri harus memastikan proses hukum dijalankan secara indepeden, transparan dan akuntabel kepada para pelaku penyerangan dan pembakaran untuk mengungkap akar persoalan dan penyelesaian kasus ini sampai dengan tuntas sehingga kasus serupa tidak lagi terjadi di kemudian hari.
LBH menilai, berulangnya kasus ini menjadi bukti rapuhnya UU Peradilan Militer yang melanggengkan impunitas terhadap anggota TNI yang menjadi pelaku tindak pidana dan mendesaknya pelaksanaan revisi UU Peradilan Militer oleh Pemerintah dan DPR.
Advertisement