Liputan6.com, Jakarta Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita aset yang diduga terkait dengan perkara mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Aset yang disita berupa lahan kebun sawit dan dokumen pendukung yang terletak di beberapa kecamatan di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara.
"Hari Rabu, 2 September 2020, penyidik KPK kembali melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan juga melakukan penyitaan aset yang diduga terkait dengan tersangka NHD berupa lahan kebun sawit dan dokumen pendukungnya yang terletak di Kabupaten Padang Lawas, Sumut," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (3/9/2020).
Advertisement
Penyitaan dilakukan bekerja sama dengan Kepala Kejaksaan Negeri Padang Lawas Kristianti Yuni Purwanti. Menurut Ali, penyitaan dilakukan dengan disaksikan perangkat desa dan pihak yang menguasai dan mengetahui terkait aset untuk memastikan legalitas kebun sawit tersebut.
"Luas lahan kebun sawit yang dilakukan penyitaan kurang lebih 33.000 M2 yang terletak di desa Padang Bulu Lama kecamatan Barumun Selatan Kab. Padang Lawas Sumut," kata Ali.
Selain itu, Ali mengatakan, penyidik KPK juga menyita uang tunai dari salah satu saksi sebesar Rp 100 juta yang diduga dari hasil pengelolaan kebun sawit tersebut.
Sebelumnya, KPK juga telah melakukan penyitaan lahan kebun sawit seluas 530,8 hektare di Kabupaten Padang Lawas.
"KPK akan terus berupaya maksimal dalam penyidikan ini dengan terus mengejar aset-aset yang diduga hasil kejahatan dalam perkara dimaksud," kata Ali.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Deretan Aset Tak Wajar Nurhadi
Â
Sementara itu, Berdasarkan data yang dihimpun ICW dan Lokataru selama ini, Nurhadi diduga memiliki kekayaan yang tidak wajar atau tidak berbanding lurus dengan penghasilan resminya. Patut diduga harta kekayaan tersebut diperoleh dari hasil tindak kejahatan korupsi.
Setidaknya ditemukan beberapa aset yang diduga milik Nurhadi, di antaranya tujuh aset tanah dan bangunan dengan nilai ratusan miliar rupiah, empat lahan usaha kelapa sawit, delapan badan hukum baik dalam bentuk PT maupun UD, 12 mobil mewah, dan 12 jam tangan mewah.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Sekretaris MA Nurhadi, Riezky Herbiono yang merupakan menantu Nurhadi, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT. MIT) Hiendra Soenjoto.
Hiendra dijerat sebagai pihak yang menyuap Nurhadi. Hiendra melalui Rezky Herbiono diduga memberi suap dan gratifikasi dengan nilai total mencapai Rp 46 miliar.
Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Diketahui Rezky diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.
Ketiganya diketahui sempat menjadi buronan dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Selama kurang lebih empat bulan menghilang, Nurhadi dan Rezky akhirnya ditangkap tim penindakan KPK di sebuah rumah mewah di kawasan Simprug, Jakarta Selatan.
Tak ada perlawanan berat yang diterima tim penindakan dari Nurhadi dan Rezky. Tim hanya kesulitan untuk masuk ke dalam rumah tersebut lantaran pintunya digembok.
Tim awalnya berusaha masuk secara baik-baik dengan mengetuk pagar dan pintu rumah, namun tak ada itikad baik dari Nurhadi. Tim kemudian memutuskan untuk membobol pagar dan pintu rumah dengan disaksikan ketua RW setempat.
Nurhadi dan Rezky pun digelandang tim ke lembaga antirasuah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sementara Hiendra hingga kini masih diburu tim penindakan KPK.
Advertisement