Tamansiswa: Disahkannya RUU Cipta Kerja Buat Pendidikan Jadi Komoditi Dagangan

Cahyono Agus mengatakan, pihaknya merasa kaget disahkannya RUU Cipta Kerja.

oleh Yopi Makdori diperbarui 06 Okt 2020, 12:45 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2020, 12:45 WIB
FOTO: Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju Hadiri Paripurna Pengesahan UU Ciptaker
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan salam kepada anggota DPR disaksikan Pimpinan DPR saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). Rapat membahas berbagai agenda, salah satunya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS) Cahyono Agus mengatakan, pihaknya kaget disahkannya RUU Cipta Kerja. Menurut dia, ini menempatkan pendidikan sebagai komoditas untuk diperdagangkan.

Dia menyoroti pada Paragraf 12 pasal 65 RUU Cipta Kerja yang disahkan, di mana menyebutkan mengenai perizinan sektor pendidikan melalui perizinan berusaha.

"Keberadaan pasal ini sama saja dengan menempatkan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan untuk mencari keuntungan," kata Cahyono dalam keterangannya, Selasa (6/10/2020).

Menurut dia, keberadaan pasal 65 dalam RUU Cipta Kerja tersebut, sangat bertentangan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

"Sebaiknya pendidikan tidak ditempatkan sebagai komoditas yang diperdagangkan karena hal itu jelas-jelas bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945, bahwa salah satu tujuan negara adalah untuk mencerdaskan bangsa, dan pasal 31 UUD 1945 bahwa pendidikan itu hak setiap warga," ungkap Cahyono.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Dibawa ke MK

Cahyono mengungkapkan, sebagai bentuk protes berkelanjutan, pihaknya akan membawa ini ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Sebelumnya, insan Tamansiswa juga terlibat aktif dalam menolak UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) dan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) yang keduanya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)," tutup dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya