Eks Dirut Jadi Tersangka Korupsi di Kejagung, BTN Hormati Proses Hukum

Kejagung telah menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) Bank Tabungan Negara (BTN) H Maryono dan Direktur Utama PT Pelangi Putera Mandiri Yunan Anwar

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 07 Okt 2020, 15:01 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2020, 15:01 WIB
Ilustrasi Kejaksaan Agung RI (Kejagung)
Gedung Kejaksaan Agung Jakarta. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) Bank Tabungan Negara (BTN) H Maryono dan Direktur Utama PT Pelangi Putera Mandiri Yunan Anwar sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi.

Terkait hal tersebut, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menyatakan menghormati proses hukum yang dilakukan Kejagung dalam mengungkap kasus tersebut.

"Bank BTN menghormati proses hukum dalam penyelesaian masalah tersebut dan akan membantu penegak hukum dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah," tutur Corporate Secretary Bank BTN, Ari Kurniaman dalam keterangannya, Selasa (6/10/2020).

Menurut Ari, selama ini pihaknya bekerja sama dengan Kejagung. Khususnya dalam memproses debitur nakal yang tidak mau membayar utangnya.

"Kami sudah melakukan MoU dengan Kejagung. Bahkan kami sudah terbantu dengan upaya Kejagung dalam memproses debitur nakal," jelasnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) Bank Tabungan Negara (BTN) H Maryono dan Direktur Utama PT Pelangi Putera Mandiri Yunan Anwar sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi.

"Dalam kurun waktu 2013 sampai dengan tahun 2015, diduga HM sebagai Direktur Utama Bank Tabungan Negara periode tahun 2012-2019 telah menerima hadiah atau janji atau suap atau gratifikasi berupa uang melalui rekening bank atas nama Widi Kusuma Purwanto yang merupakan menantu dari HM," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa 6 Oktober 2020.

Penerimaan gratifikasi itu diduga terkait pemberian fasilitas kredit dan pencairan kredit dari BTN kepada PT Pelangi Putera Mandiri dan PT Titanium Property.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pengiriman Dana

Seperti dilansir Antara, Kejagung menemukan pegawai PT Pelangi Putera Mandiri pernah melakukan pengiriman dana kepada menantu Maryono dengan total sebesar Rp 2,257 miliar sebelum menerima fasilitas kredit dari BTN Cabang Samarinda sebesar Rp 117 miliar pada 2014 yang kini macet.

Selanjutnya untuk PT Titanium Property, BTN Cabang Jakarta Harmoni mengucurkan kredit sebesar Rp 160 miliar untuk pembiayaan pembangunan Apartement Titanium Square pada 2013.

Terkait fasilitas kredit itu, PT Titanium Property mengirimkan total sebesar Rp 870 juta kepada menantu Maryono dengan rincian Rp 500 juta pada 22 Mei 2014, Rp 250 juta pada 16 Juni 2014 dan Rp 120 juta pada 17 September 2014.

Kejagung menduga keberhasilan pemberian fasilitas kredit kepada dua perusahaan tersebut atas peran serta Maryono yang saat itu menjabat Direktur Utama BTN dengan mendorong pemberian fasilitas kredit walaupun tidak sesuai dengan SOP yang berlaku pada bank pelat merah itu.

Atas perbuatan itu, Maryono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) jo ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Yunan Anwar disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya