KPK Dalami Kasus Rachmat Yasin Lewat Sekda Singasari dan Pengelola Pesantren

KPK menetapkan Rachmat Yasin, Bupati Bogor periode 2009-2014 dalam dua kasus, yakni dugaan pemotongan uang dan gratifikasi.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 26 Okt 2020, 11:36 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2020, 11:36 WIB
FOTO: Mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin Jalani Pemeriksaan Lanjutan
Mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin usai menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/10/2020). Rachmat Yasin diperiksa sebagai tersangka tindak pidana korupsi pemotongan uang dan gratifikasi saat menjabat sebagai Bupati Bogor periode 2008-2014. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Daerah Singasari Naman Supratmansyah dan pengelola pesantren bernama Lesmana dipanggil tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (26/10/2020). Keduanya akan diperiksa dalam kasus pemotongan uang dan gratifikasi Bupati Bogor Rachmat Yasin.

"Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RY (Rachmat Yasin)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin (26/10/2020).

KPK menetapkan Rachmat Yasin, Bupati Bogor periode 2009-2014 dalam dua kasus, yakni dugaan pemotongan uang dan gratifikasi. Rachmat Yasin dijerat dengan kasus dugaan "memalak" dan "menyunat" para satuan perangkat kerja daerah (SKPD) selama menjabat Bupati Bogor.

Rachmat Yasin diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa SKPD Rp 8.931.326.223. Setiap SKPD diduga memiliki sumber dana yang berbeda untuk memberikan dana kepada Rachmat Yasin.

Uang tersebut diduga digunakan Rachmat Yasin untuk biaya operasional dan kebutuhan kampanye Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014.

Selain itu, Rachmat Yasin juga diduga menerima gratifikasi, yaitu berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor dan Toyota Velflre senilai Rp 825 juta.

Untuk penerimaan gratifikasi berupa tanah seluas 20 hektare, Rachmat Yasin sengaja meminta kepada anak buahnya untuk memeriksa satu bidang tanah seluas 350 hektare. Pemilik tanah tersebut hendak membangun pesantren di tanah tersebut.

Pada tahun 2010 seorang pemilik tanah seluas 350 hektare yang terletak di Desa Singasan dan Desa Cibodas, Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor ingin mendirikan Pondok Pesantren dan Kota Santri. Untuk itu pemilik tanah berencana akan menghibahkan tanahnya seluas 100 hektare agar pembangunan pesantren terealisasi.

Pemilik tanah tersebut kemudian menyampaikan maksudnya untuk mendirikan pesantren pada Rachmat Yasin melalui stafnya. Rachmat Yasin menjelaskan agar dilakukan pengecekan mengenai status tanah dan kelengkapan surat-surat tanahnya.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Minta Bagian Tanah

Pada pertengahan tahun 2011, Rachmat Yasin melakukan kunjungan lapangan di sekitar daerah pembangunan Pondok Pesantren tersebut. Melalui perwakilannya, Rachmat menyampaikan ketertarikannya terhadap tanah tersebut. Rachmat juga meminta bagian agar tanah tersebut juga dihibahkan untuknya.

Pemilik tanah kemudian menghibahkan atau memberikan tanah seluas 20 Ha tersebut sesuai permintaan Rachmat Yasin. Diduga Rachmat mendapatkan gratifikasi agar memperlancar perizinan lokasi pendirian Pondok Pesantren dan Kota Santri.

Rachmat Yasin sendiri diketahui baru bebas pada 8 Mei 2019. Dia sebelumnya dijerat dalam kasus suap rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor Tahun 2014 atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 Hektare.

Rachmat Yasin divonis 5 tahun 6 bulan penjara. Dalam perkara yang diawali operasi tangkap tangan (OTT) pada 7 Mei 2014, KPK juga memproses FX Yohan Yap (swasta), M Zairin (KepaIa Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor) dan Kwee Cahyadi Kumala, Komisaris Utama PT. Jonggol Asri dan Presiden Direktur PT. Sentul City.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya