Top 3 News: KPK Kembali Bicara Potensi Ancaman Hukuman Mati Bagi Juliari Batubara

Dalam top 3 news hari ini, KPK bakal mendalami dugaan aliran uang haram kasus suap pengadaan bantuan sosial Covid-19 yang dinikmati pihak lain selain Juliari Batubara.

oleh Devira PrastiwiMaria FloraLiputan6.comYopi Makdori diperbarui 16 Des 2020, 06:52 WIB
Diterbitkan 16 Des 2020, 06:52 WIB
Menteri Sosial (mensos) Juliari Batubara
Menteri Sosial (mensos) Juliari Batubara (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Top 3 news hari ini mengungkap adanya sederet perkembangan terbaru dari kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Covid-19 yang menjerat mantan Menteri Menteri Sosial Juliari Batubara.

Salah satunya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali bicara soal potensi ancaman hukuman mati terhadap Juliari Batubara.

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi (Tipikor) sangat mungkin diterapkan jika terbukti ada kerugian keuangan negara.

Berita terpopuler lainnya datang dari mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Mahkamah Agung (MA) memutuskan membebaskan Partai Keadilan Sosial (PKS) membayar ganti rugi Rp 30 miliar karena memecat Fahri dari PKS.

Mengetahui hal tersebut, Fahri Hamzah mengatakan apabila gugatannya dikabulkab, uang tersebut rencananya akan disumbangkan kepada mereka yang membutuhkan.

Lantas, langkah hukum apa yang akan dilakukan Fahri Hamzah selanjutnya?

Sementara itu, Ketua Mahkama Konstitusi periode 2013-2015, Hamdan Zoelva menyoroti penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya saat ini hukum di Tanah Air lebih diutamakan untuk kepentingan penguasa.

Untuk itu dia mengajak seluruh komponen masyarakat untuk kembali menegakkan hukum sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dimana tak ada yang namanya keberpihakkan pada golongan atau kelompok tertentu.

Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Selasa, 15 Desember 2020:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

1. 4 Perkembangan Terkini Kasus Dugaan Korupsi Dana Bansos Juliari Batubara

Pemerintah dan DPR Bahas Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Mensos Juliari P Batubara saat rapat kerja gabungan dengan DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2/2020). Rapat membahas kenaikan iuran BPJS Kesehatan, data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan peran pemda dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) yang dilakukan eks Menteri Sosial Juliari Batubara.

Salah satunya, KPK bakal mendalami dugaan aliran uang haram pada kasus suap pengadaan bantuan sosial Covid-19. Uang ini diduga turut dinikmati pihak lain.

"Terkait aliran (uang), tentu ini materi penyidikan yang akan terus digali dan dikonfirmasi dari saksi-saksi yang akan dipanggil dan diperiksa tim penyidik," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Minggu, 13 Desember 2020.

Tak hanya itu, lembaga antirasuah juga kembali bicara soal potensi ancaman hukuman mati terhadap Juliari Batubara.

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, ancaman hukuman mati bisa diberikan kepada Juliari Batubara sesuai dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi (Tipikor).

 

Selengkapnya...

2. Gugatan Rp 30 Miliar ke PKS Kandas di MK, Ini Kata Fahri Hamzah

Fahri Hamzah
Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. (Merdeka.com)

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan permohonan Peninjauan Kembali Partai Keadilan Sejahtera atau PKS terhadap Fahri Hamzah. MA memutuskan membebaskan PKS membayar ganti rugi Rp 30 miliar karena memecat Fahri dari PKS.

Menanggapi hal tersebut, Fahri Hamzah menyatakan tidak masalah dirinya tidak mendapat ganti rugi, hanya saja seharusnya ia dapat menyumbangkan Rp 30 miliar itu ke orang yang membutuhkan. 

"Niatnya yang Rp 30 Miliar itu mau disumbangkan. Tidak akan diambil sepeserpun," kata Fahri saat dikonfirmasi, Selasa (15/12/2020).

Sementara itu, Kuasa hukum Fahri Hamzah, Mujahid Latief menyebut putusan MA hanya membatalkan ganti rugi immateril Rp 30 miliar. Putusan itu justru memperkuat putusan sebelumnya, yaitu PKS dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam pemecatan Fahri.

"Putusan itu memperkuat putusan sebelumnya, PKS tetap dinyatakan bersalah dan terbukti melawan perbuatan melawan hukum," tambahnya.

 

Selengkapnya...

3. Hamdan Zoelva: Saya Khawatir, Atas Nama Hukum Nyawa Manusia Mudah Dihabisi

4-hamdan-zoelva-131223c.jpg
Dalam pembacaan refleksi akhir tahun pada Senin 23 Des 2013 Ketua MK Hamdan Zoelva mengakui kinerja MK selama lebih kurang 10 tahun rusak karena peristiwa tertangkapnya Akil Muchtar (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ketua Mahkama Konstitusi periode 2013-2015, Hamdan Zoelva mengkhawatirkan penegakan hukum di Indonesia. Ia melihat terjadi kecenderungan hukum digunakan untuk kepentingan penguasa. Hal semacam ini, menurut Hamdan Zoelva jauh dari konsep negara hukum.

"Sangat khawatir negara hukum yang semakin menunjukkan rule by law bukan rule of law. Rule by law, hukum digunakan untuk kepentingan kekuasaan. Rule of law, hukum digunakan untuk keadilan, hormati HAM dan perlakuan sama di depan hukum," tulis Hamdan Zoelva melalui Twitter di @hamdanzoelva, dikutip pada Selasa (15/12/2020).

Menurut dia, konsep rule by law kerap digunakan oleh negara penjajah Belanda saat menjajah Tanah Air. Di mana hukum hanya diterapkan terhadap kalangan tertentu saja, bukan untuk kaum penjajah.

"Watak negara hukum rule by law, digunakan oleh penjajah kolonial Belanda pada masa lalu melalui KUHP (wetboek van strafrecht) yang ditegakkan secara ketat kepada kaum pribumi dan pejuang dan tidak untuk warga Belanda. Pasal-pasal KUHP sekarang masih peninggalan Belanda itu," tegasnya.

Ahli Hukum kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu melihat negara hukum yang jauh dari pakem-pakem rule of law akan menjastifikasi berbagai tindakan yang sebenarnya tak dibenarkan oleh hukum tetapi mengatasnamakan hukum.

 

Selengkapnya...

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya