BNPT Sebut Kaum Milenial Jadi Sasaran Utama Radikalisasi

Ahmad Nurwakhid mengatakan, kaum milenial menjadi sasaran utama radikalisasi.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 23 Mei 2021, 06:30 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2021, 06:30 WIB
Polisi Tangkap Terduga Teroris
Polisi bersenjata lengkap mengawal sejumlah terduga teroris untuk dihadirkan dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (17/5/2019). Sepanjang bulan Mei 2019, tim Densus 88 Antiteror telah menangkap sebanyak 29 terduga teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid mengatakan, kaum milenial menjadi sasaran utama radikalisasi.

Hal ini disampaikannya dalam acara webinar nasional "Membangun Spirit Pemuda Maluku di Tengah Fenomena Radikalisme" yang diselenggarakan AMGPM Daerah Kota Ambon Cabang Imanuel Karpan, Sabtu 22 Mei 2021.

"Kaum milenial menjadi sasaran utama radikalisasi karena generasi muda itu punya masa depan yang panjang," kata Ahmad seperti dilansir dari Antara, Minggu (23/5/2021).

Dia menjelaskan, kaum milenial dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu 14-19 tahun, 20-40 tahun dan 40 tahun sampai 55 tahun.

"Khusus untuk generasi milenial 20-40 tahun ini adalah generasi yang luar biasa dan potensial menjadi sasaran radikalisasi sebab mereka sangat sensitif nilai keagamaannya, kemudian masih dalam fase pertumbuhan yang emosional sehingga terkadang dia labil," ungkap Ahmad.

Menurutnya, wawasan pengetahuan dan penghayatan mereka terhadap nilai-nilai hidup masih dalam fase pertumbuhan menuju pematangan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pancasila Harus Dikuatkan

Untuk itu, Pancasila yang merupakan ideologi pemersatu bangsa, serta gotong royong, yang digali dari kearifan lokal budaya dan nilai-nilai agama harus terus dipupuk dan dikuatkan.

Ia menambahkan Densus 88 atau pun BNPT meyakini tidak ada konflik agama, tetapi yang ada adalah konflik kepentingan yang memanipulasi dan mengatasnamakan agama.

Menurut dia, ketertarikan terhadap ideologi tersebut karena kondisi di masyarakat, Pancasila dianggap tidak menarik, belajar dengan guru yang salah, dan adanya provokasi media sosial.

"Diimbau kepada masyarakat pelajari agama pada ahlinya, kenali modusnya, tolak seperti narkoba, kritis terhadap fenomena di sekitar kita," kata Ahmad.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya