Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri tak hadir saat debat melawan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono terkait polemik tes wawasan kebangsaan (TWK). Adapun debat seharusnya digelar di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Jumat (4/6/2021).
"Mungkin ditanyakan (kenapa tak hadir) ke yang bersangkutan (Firli). Saya hadir hanya sebagai yang ditantang saja," ujar Giri kepada wartawan, Jumat (4/6/2021).
Debat itu dimodetatori peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana serta dihadiri presenter Najwa Shihab melalui virtual. Meski telah menunggu cukup lama, Firli tetap tak menampakkan batang hidungnya.
Advertisement
Padahal, pihak ICW mengaku sudah memberikan undangan resmi agar Firli dapat hadir dalam debat tersebut. Giri mengatakan debat ini merupakan sarana untuk mencerdaskan masyarakat karena TWK sangat tertutup.
"Tetapi yang penting bukan menang kalah, ini sarana kita untuk mencerdaskan pada publik, karena tes wawasan kebangsaan ini tertutup sekali. Kita nggak pernah tahu siapa 75, tidak pernah tahu 51, tidak pernah tahu soal proses metodologi. Bahkan orang yang mewawancarai kita pun juga tidak mengetahui kita juga," jelas dia.
Menurut dia, acara debat ini dibuat oleh netizen di media sosial. Giri mengaku awalnya hanya menganggap tantangan debat dengam Firli sebagai candaan netizen.
"Saya bertanya bercanda di sana, kalau kalah siap mundur atau tidak, gitu. Kalau saya siap mundur. Jadi dengan konsekuensi itu hari ini apakah ada yang nggak siap mundur, saya pikir mungkin ditanyakan ke yang bersangkutan," kata dia.
Giri menekankan bahwa keterbukaan dan transparansi merupakan ciri khas tata kelola pemerintahan. Namun, hal ini dilanggar dalam TWK yang menjadi proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Label Merah
Dia menilai seharusnya Pimpinan KPK melindungi dan memperjuangkan nasib para pegawai yang tak lolos asesmen agar lembaga antirasuah semakin kuat. Kenyataannya, 75 pegawai KPK yang tak lolos asesmen.
Sebanyak 51 pegawai akan diserahkan ke lembaga lain untuk dibina. Sisanya, 24 pegawai dinyatakan tak bisa bekerja lagi di KPK karena mendapat label "merah" sehingga tak bisa dibina.
"Ini menyakitkan, bagi generasi dan seluruh Indonesia. Orang kan belajar, ini lho pemberantasan korupsi yang berani. Novel (Baswedan) dan sekelas orang-orang Novel lainnya, kalau berani-berani berarti tidak dihargai. Padahal berani itu bagian dari nilai antikorupsi itu sendiri," tutur Giri.
"Jadi jangan ragukan kami, bukan wawasan kita sudah mempraktekkan praktek kebangsaan kami. Kami cinta negara ini dan tidak usah diragukan untuk hal itu," sambung dia.
Advertisement