Liputan6.com, Jakarta Dalam upaya meminimalisir dampak bencana atau mitigasi bencana untuk daerah aliran sungai (DAS) Citarum, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat (Jabar) menyiapkan beberapa mitigasi.
Kepala Pelaksana BPBD Jabar Dani Ramdan mengatakan, mitigasi dibagi menjadi dua yaitu mitigasi struktural dan mitigasi nonstruktural. Mitigasi struktural yaitu yang menyangkut infrastruktur atau pembangunan seperti Check DAM, normalisasi sungai, situ, dan embung yang dilaksanakannya oleh BBWS Citarum, contohnya Terowongan Nanjung, dan Floodway Cisangkuy.
"BBWS juga memasang telemetri untuk peringatan dini banjir di beberapa titik. Lalu di Subang ada Waduk Sadawarna, ini pembangunannya sudah 50 persen," ucapnya, Jumat (11/6).
Advertisement
BPBD sendiri, kata Dani, lebih ke nonstruktural atau mitigasi cara kedua yaitu dengan mengedukasi atau sosialisasi kepada masyarakat.
"Biasanya kami lakukan mulai dari individu melalui media sosial, juga membentuk GATANA (Keluarga Tangguh Bencana), lalu ditingkat komunitasnya ada RT RW Siaga dan Desa Tangguh Bencana (Destana)/Kelurahan Tangguh Bencana (Katana)," katanya.
Dalam menghadapi bencana, lanjut Dani, masyarakat tidak perlu panik. Hal itu dapat dilatih dengan melakukan simulasi.
"Sebenarnya kalau panik pada saat bencana itu normal. Namun bagaimana caranya supaya tidak panik? Maka harus terlatih," ucapnya.
Menurut Dani, hasil survei pada saat kejadian bencana gempa besar di Jepang, ternyata 35 persen faktor keselamatan itu ada pada diri sendiri. Jadi diri sendiri harus punya pengetahuan dan berlatih. Hal itu biasanya bisa mengurangi kepanikan.
"Tapi tidak cukup, karena biasanya ada faktor lain, 32%itu faktor keluarga. Jika di rumah ada lansia, balita atau difabel itu harus ditolong dengan latihan. Lalu 27% adalah komunitas. Karena itu yang paling dekat membantu. Maka perlu ada sosialisasi dan edukasi di tingkat RT, RW, sampai desa," tuturnya.
Diakui dia, dalam sosialisasi mitigasi tersebut bukan hal yang mudah. Terlebih karena Jabar ini luas dengan penduduk yang banyak juga dan itu merupakan tantangan untuk BPBD.
Untuk menjangkaunya, lanjut Dani, pihaknya saat ini melibatkan teknologi informasi dan media sosial agar masyarakat yang tinggal di sekitar DAS Citarum lebih waspada
"Yang pertama dari smartphone. Ada aplikasi yang bisa di download secara gratis namanya “Inarisk”. Itu tinggal didownload, lalu di buka di manapun kita berada, asal GPS-nya nyala itu langsung menginformasikan data kebencanaan di wilayah tersebut," kata dia.
"Dan tidak hanya itu, juga bisa mendeteksi levelnya, tinggi, sedang, atau rendah. Kalau misalnya tinggi, di situ ada panduannya, apa yang harus dilakukan sebelum, ketika, dan setelah bencana menimpa kita. Tidak hanya peringatan, tapi juga paket komplit tentang panduannya," tambahnya.
Aplikasi lainnya untuk masyarakat di DAS Citarum, kata dia, ada aplikasi Info BMKG.
"Itu kalau dibuka, lalu cari nama provinsi, nama kabupaten, nama kecamatan, di situ perkiraan cuaca mulai dari hujan, angin, kelembapan, atau tinggi gelombang, itu ada sampai enam hari ke depan, per tiga jam. Tingkat akurasinya 90 persen," ucapnya.
Menurut Dani, kedua aplikasi tersebut penting, di samping cara sederhana.
"Di Citarum sekarang ada komunitas, seperti di Baleendah ada namanya Jaga Bale. Itu mereka membentuk WA grup dan men-share telemetri (ketinggian air di hulu). Kalau misalnya sudah naik, kira-kira satu jam berikutnya ada kenaikan berapa itu sudah bisa diperkirakan," katanya.
"Sampai ke hilir Bekasi juga ada komunitas-komunitas relawan yang menyediakan informasi tersebut melalui WA grup. Nanti masyarakat bisa menyebarluaskannya dengan kentongan, speaker mesjid, dan lainnya," imbuhnya.
Dani menambahkan, sosialisasi kebencanaan rutin dilakukan oleh BPBD Jabar. Namun selama pandemi ini pihaknya lebih banyak melalui daring/webinar.
"Kami bekerja sama dengan BMH Bandung Mitigasi Hub setiap Senin sampai Jumat jam 11.00 ada diskusi mengenai berbagai isu-isu, topik-topik kebencanaan. Tinggal buka instagram BMH (Bandung Mitigasi Hub) atau BPBD Jabar nanti akan kita informasikan," kata dia.
Tak kalah penting, Dani terus mengingatkan potensi bencana di DAS Citarum.
"Ingatlah ada ibu-ibu pakai kebaya, duduk di kursi memakai kain sulam. Kebaya itu apa? Kenali bahayanya. Duduk di kursi, kursi itu apa? Kurangi risikonya. Lalu kain sulam, siap untuk selamanya. Kenali bahayanya, kurangi risikonya, siap untuk selamat," tegas Dani.
(*)