Okupansi Hotel di Kota Bogor Anjlok, Karyawan Dirumahkan Tanpa Dibayar

Sebelumnya, okupansi hotel di Kota Hujan sudah mulai membaik ke level 60-65 persen periode Juli 2020-Maret 2021.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 12 Jul 2021, 13:52 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2021, 13:38 WIB
Hotel The 101 Suryakancana Bogor 0415 1
Salah satu hotel di Kota Bogor.

Liputan6.com, Jakarta Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa dan Bali memiliki konsekuensi bagi sejumlah sektor usaha. Salah satunya hotel dan restoran di Kota Bogor yang kembali mengalami tekanan.

Sebelumnya, okupansi hotel di Kota Hujan sudah mulai membaik ke level 60-65 persen periode Juli 2020-Maret 2021. Namun, akibat kebijakan tersebut kembali merosot rata-rata dikisaran 15,37 persen.

"Hari Minggu kemarin itu 8,27 persen diambil rata-rata dari 35 hotel di Kota Bogor," ujar Ketua PHRI Kota Bogor, Yuno Abeta Lahay, Senin (12/7/2021).

Anjloknya okupansi membuat pengusaha hotel melati hingga bintang lima dan restoran pun terpaksa merumahkan pekerja mereka di masa PPKM Darurat Jawa-Bali.

Diketahui, sektor usaha restoran tidak diizinkan menerima pengunjung untuk makan dan minum di tempat (dine in). Operasional restoran terbatas pada layanan pesan antar (delivery) dan take away. Disisi lain adanya penyekatan untuk mengurangi mobilitas masyarakat.

"Dari 71 hotel dan restoran sudah mengeluarkan kebijakan merumahkan karyawan tanpa dibayar. Itu sudah terjadi sejak 2 minggu lalu. Sekarang di angka 60 persen yang dirumahkan. 40 persen lainnya juga nggak masuk tiap hari, termasuk jabatan General Management," kata Yuno.

Bahkan beberapa hotel memilih tutup sementara sampai kondisi perekonomian membaik. Beberapa pengusaha hotel bintang 4 banting harga dengan menurunkan tarif menginap untuk menutup biaya operasional harian.

"Lima hotel sudah tutup seminggu. Semua lagi berhitung, berupaya bagaimana caranya agar bisa tetap bertahan," ujar Yuno.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Minta Keringanan Pajak

Yuno mengungkapkan kondisi sektor perhotelan saat ini berada di titik terendah. Karena itu, Yuno sangat berharap pada bantuan pemerintah. Masalahnya, pengusaha tetap terbebani dengan biaya sewa tempat, biaya gaji karyawan, biaya listrik, dan lain sebagainya.

"Tanggal 20 Juli ini kita sudah harus setor pajak hotel dan restoran, jadi kami meminta keringanan ke Dispenda yang bulan lalu tidak disetorkan bulan ini. Saya minta penundaan bayar pajak tiga bulan, seperti tahun lalu," terangnya.

Yuno juga meminta PT PLN Persero menghapus biaya abonemen listrik khusus untuk sektor industri perhotelan dan restoran serta menunda pembayaran BPJS Ketenagakerjaan dan kesehatan.

"Karena kita melihatnya tahun ini lebih berat dari tahun lalu. Recovery-nya belum tentu seperti tahun kemarin, karena ada kebijakan refocusing anggaran termasuk perjalanan dinas, meeting. Makanya kita agak kuatir, sebab 60-70 hotel di Kota Bogor okupansinya dari meeting kementerian dan lembaga," pungkasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya