Liputan6.com, Jakarta Presiden Amerika Serikat Joe Biden menjadi sorotan saat menyebut DKI Jakarta berpotensi tenggelam dalam kurun waktu 10 tahun ke depan akibat naiknya permukaan air laut.
Hal ini diungkap Biden dalam pidatonya di hadapan para pemimpin badan intelijen AS saat menyinggung adanya perubahan iklim yang tengah melanda dunia.
Baca Juga
"Tapi apa yang terjadi--apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksinya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena mereka akan berada di bawah air?" imbuhnya.
Advertisement
Prediksi Joe Biden terkait tenggelamnya DKI Jakarta cukup menuai beragam tanggapan. Salah satunya datang dari Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta.
Kepala Seksi Perencanaan pada Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Elisabeth Tarigan menyebut, penurunan muka tanah dan tingginya permukaan air laut menjadi beberapa faktor yang memungkinkan Jakarta bisa tenggelam dalam beberapa waktu kedepan.
"Pengambilan air tanah yang menyebabkan kekosongan pada aquifer bawah tanah," ucap Elisabeth kepada Merdeka, Rabu (4/8/2021).
Menyikapi pernyatan Presiden Amerika Serikat tersebut, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengaku pihaknya akan terus melakukan berbagai upaya agar prediksi tersebut tidak sampai terjadi.
"Kita menghormati pernyataan Presiden AS Joe Biden. Tapi kami Pemprov DKI akan berupaya supaya Jakarta tidak tenggelam," kata Ariza pada wartawan, Senin, 2 Agustus 2021.
Berikut sejumlah tanggapan terkait prediksi Joe Biden bahwa Jakarta akan tenggelam dalam 10 tahun lagi:
Saksikan video pilihan di bawah ini:
1. SDA DKI Jakarta
Kepala Seksi Perencanaan pada Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Elisabeth Tarigan, menilai ada dua faktor penyebab Jakarta bisa tenggelam. Dua faktor itu adalah penurunan muka tanah dan tingginya permukaan laut.
Untuk penurunan muka tanah, land subsidence, jelas Elisabeth, disebabkan beberapa hal seperti kompaksi tanah secara alamiah karena masih tanah muda atau tanah bekas reklamasi.
Kemudian, beratnya beban dari gedung-gedung ataupun bangunan di Jakarta dinilainya turut andil menurunkan muka tanah. Dan terpenting adalah, masifnya penggunaan air tanah.
"Pengambilan air tanah yang menyebabkan kekosongan pada aquifer bawah tanah," ucap Elisabeth kepada merdeka.com, Rabu (4/8/2021).
Dari kondisi-kondisi tersebut, wilayah Jakarta yang memiliki risiko tinggi alami land subsidence adalah Jakarta Utara. Namun, dia belum menyampaikan terkait seberapa dalam penurunan muka tanah di Jakarta Utara per tahunnya.
Elisabeth menegaskan, pihaknya hingga kini telah melakukan pemberian sanksi kepada bangunan-bangunan yang terdata yang memiliki air tanah dalam, dan penggunaannya dianggap melebihi batasan. Kedalaman air tanah, menurut Elisabeth, adalah 40 meter lebih.
Sanksi yang diberikan oleh Dinas SDA yaitu penyegelan atau penutupan sumur.
"Pengawasan berada di Dinas SDA, yaitu bisa dengan penyegelan/penutupan sumur," ungkapnya.
Advertisement
2. Wagub DKI Jakarta
Prediksi pemimpin negara adidaya tersebut juga mendapat respon dari Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria.
Ariza menyatakan DKI telah memiliki program untuk mengantisipasi tenggelamnya Ibu Kota. Salah satunya adalah pembangunan Giant Sea Wall.
"Memang Jakarta dataran rendah, dikelilingi laut, tapi kita harapkan Jakarta tidak tenggelam dengan berbagai program, air bersih, pipanisasi, program Giant Sea Wall," ucapnya.
Meski memiliki banyak program, Ariza tetap meminta warga menjaga lingkungan salah satunya dengan tidak membuang sampah sembarangan.
"Kita harapkan Jakarta tidak tenggelam dan tentu yang tidak kalah penting, perilaku masyarakat kita perbaiki untuk tidak membuang sampah sembarangan," pungkasnya.
Sebelumnya Ariza sempat membantah prediksi Joe Biden terkait potensi tenggelamnya Jakarta dalam 10 tahun ke depan. Namun, dirinya mengakui kalau permukaan tanah di Jakarta mengalami penurunan setiap tahun.
"Memang di Jakarta datarannya rendah, jadi di Jakarta ada penurunan muka tanah setiap tahun. Namun, tidak berarti 10 tahun Jakarta tenggelam," kata Riza dalam diskusi virtual, Sabtu, 31 Juli 2021.
Politikus Gerindra itu menyatakan pihaknya tetap mengupayakan sejumlah tindakan untuk mengantisipasi hal tersebut. Salah satunya yakni terus berkoordinasi dengan Kementerian PUPR.
3. MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun ikut mengomentari hal ini. MUI meminta ilmuwan Indonesia tidak menganggap enteng prediksi tersebut.
"Pernyataan Joe Biden itu hendaknya jangan kita anggap enteng," ujar Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas, seperti dilansir Antara, di Jakarta, Senin,2 Agustus 2021.
Dirinya berharap agar para pemangku kepentingan bahkan para pakar terkait perubahan iklim, dan pemanasan global dalam negeri bisa fokus dalam penanganan masalah atau melakukan langkah-langkah antisipasi studi.
"Itu untuk disumbangkan kepada dunia dan kepada pemerintah sendiri tentang cara mengantisipasi persoalan tersebut," kata Abbas.
Abbas berpendapat, perubahan iklim itu terjadi karena pesatnya pembangunan di seluruh dunia yang meningkatkan kadar emisi karbon (CO2 emission). Hal ini mendorong terjadinya kenaikan suhu bumi, sehingga iklim pun berubah.
"Hal itu jelas akan menimbulkan dampak katastropik yang mengerikan yang akan bisa mengancam dunia secara keseluruhan terutama negara kita Indonesia dan lebih-lebih lagi (Ibu) Kota Jakarta," kata Abbas.
Selain itu, lanjut dia, permukaan tanah di Jakarta turun setiap tahunnya. Sedangkan permukaan air laut naik karena pemanasan global yang mengakibatkan es di Kutub Utara dan Selatan mencair.
Oleh karena itu, kata Abbas, pemerintah harus berkoordinasi memikirkan bagaimana Indonesia bisa berkontribusi bersama negara-negara lain di dunia untuk menghambat dan mencegah terjadinya perubahan iklim global tersebut dan mencegah dampak buruk menimpa bangsa Indonesia.
(Deni Koesnaedi)
Advertisement