BMKG: Suhu Udara di Jateng dan Yogyakarta Semakin Panas dalam 30 Tahun Terakhir

Menurut Kepala BMKG Dwikorita, kenaikan suhu udara di wilayah Jateng dan Yogyakarta salah satunya disebabkan karena peningkatan emisi gas rumah kaca. Apa pemicu lainnya?

oleh Yopi Makdori diperbarui 11 Okt 2021, 20:55 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2021, 20:55 WIB
DPR Minta Penjelasan Pemerintah Terkait Jatuhnya Lion Air PK-LQP
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat rapat kerja (raker) dengan Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/11). Rapat membahas berbagai hal mengenai jatuhnya Lion Air PK-LQP. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengungkapkan, suhu udara di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta semakin panas. Temperatur rata-rata di Jateng dan DIY mengalami tren peningkatan selama 30 tahun terakhir. 

Kenaikan tersebut tidak terjadi secara merata, namun tengah wilayah daratan mengalami kenaikan lebih tinggi daripada pesisir. Kondisi ini terjadi selain karena peningkatan emisi gas rumah kaca, juga diakibatkan tingginya laju perubahan penggunaan lahan.

Mengacu pada Perjanjian Paris, kata Dwikorita, seluruh negara diharuskan membuat kebijakan dan aksi iklim untuk mencegah suhu bumi tidak melewati ambang batas 2 derajat Celsius dan berupaya maksimal untuk tidak melewati ambang batas 1,5 derajat Celcius dibandingkan masa pra-industri.

“Secara mikro di Kawasan Gunung Merapi, kenaikan suhu udara di sekitar wilayah Merapi ada tren kenaikan selama 30 tahun sebesar 0,7 derajat Celsius. Selain di kawasan Gunung Merapi, tren suhu di perkotaan dipantau dari stasiun menunjukkan tren kenaikan temperatur khusus Kota Yogyakarta dari tahun 2007. Ternyata memang ada korelasi khusus antara penutup lahan dengan kenaikan suhu," ungkap Dwikorita dalam keterangannya, Senin (11/10/2021).

Analisis tersebut diambil dari hasil pengumpulan data rata-rata suhu udara selama 30 tahun sejak tahun 1990. Saat ini BMKG tengah mengupayakan pengumpulan data lebih jauh ke belakang yaitu selama kurun waktu 50 tahun guna melihat signifikansi perubahannya. 

Kunci pada Kawasan Gunung Merapi

keteb
Bagi pengunjung Ketep Pass yang tak berminat terhadap pengetahuan tentang Merapi, tetap akan diberi bonus keindahan oleh gunung Merapi. (foto: Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Dwikorita mengungkap, secara ekologis, kawasan lindung Gunung Merapi merupakan wilayah yang mempengaruhi kondisi terutama kualitas lingkungan secara luas di wilayah Yogyakarta serta Jawa Tengah.

Artinya, kawasan lindung di Kawasan Gunung Merapi berperan besar dalam menjaga keseimbangan lingkungan di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. 

"Jika kawasan ini rusak, maka akan mempengaruhi kemampuan kawasan di sekitarnya dalam hal adaptasi perubahan iklim," ujar Dwikorita.

Menurutnya, tren peningkatan suhu udara seperti ini juga terjadi di kota-kota besar lainnya. Oleh karena itu, tren tersebut harus direspons semua pihak karena bisa membawa dampak pada keberlangsungan hidup manusia.

Khusus wilayah Yogyakarta, komponen ekologis di kawasan lindung Gunung Merapi harus menjadi perhatian serius, utamanya perubahan penutup lahan. Ditegaskan

"Pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat harus melakukan upaya-upaya mitigasi sebagai bentuk tanggung jawab serta kepedulian terhadap kualitas lingkungan," Dwikorita. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya